Konten Media Partner

Para PKL Malioboro Ambil Undian Untuk Dapat Lapak di Lokasi Baru

4 Januari 2025 9:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jumpa pers relokasi pemindahan PKL Malioboro di Lokasi Baru di LBH Jogja, Prenggan, Kotagede, Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (3/1/2024).Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Jumpa pers relokasi pemindahan PKL Malioboro di Lokasi Baru di LBH Jogja, Prenggan, Kotagede, Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (3/1/2024).Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Para Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro yang tergabung dalam Paguyuban Tri Dharma merasa diabaikan oleh pemerintah dalam upaya mendapatkan haknya berjualan di Kawasan Malioboro untuk penataan kawasan dan Sumbu Filosofi sebagai World Heritage.
ADVERTISEMENT
Ketua Paguyuban Tri Dharma, Supriyati menyampaikan bahwa pihaknya pada akhir Desember 2024 diminta pemerintah untuk menandatangani kesepakatan relokasi ke dua tempat tersebut dengan menandatangani surat kontraktual.
Kendati begitu dirinya menyampaikan bahwa pihaknya tidak mengetahui kejelasan ini dari surat persetujuan kontraktual tersebut.
Ia menyampaikan bahwa beberapa anggota yang tergabung dalam Paguyuban Tri Dharma diundang di dalam cara Dinas Kebudayaan Kota Jogja.
Dalam undangan untuk urun rembug tersebut ternyata di dalamnya juga terdapat sosialisasi untuk melakukan kontraktual agar para PKL bisa mendapatkan lapak di tempat yang baru melalui pengundian
“Pada tanggal 31 Desember, ada beberapa anggota kami mendapatkan undangan mengambil undian. Yang kami heran, sampai saat ini Ketandan saja belum selesai, belum ada kelayakan untuk ditempati,” Supriyati dalam Jumpa Pers di LBH Jogja, Prenggan, Kotagede,Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Kamis (2/1/2024).
ADVERTISEMENT
“Tata letaknya seperti apa kita belum tahu tapi kita tidak jelas kami mengambil undian. Beberapa dari anggota kami ada yang mendapat undangan, tapi banyak juga yang belum dapat undangan undian tersebut. Selain pelaksanaan undian tersebut juga tidak ada pengawasan dari pelibatan paguyuban pedagang itu sendiri,” katanya.
Atas hal tersebut, Paguyuban Tri Dharma merasa dalam berbagai proses relokasi yang dilakukan oleh Pemkot Jogja disebutnya sangat minim keterbukaan dan partisipatif.
Pihaknya mengaku merasa resah karena hingga saat diundi tersebut, para anggota yang datang belum mengetahui gambaran tempat di lokasi yang baru.
Supriyati menyampaikan bahwa beberapa pihak mencoba untuk meminta agar persetujuan kontraktual tersebut harus segera dilakukan, sementara ia mengaku banyak dari para pedagang yang sudah tidak muda lagi,
ADVERTISEMENT
“Tidak ada gambaran letaknya yang didapatkan, kami juga makin resah dan bingung juga karena kebanyakan dari kami sudah pada sepuh, tambah bingung banyak diembuskan dari oknum tidak tanda tangan kontraktual tidak akan mendapatkan lapak,” ujarnya
Sementara itu perwakilan dari LBH Jogja, Muhammad Raka Ramadhan menyampaikan hingga saat ini pihaknya terus mendampingi para PKL yang terdampak penataan kawasan Malioboro dan Sumbu Filosofis.
Ia menilai jika ketidakjelasan dan tidak terbukanya proses pemindahan pedagang ke lokasi yang baru sebagai bentuk kegagalan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY dan Pemkot Jogja dalam melakukan penataan kawasan.
Bahkan dalam kurun waktu belakangan, dirinya menilai usaha untuk memperjuangkan hak berjualan para PKL sudah dilakukan dengan surat yang telah dikirimkan baik kepada Pemda DIY, Pemkot Jogja maupun UPT Malioboro tidak disambut dengan baik.
ADVERTISEMENT
“Karena pedagang kaki lima puluhan tahun menjadi satu kesatuan dengan kawasan tersebut tapi yang ditemui sikap abai dan pasif dari pemangku kebijakan yang seminimalnya harus ada partisipasi dan transparansi terutama kepada para PKL Malioboro selaku rakyat yang terdampak kebijakan ini,” kata Raka.
“Ini bukan proses yang berjalan 1 bulan, tapi 1 tahun lebih, bahkan kalau dimulai dari relokasi yang digabungkan partisipasi dan transparansi tapi tidak pernah dilakukan. Bahkan teman-teman PKL juga telah mengirimkan surat kepada Dinas Kebudayaan DIY dan akan diagendakan audiens menjelang hari h batal tanpa ada alasan yang konkret,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa Malioboro bukan hanya milik Pemkot atau Pemda DIY, tapi juga para pedagang yang sejak lama melakukan aktivitas ekonomi. (Hadid Husaini)
ADVERTISEMENT