Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pasar Beringharjo adalah pasar dengan nilai historis dan filosofis yang tidak dapat dilepaskan dari Keraton Yogyakarta. Beringharjo memiliki makna harafiah, yaitu hutan pohon beringin yang diharapkan memberikan kesejahteraan bagi warga Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Pasar Beringharjo terletak di tengah kawasan Malioboro, Yogyakarta. Banyak sekali jenis barang yang dijual di Pasar Beringharjo. Seperti sembako, barang-barang antik, pakaian, makanan maupun minuman tradisional, dan lain-lain.
Pasar Beringharjo awalnya adalah sebuah hutan beringin yang terkesan angker. Namun sejalan dengan berdirinya Keraton Yogyakarta pada tahun 1756, setelah dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 1758, wilayah ini menjadi berkembang sebagai tempat transaksi jual beli hingga saat ini.
Pada tahun 1925 Keraton Yogyakarta memerintahkan sebuah perusahaan beton Hindia Belanda untuk membuat los-los pasar supaya lebih representif dan membuat nyaman masyarakat dalam berdagang. Semula 11 los pasar selesai, bulan berikutnya dibangun secara bertahap dan menjadi besar hingga kini.
Nama Beringharjo memiliki makna wilayah yang semula hutan beringin dan diharapkan mampu menjadi poros kesejahteraan bagi warga Yogyakarta dan sekitarnya, kemudian diresmikan ketika bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono VII pada 24 maret 1925. Saat ini bangunan Pasar Beringharjo memiliki dua bangunan barat dan timur yang dipisahkan sebuah jalan menuju ke kawasan Ketandan.
ADVERTISEMENT
Pasar Beringharjo memiliki nilai historis dan filosofis dengan Kraton Yogyakarta karena telah melewati tiga fase, yakni masa kerajaan, penjajahan, dan kemerdekaan. Pembangunan Pasar Beringharjo merupakan salah satu bagian dari rancang bangun pola tata kota Kesultanan Yogyakarta yang disebut Catur Tunggal. Pola tata kota ini mencakup empat hal yakni keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai ruang publik, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat transaksi ekonomi.
Ciri khas bangunan Pasar Beringharjo dapat dilihat pada interior bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur kolonial Belanda dan Jawa. Secara umum, pasar ini terdiri dari dua bangunan yang terpisah yaitu bagian barat dan bagian timur.
Bangunan utama di bagian barat terdiri dari dua lantai, adapun bangunan yang kedua di bagian timur terdiri dari tiga lantai. Pintu masuk utama pasar ini terletak di bagian barat, tepat menghadap jalan Malioboro. Pintu gerbang utama ini merupakan bangunan dengan ciri khas kolonial bertuliskan Pasar Beringharjo dengan aksara Latin dan aksara Jawa.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Program Studi Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Emmelia Tricia Herliana dalam makalahnya yang berjudul Preserving Javanese Culture through Retail Activities in Pasar Beringharjo, Yogyakarta menemukan bahwa signifikasi budaya pada Pasar Beringharjo terdiri dari tiga aspek, yaitu 1) sejarah, kosmologi, dan struktur Yogyakarta sebelumnya, 2) peran Yogyakarta sebagai pusat perdagangan; dan 3) lingkungan cagar budaya yang mendorong pasar sebagai tujuan wisata.
"Terlepas dari ketiga aspek tersebut, kegiatan ritel mencerminkan lima prinsip budaya Jawa: 1) menjadi puas dan tidak menyesal (narimo ing pandum), 2) kerja sama timbal balik (gotong royong), 3) menghormati sesepuh (ngajeni), 4) sopan (andap asor), dan 5) menghormati orang lain," tulis Emmelia dalam makalahnya.
Pasar Beringharjo masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat Yogyakarta saat berbelanja. Di tengah kepungan mal yang memenuhi Yogyakarta, Pasar Beringharjo tidak pernah tidur dalam perkembangan zaman. Bahkan Pasar Beringharjo masih terus hidup dari pagi hingga malam untuk membuktikan diri bahwa Pasar Beringharjo tidak akan kalah dengan gempuran mall di Yogyakarta. (Ayu)
ADVERTISEMENT