Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Pasar Kembang: Pusat “Hiburan” di Jantung Kota Yogyakarta
19 Desember 2019 8:30 WIB

ADVERTISEMENT
Pasar Kembang merupakan sebuah nama yang mungkin sudah cukup familiar bagi masyarakat Yogyakarta. Pasar kembang atau Sarkem sejatinya adalah sebuah nama jalan yang dikenal sebagai areal prostitusi di kota Yogyakarta. Secara administratif, wilayah ini merupakan bagian dari Kecamatan Gedongtengen, tepatnya berada di Sosrowijayan Kulon. Namun kemudian masyarakat lebih mengenal dan menyebut Sosrowijayan Kulon ini dengan nama Sarkem. Bahkan ada juga yang menyebut wilayah ini dengan Gang 3 karena wilayah sarkem berada di gang ketiga dari arah timur Jalan Pasar Kembang.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya Sarkem di Yogyakarta sudah ada sejak sekitar 125 tahun yang lalu. Hal ini berarti, berarti kegiatan prostitusi ini telah ada sejak zaman Belanda. Tentu saja karena area ini memang sengaja dirancang untuk lokasi "hiburan" para pekerja. Waktu itu sedang gencar-gencarnya proyek pembangunan rel kereta api yang nantinya akan menghubungkan Yogyakarta dengan kota-kota lainnya. Dengan harapan pemerintah Belanda agar para pekerja proyek tersebut menghabiskan uang gajinya agar kembali menjadi pemasukan Pemerintah belanda, maka dibangunlah Pasar Kembang atau Sarkem sebagai sarana prostitusi agar gaji pekerja dapat dibelanjakan disana.
Seiring perkembangan jaman, lokasi tersebut seakan dipetakan menjadi kawasan prostitusi di Yogyakarta. Sebenarnya setelah zaman kemerdekaan, pemerintah Indonesia telah berupaya memberikan penyuluhan terhadap "pekerja" di Sarkem agar menghentikan kegiatannya. Namun disadari maupun tidak, keberadaan Pasar kembang ternyata membawa dampak ekonomi, sehingga upaya penutupan tersebut menjadi sulit direalisasikan. Bagaimana tidak, dengan adanya kawasan pasar kembang tersebut juga dimanfaatkan warga sekitar untuk membuka hotel, rumah makan, warung sebagai penunjang kehidupan mereka. Hal tersebut diperkuat lokasinya yang dekat dengan pusat kota Yogyakarta, terutama di kawasan Malioboro, yang menjadi daya tarik wisata di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Pemerintah kota menghendaki kawasan ini lebih diangkat sebagai kawasan sentra oleh-oleh dan kebudayaan khas Yogyakarta. Hal tersebut karena tidak ingin mencoreng citra kota Yogyakarta menjadi buruk. Jika wisatawan penasaran dengan lokasi ini, mereka dapat melihat sejarah Sarkem dari sisi historisnya.
Odam Asdi Artosa dalam makalahnya berjudul Pekerja Migran dan Ekonomi Informal Ilegal (Prostitusi) di Wilayah Pasar Kembang,Yogyakarta yang dimuat di Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 5 No. 1, Januari 2018 meneliti bahwa Perkembangan Sarkem secara khusus dalam praktik prostitusi telah lama menyita perhatian tersendiri bagi pemerintah daerah sejak perkembangannya khususnya di masa pascakolonial hingga saat ini. Upaya yang dilakukan bukan hanya berkenaan dengan melahirkan beragam produk kebijakan pemerintah daerah yang bersifat legal semata, melainkan juga upaya-upaya yang bersifat kultural dengan melakukan sosialisasi khususnya tentang penyebaran penyakit seksual menular yang berbahaya.
ADVERTISEMENT
"Di sisi lain, adanya segresasi sosial di wilayah sekitar Sarkem menunjukkan adanya potensi konflik sosial yang sewaktu-waktu dapat terbuka menjadi konflik yang rentan dengan kekerasan dan bahkan kriminalitas. Oleh karena itu, interaksi antar warga yang tinggal di wilayah tersebut membutuhkan suatu mekanisme mediasi sosial dan budaya untuk menghindarkan adanya kemungkinan terbukanya konflik-konflik sosial akibat segregasi ekonomi-sosial-dan budaya di wilayah Sarkem," tulis Odam dalam makalahnya.
Upaya pembubaran lokalisasi praktik prostitusi dalam kenyataannya justru menimbulkan resiko sosial yang jauh lebih besar lagi. Hal ini dikarenakan banyak pekerja seks justru bekerja secara ‘liar’ sehingga tidak dapat diamati pola-pola aktivitasnya dan karenanya justru akan menimbulkan kerentanan baru dalam masalah sosial. Dengan kata lain, prostitusi adalah aktivitas produksi ekonomi yang bersifat ‘purba’ yaitu telah menyejarah dalam perkembangan peradaban kemanusiaan itu sendiri. Segencar apapun upaya yang bersifat moralis dan bersifat legal formal akan sulit untuk mengatasi praktik ekonomi ilegal yang mengkomodifikasikan khususnya tubuh perempuan dalam industri pariwisata dan khususnya industri hiburan dimanapun di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, tak terkecuali di Yogyakarta. (Ayu
ADVERTISEMENT