Perayaan Imlek 2020, Warga Diingatkan soal Hidup dalam Keberagaman

Konten Media Partner
26 Januari 2020 11:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat Katolik merayakan tahun baru Imlek 2020 dengan misa di Gereja Santo Franciscus Xaverius Kidul Loji, Miggu (26/1/2020). Foto: Ayusandra
zoom-in-whitePerbesar
Umat Katolik merayakan tahun baru Imlek 2020 dengan misa di Gereja Santo Franciscus Xaverius Kidul Loji, Miggu (26/1/2020). Foto: Ayusandra
ADVERTISEMENT
Perayaan Tahun Baru Imlek 2020 yang jatuh pada Sabtu (25/1/2020) masih terasa hingga, Minggu (26/1/2020). Sejumlah pihak memadukan Budaya Tionghoa dengan ragam budaya lokal Indonesia lainnya untuk merayakan tahun baru imlek 2020. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keragaman budaya.
ADVERTISEMENT
“Kita bahagia, kita bergembira, merayakan hari tahun baru imlek. Karena ini adalah perayaan anda. Bagi anda yang berasal dari Sumatera, Batak, dari suku Dayak, orang Jawa, ini perayaan kita,” ujar Romo FX. Agus Surayana Gunadi, saat memberikan kotbah dalam Misa Imlek di Gereja Kidul Loji, Minggu (26/1/2020).
Romo Agus mengatakan, walaupun tradisi Imlek lahir dari Tionghoa, namun teologi keberagamannya sangatlah bagus. Tahun ini, ia mengigatkan soal hidup dalam keberagaman di Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki beragam budaya. Namun, masyarakatnya perlu menghargai satu sama lain agar tak terjadi perpecahan.
Kaum muda menampilkan tari Bali dan Papua dalam Misa Imlek di Gereja Santo Franciscus Xaverius Kidul Loji, Miggu (26/1/2020). Foto: Ayusandra
“Maka kalau ketemu orang tionghoa itu tidak ada salahnya ucapke (mengucapkan) gong xi, gong xi,” lanjutnya.
Tradisi ini lahir dari Tiongkok, di mana masyarakat berharap akan musim semi kala musim dingin tiba. Musim dingin membuat masyarakat di sana dulunya tidak bisa melakukan berbagai aktivitas. Bahkan mereka tidak bisa bekerja dan hanya berdiam diri dalam rumah di perapian.
ADVERTISEMENT
Petani arep tandur yo ra urip, peternak ngetokke sapi yo mati kabeh. (Petani mau menanam juga tidak akan hidup, peternak mengeluarkan sapi juga mati semua).Sehingga mereka berharap kapan musim semi tiba,” kata Romo Agus.
Rasa tersiksa akibat musim dingin perlahan hilang saat musim semi akan datang. Hal ini membuat masyarakat bisa kembali beraktivitas normal seperti biasa. Para petani bisa bertani, peternak bisa mengeluarkan ternaknya, dan lain sebagainya.
Atraksi barongsai dan liong usai Misa Imlek di Gereja Santo Franciscus Xaverius Kidul Loji, Miggu (26/1/2020). Foto: Ayusandra
“Maka ciri khas perayaan imlek adalah bersyukur atas tahun berlalu dan mengharapkan Tuhan yang memberikan damai sejahtera,” tutupnya.
Salah seorang umat, Linda (38), warga Tionghoa, mengatakan bahwa perayaan Imlek tidak semata-mata bersenang-senang tanpa makna. Namun juga bersyukur dan berdoa agar di yang baru, seseorang menjadi sosok yang lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT
"Memang perayaan Imlek itu seneng-seneng, makan-makan. Tapi sebenarnya nggak hanya sekadar seneng-seneng aja. Kita semua berdoa untuk menjadi lebih baik untuk setahun ke depan," kata Linda.
Anak-anak mendapat bingkisan dan angpau di Gereja Santo Franciscus Xaverius Kidul Loji, Miggu (26/1/2020). Foto: Ayusandra
Anak-anak pun mendapatkan bingkisan berupa snack dan angpau sebagai salah satu bentuk syukur dari umat. Sedangkan orang dewasa mendapatkan bingkisan berisi jeruk, kue keranjang, dan permen.
Bingkisan yang berisi jeruk, kue keranjang, dan permen, yang didapatkan umat usia dewasa usai Gereja Santo Franciscus Xaverius Kidul Loji, Miggu (26/1/2020). Foto: Ayusandra
Perayaan misa ini juga dimeriahkan dengan tarian adat dari berbagai daerah di Indonesia mulai dari Batak, Jawa, Bali, hingga Papua. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keberagaman, masyarakat Indonesia bisa hidup berdampingan dengan damai.
Romo FX Agus Suryana Gunadi (jubah merah tengah), Romo Yohanes Maryono, Romo Gabriel Notobudyo, bersama dengan para penari saat Misa Imlek di Gereja Santo Franciscus Xaverius Kidul Loji, Miggu (26/1/2020). Foto: Ayusandra