Perlunya Antisipasi Dampak Bonus Demografi Lewat Konsep Pengurangan Bahaya

Konten Media Partner
23 Juni 2021 15:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi usia produktif. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi usia produktif. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Indonesia diperkirakan akan mengalami puncak bonus demografi tak lama lagi. Saat ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 juta orang, yang mana 70% di antaranya berada di usia produktif (15-60 tahun) dan sebagian besar penduduk usia produktif tersebut adalah kelompok pemuda berusia 16-30 tahun.
ADVERTISEMENT
Penerapan konsep harm reduction atau pengurangan bahaya dinilai penting untuk mengantisipasi potensi efek negatif bonus demografi, khususnya di bidang lingkungan. Sebab, jika tidak mengimplementasikan konsep ini, maka bonus demografi akan menciptakan degradasi lingkungan.
“Bonus demografi itu seperti pisau bermata dua. Yang pertama jendela peluang, yang kedua bencana,” ujar Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (CYPR) Dedek Prayudi, Rabu (23/6/2021).
Ia mengungkapkan Indonesia akan alami puncak bonus demografi di tahun 2024. Angka tersebut menunjukkan jumlah penduduk usia kerja dua kali lebih besar dibanding jumlah penduduk usia non-kerja. Bonus demografi berpotensi menciptakan bencana bagi lingkungan karena adanya peningkatan aktivitas manusia, baik ekonomi, sosial, maupun politik
“Itu semua dalam prosesnya mengeksploitasi alam ataupun limbahnya merusak alam,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ia pun memberi contoh pemanfaatan pembangkit listrik batu bara, kebakaran hutan, penggunaan kendaraan pribadi, sampah puntung rokok, dan sampah rumah tangga. di Jakarta, ada 7.500 ton sampah yang harus dikirim ke Bantar Gebang.
“Limbah sampah belum terdaur ulang dengan baik. Ini yang saya maksud bahwa aktivitas ekonomi, sosial, dan politik menghasilkan degradasi lingkungan,” ujarnya.
Melihat hal ini, ia menilai perlu adanya pemberdayaan pemuda berkelanjutan serta tata kelola lingkungan hidup. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan dan harus dijalankan secara partisipatif oleh semua pihak dari hulu ke hilir guna mengantisipasi dampak negatif bonus demografi.
“Artinya, dari upstream pembuat kebijakan dan downstream dari masyarakat umum. Kalau untuk upstream merestorasi yang rusak. Di level downstream kami menawarkan harm reduction atau pengurangan bahaya” paparnya.
ADVERTISEMENT
Konsep pengurangan bahaya ini bisa direalisasikan dengan mengurangi pemakaian bahan-bahan yang tidak bersahabat dengan alam dan menggantikan dengan alternatif yang lebih baik. Contohnya dengan tidak lagi menggunakan sedotan maupun kantong plastik sekali pakai ataupun tidak lagi merokok, akan tetapi dapat diganti dengan produk yang dapat dipakai berulang kali.
“Inilah yang dimaksud pengurangan bahaya itu. Kita memang tidak bisa menghentikan aktivitas ekonomi,” pungkasnya.