Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Plengkung Wijilan, Pintu Masuk ke Dunia Gudegnya Yogyakarta
12 Februari 2019 9:57 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
ADVERTISEMENT
Menjadi salah satu destinasi wisata favorit, Yogyakarta memiliki keunikan tersendiri yang tak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Budaya Jawa yang masih melekat pada nama Yogyakarta membuat siapa saja yang berkunjung ke Kota ini, selalu rindu tuk kembali lagi. Salah satu hal yang membuat Yogyakarta selalu berhasil membuat rindu para wisatawan adalah destinasi wisata sejarahnya.
ADVERTISEMENT
Di sudut kota, para wisatawan bisa menemukan berbagai situs sejarah, salah satunya adalah Keraton Yogyakarta. Untuk masuk ke kawasan Keraton Yogyakarta, maka pengunjung akan melewati gerbang masuk besar atau yang lebih dikenal dengan istilah jawa Plengkung. Kota Yogyakarta punya 5 plengkung dengan bentuk yang berbeda-beda akibat terkikis oleh zaman.
Pada zaman dahulu, Sri Sultan HB I, mendesain sedemikian rupa agar Keraton Yogyakarta menjadi istana yang benar-benar aman. Maka, dibangunlah benteng yang mengelilingi Keraton Yogyakarta. Sayangnya, sekarang ini sudah tidak terlihat lagi dinding-dinding benteng yang kokoh. Sebagian besar sudah hancur tergantikan oleh pemukiman warga.
Sri Sultan HB I, mendesain adanya 5 pintu masuk ke Keraton Yogyakarta. Pintu masuk ini lebih dikenal dengan Plengkung oleh masyarakat. Adapun 5 plengkung di Yogyakarta yaitu Plengkung Tarunasura (Plengkung Wijilan), Plengkung Jagasura (Plengkung Ngasem), Plengkung Jagabaya (Plengkung Tamansari), Plengkung Nirbaya (Plengkung Gadhing), dan Plengkung Madyasura (Plengkung Gondomanan atau Plengkung Tambakbaya).
ADVERTISEMENT
Plengkung Tarunasura atau yang lebih dikenal dengan Plengkung Wijilan, terletak di Kampung Mangunegaran, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Kraton, Yogyakarta. Dikenal dengan istilah Plengkung Wijilan, dimana kata “Wijilan” sendiri diambil dari nama putra Sultan Hamengku Buwana II, Wijil. Ada pula masyarakat yang menyebutnya Plengkung Mijilan.
"Mijil itu artinya keluar masuk benteng. Makanya ada yang sebut Mijilan," kata Tedi Katyadi, salah seorang warga yang tinggal di dalam benteng, saat diwawancarai, Minggu (10/2/2019).
Plengkung Tarunasura menjadi salah satu plengkung yang masih utuh dan berdiri kokoh. Walaupun dinding di bagian kiri dan kanannya sudah berubah jadi pemukiman warga. Walaupun begitu, Plengkung Tarunasura sekarang ini masih digunakan sebagai sarana lalu lintas keluar masuk benteng. Letaknya yang menjadi pintu masuk Sentra Makanan Khas Gudeg membuat eksistensi Plengkung Tarunasura tidak hilang.
ADVERTISEMENT
Dahulu kala, plengkung ini dijaga oleh para prajurit muda. Hal ini dikarenakan Plengkung Tarunasura menjadi akses keluar masuk Sultan yang sedang berkuasa pada masanya. Plengkung Gading tidak bisa dilewati oleh Sultan yang sedang berkuasa, karena ada aturan tak tertulis dimana Plengkung Gading hanya boleh dilewati oleh Sultan yang sudah meninggal.
Berbagai perbaikan telah dilakukan oleh pihak Keraton Yogyakarta untuk membuat bangunan ini terlihat kokoh. Gempa di tahun 2007 tidak membuat Plengkung ini mengalami kerusakan yang berarti. Hal yang membedakan Plengkung Tarunasura dengan plengkung yang lain adalah, plengkung ini memiliki 3 lengkungan yang menjulang keatas.
Antara Plengkung Tarunasura dengan Pojok Benteng, dihubungkan oleh Benteng Baluwerti yang membentang lurus. Sayangnya, Benteng Baluwerti sudah tidak dapat ditemukan karena rata oleh pemukiman warga. Tidak ada tangga menuju ke bagian atas Plengkung Tarunasura, seperti yang ada pada Plengkung Gading. (asa/adn)
ADVERTISEMENT