Konten Media Partner

Polisi Tangkap Direktur Pengembang Malioboro City

20 September 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Risky Adrian saat menunjukkan barang bukti pelanggaran konsumen pembelian ruko di Malioboro City di Aula Polresta Sleman, Krapyak, Slemab, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (19/9/2024). Foto: Hadid H/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Risky Adrian saat menunjukkan barang bukti pelanggaran konsumen pembelian ruko di Malioboro City di Aula Polresta Sleman, Krapyak, Slemab, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (19/9/2024). Foto: Hadid H/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polresta Sleman menahan IR selaku Direktur Pengembang Malioboro City yang dikelola oleh PT Inti Hosmed telah melanggar hak konsumen untuk pembelian ruko oleh PT Sapphire Asset International (SAI) pada Kamis (20/9/2024).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dilakukan setelah sebelumnya kepolisian melakukan penyelidikan kepada sejumlah saksi, korban dan pendalaman kepada sejumlah ahli.
Selain tersangka IR, kepolisian juga tengah memburu WUP yang merupakan representasi pemilik dari PT Inti Hosmed. Polisi menerbitkan DPO kepada WUP karena sudah beberapa kali mangkir saat dilakukan pemanggilan sebagai saksi.
“Kita juga telah melakukan upaya paksa penggerebekan di Jakarta, namun yang bersangkutan tidak ada dan tidak kooperatif  sehingga kita menerbitkan DPO,” kata Kasat Reskrim Polresta Sleman Risky Adrian saat jumpa pers di Aula Polresta Sleman.

Jual Ruko ke Konsumen

Kasus tersebut disebutnya bermula sejak tahun 2012 dimana PT Sapphire Asset International membeli 4 ruko di kawasan Malioboro City. Untuk 1 ruko di kawasan tersebut dihargai Rp2,2 milyar. Sehingga biaya yang perlu dikeluarkan oleh PT Sapphire Asset International sebesar 8,8 miliar yang dalam pembayarannya dilakukan secara bertahap.
ADVERTISEMENT
“Namun karena PT Sapphire Asset memesan ruko untuk digabungkan jadi satu, sehingga ada biaya tambahan yang telah disetujui. Sehingga dari biayanya tersebut ada penambahan dari 8 miliar menjadi 9,6 milyar,” katanya.
Risky menyampaikan jika PT Sapphire telah melakukan pembayaran yang terbagi menjadi tiga tahap. Pembayaran pertama dilakukan 17 januari 2013 sebesar Rp 40 juta sebagai tanda jadi. Tahap ke 2 pada 23 Januari 2013 sebesar Rp 2,8 juta, dan tahap ketiga dilakukan pada 27 Maret 2013 sebesar Rp 6,6 miliar.
Dalam proses pembelian tersebut juga dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) diatas materai pada 26 Maret 2013. Dalam kesepakatannya kedua pihak setuju jika sertifikat akan diberikan setelah melalui proses pemecahan karena masih dalam bentuk sertifikat induk.
ADVERTISEMENT
“Korban dalam hal ini PT Sapphire Asset International mendapat kabar pada tahun jika 2013 dibuat selanjutnya di tahun 2015 sertifikat sudah dipecah, sehingga ada beberapa upaya menanyakan kepada PT Inti Hosmed AJB yang dijanjikan,” ujar Risky.

Pengembang Tidak Kooperatif

PT Inti Hosmed kemudian mulai tidak kooperatif dengan alasan penandatangan sertifikat tersebut belum bisa dilakukan dengan berbagai alasan yang tidak jelas. Perkara tersebut disebut Risky karena PT Inti Hosmed telah dilakukan pemblokiran operasi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Kemenkumham atas masalah lain.
Pasalnya terdapat laporan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sleman atas tunggakan pajak yang dimiliki PT Inti Hosmed. “Ada tunggakan inti hosmed tidak bisa membalik nama yang bersangkutan akhirnya korban PT Sapphire Asset International melakukan upaya hukum lain sebagai dasar membalikkan sertifikat dengan melakukan gugatan ke PN Sleman,” jelasnya.
Melalui putusan pertama PN Sleman ada harapan untuk bisa membalikkan nama sertifikat yang telah dibayarkan. Kendati begitu pihak PT Inti Hosmed justru melakukan upaya banding dan kasasi atas putusan tersebut yang mempersulit untuk dilakukan pembalikan nama.
ADVERTISEMENT
“PT Sapphire Asset International kecewa karena merasa dirugikan sudah bayar mau melakukan dipersulit dengan upaya banding maupun kasasi, sehingga ada dugaan mens rea (niat jahat) untuk menghambat kepemilikan sertifikat tersebut,” jelasnya.
Dari kasus yang diungkap tersebut, Polisi berhasil menyita barang bukti berupa 1 rangkap iklan Malioboro City, 1 rangkap rekening koran (bukti pembayaran), 4 rangkap PPJB, serta dokumen putusan gugatan.
Tersangka diancam dengan pasal 32 ayat 1 UU No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun penjara atau denda Rp 2 miliar atau 375 KUHP dengan ancaman hukuman pidana 4 tahun penjara. (Hadid Husaini)