Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Kisah 1.000 Candi
Setiap candi memiliki relief yang berbeda-beda satu sama lain, seperti halnya Candi Sewu yang memiliki 249 candi dengan relief yang berbeda-beda. Namun ada relief unik yang bisa anda temukan di Candi Sewu dan hanya ditemukan pada satu Candi Perwara, tepatnya di Deret 1 Nomor 6.
ADVERTISEMENT
Relief tersebut berbentuk lampu zaman kuno. Bukan tanpa alasan relief lampu itu dipahat di salah satu Candi Perwara di Candi Sewu.
“Relief lampu ini merupakan perlambang, pelita, bahwa lampu pada zaman dulu punya tingkat kesakralan yang tinggi,” kata Nurkesawa, Arkeolog muda di Yogyakarta, saat diwawancarai tugujogja, Sabtu (22/6).
Lampu itu diidentikkan dengan api, dan api adalah salah satu benda yang wajib ada ketika masyarakat Buddha dulu melakukan sembahyang. Selain itu, keberadaan 8 Dwarapala di Candi Sewu juga memiliki keunikan tersendiri. 8 arca Dwarapala itu dibangun dengan ukuran yang besar di tiap pintu masuk.
Di bagian luar Candi Sewu, terpahat relief para makhluk surga sedang bermain musik dan menari. Relief ini bisa ditemukan ketika pengunjung berkeliling candi utama Candi Sewu.
Selain itu, terpahat pula berbagai gambaran dewa agama Buddha. Salah satunya adalah Dewa Penjaga Mata Angin. Sebelum memasuki bangunan candi utama, di sisi kanan dan kiri akan terdapat pahatan Makara.
ADVERTISEMENT
“Kalau di candi Buddha menggambarkan Dewa Buddha. Di Candi Sewu, Makara merepresentasikan naga,” kata Nurkesawa.
Selain itu, di setiap sudut candi utama di Candi Sewu terdapat pahatan burung yang dikenal dengan nama Kinara Kinari. Nurkesawa mengungkapkan itu merupakan motif batik pertama yang ditemukan ada di candi-candi. Hanya saja, jenis batik yang dipahat belum diketahui hingga saat ini.
“Di Candi Sewu ini ada pahatan binatang suci yang dikenal di agama Buddha, seperti singa, gajah, kijang, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Perempuan yang akrab disapa Nur ini mengatakan masyarakat tidak perlu percaya dengan informasi yang beredar bahwa bebatuan candi ditempel dengan lem dari putih telur. Ia mengungkap bahwa untuk bebatuan di Candi Sewu dan candi lainnya ini menggunakan sistem takik seperti puzzle.
ADVERTISEMENT
“Candi Sewu ini seperti puzzle raksasa. Satu batu dengan batuan lainnya berbeda. Kalau bukan pasangannya, batu itu tidak akan menyatu,” ujarnya.
Tak semua Candi Perwara di Candi Sewu berdiri kokoh seperti candi utama. Beberapa di antaranya runtuh akibat gempa bumi. Bahkan, beberapa relung di candi utama Candi Sewu yang seharusnya diisi oleh arca Dewa Buddha terlihat kosong.
Arca utama Dewa Buddha pun tidak berhasil ditemukan, yaitu Dewa Manjusri yang merupakan perwujudan Buddha yang mengalami pencerahan spiritual dan telah siap mencapai nirwana, namun memilih kembali ke dunia untuk mengajarkan kebaikan pada manusia.
Pahatan guci yang mengeluarkan teratai pun akan terlihat ketika para pengunjung masuk ke bangunan candi utama di Candi Sewu. Relief ini terletak di bagian atas dari beberapa relung. Dalam agama Buddha, teratai dianggap sebagai bunga yang suci, karena setiap dewa selalu duduk di atas teratai. Teratai dipercaya sebagai tanaman yang bisa hidup di 3 dunia.
ADVERTISEMENT
“Akarnya di bawah, daunnya di air, ngambang, dan bunganya di udara. Jadi dia (teratai) sebagai representasi 3 dunia,” ujar Nur. (asa/adn)