Konten Media Partner

Proyek Beach Club Harus Perhatikan Keberlanjutan Lingkungan di Kawasan Karst

27 Juni 2024 19:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prof. Chay Asdak, Profesor of Watershwr Management, Faculty of Agric, Industrial Technologi Universitas Padjajaran. Foto: M Wulan
zoom-in-whitePerbesar
Prof. Chay Asdak, Profesor of Watershwr Management, Faculty of Agric, Industrial Technologi Universitas Padjajaran. Foto: M Wulan
ADVERTISEMENT
Rencana pembangunan beach club yang sebelumnya sempat melibatkan artis Raffi Ahmad di kawasan pantai selatan Gunungkidul masih ramai diperbincangkan. Meski Raffi Ahmad telah memutuskan untuk mundur dari proyek itu, namun banyak kalangan yang masih khawatir proyek tersebut dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Prof. Chay Asdak yang merupakan Profesor of Watershwr Management, Faculty of Agric, Industrial Technologi Universitas Padjajaran mengatakan pada dasarnya, setiap investasi harus memperhatikan aturan yang berlaku dan sejumlah aspek lainnya.
Bukan hanya dari sisi keuntungan atau sisi ekonomi saja tetapi juga aspek-aspek lain utamanya yang ada kaitannya dengan lingkungan mengingat beach club tersebut direncanakan akan dibangun di Kawasan Karst yang dilindungi juga harus diperhatikan.
"Kegiatan berbasis lahan itu bisa dilakukan apalagi dengan adanya insfratruktur yang lebih bagus. Tapi kalau salah langkah bisa menjadi celaka. Ini bisa mendatangkan dollar tapi kalau salah langka bisa tidak berkelanjutan. Jadi buruh perencanaan yang baik," ujar Prof. Chay Asdak dalam acara Instiper Summer Course di Gunungkidul, Kamis (27/6/2024).
ADVERTISEMENT
Prof. Chay menuturkan pembangunan beach club yang rencananya di kawasan Pantai Krakal itu tidak boleh sampai menciderai lingkungan di sekitarnya. Apalagi selama ini, air yang meresap dan tersimpan secara alami di dalam batuan karst itu menjadi sumber air bersih utama bagi masyarakat sekitar, terutama di berbagai kawasan pedesaan yang kekurangan air permukaan.
Sehingga dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan dari rencana proyek itu tidak boleh diabaikan begitu saja dan pembangunan itu harus melalui berbagai pertimbangan termasuk riset kawasan bentang alam karst yang telah dilakukan secara matang sebelumnya.
"Beach club ya beach club, mobil-mobil bagus akan datang disana, apakah dia mengarah pada konservasi? Yang itu adanya di kawasan ekosistem karst. So, Apa yang memprakarsa tawarkan terkait dengan konservasi? Harus jelas itu, terutama terkait dengan eklusifitas itu," jelas dia.
ADVERTISEMENT
"Lalu siapa yang mendapatkan keuntungan. Kita sepakat yang mendapatkan keuntungan haruslah masyarakat, itu bisa di treat. Bentuknya apa? Ya nanti (didiskusikan) dan yang ketiga adalah siapapun yang datang, pulang harus kesana mendapatkan pengalaman, pemahaman baru terkait dengan konservasi lingkungan," sambungnya.
Hal senada juga dipaparkan oleh Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta, Agus Setyarso.
Ia turut menyoroti keinginan investor seharusnya tak hanya memikirkan pembangunan beach club untuk pariwisata, tetapi juga wajib mematuhi prinsip dan aspek apa saja yang ada dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup itu.
Agus menuturkan pospek pengembangan pada ekosistem karst itu bisa saja dimanfaatkan sumber dayanya untuk pembangunan tempat wisata, lingkungan, pendidikan, kehutanan, perkebunan, dan juga jasa, asal tidak merusak kekayaan alam yang ada didalamnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya diminta saran maka subtainable green beach club (yang akan saya tawarkan). Blue dari laut dan green dari darat," kata Agus.
"Kalau ini kita bor, 10-15 meter, kita ketemu air bersih. Ketika dibor 60 meter 100 meter itu ketemu air laut. Jadi kalau beach club itu dibangun sembarangan tanpa melihat bagaimana struktur biologi muka air didalam tanah, begitu salah satu sumber bocor, air laut masuk, seluruh wilayah disini, sampai di luar pintu sana itu akan jadi asin," lanjut dia menjelaskan.
Sehingga menurut dia, tak hanya investor saja tetapi Pemerintah setempat juga jangan hanya mendorong masuknya investasi untuk menunjang perekonomian guna mengatasi masalah pengangguran tetapi juga melihat dampak berkelanjutan dari segala aspek termasuk lingkungan nya seperti apa.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai jika pembangunan diteruskan justru berpotensi menimbulkan bencana banjir, longsor, hingga kekeringan karena tidak adanya rencana yang matang dari riset tersebut.
"Setiap sektor atau setiap lembaga yang kerja disitu harus menyesuaikan diri dengan karakteristik landscape. Ketika itu diambil sebagai pembangunan berbasis sektor, dan kita bisa lihat bahwa pembangunan berbasis sektor yang selama ini, kita cermati, kita observasi selalu missing didalam hal harmonisasi, selalu missing di dalam hal koordinasi, selalu missing didalam hal integrasi, selalu missing didalam hal kolaborasi. Ini harus diperbaiki," kata dia.
"Jadi ditata, ditata dan ditata. Kenapa harus ditata? Karena ini adalah landscape karst yang rentan, rentan untuk kerusakan lingkungan," imbuhnya.
Sementara pemilik Green House Lelakisintal, Agung Nugroho tak menepis bahwa ada dampak positif yang luar biasa jika pembangunan beach club itu dilanjutkan. Hanya saja perlu dikaji lebih jauh pembangunan tersebut dan mempertimbangkan berbagai aspek lainnya termasuk peruntukan dan rencana tata ruang wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Agung sendiri selama ini ikut fokus mengembangkan bagaimana landscape pembangunan desa wisata di Gunungkidul ini tetap berjalan. Ia turut mengelola Greenhouse Lelakisintal dengan sistem 'Smart Agroforestry Approach' yang memanfaatkan keterbatasan air di wilayahnya.
"Kalau ada investor yang mau membangun ya bagi saya monggo tapi sesuai tata ruang. Tata ruangnya harus ada aturan aturan yang harus dilewati. Ada perizinannya, ada limbahnya nanti kemana. Nah ini salah satunya yang namanya pembangunan pasti merusak. Makanya saya menggembor observasi produktif, yang harus dilindungi, dijaga, tetap kita kawal. Tetapi untuk daerah pariwisata, silahkan dipakai. Karena untuk apa? Untuk memicu dari teman-teman UMKM supaya bisa hidup," pungkasnya.
(M Wulan