Refleksi 55 Tahun UAJY, Kala Nilai Humanis Jadi Fondasi Pendidikan Tinggi

Konten Media Partner
10 September 2020 19:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(dari kiri ke kanan) Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UAJY sebagai moderator acara, Agus Putranto; Pendiri sekaligus penggagas Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Liem Sioe Siet; Dosen Fakultas Teknik UAJY, Koesmargono; dalam talk show dies natalis 55 tahun UAJY, Rabu (9/9/2020). Foto: Ignatio Yoga Permana/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
(dari kiri ke kanan) Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UAJY sebagai moderator acara, Agus Putranto; Pendiri sekaligus penggagas Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Liem Sioe Siet; Dosen Fakultas Teknik UAJY, Koesmargono; dalam talk show dies natalis 55 tahun UAJY, Rabu (9/9/2020). Foto: Ignatio Yoga Permana/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Bagi manusia mungkin usia 55 tahun merupakan masa dimana manusia telah menjadi manusia dewasa secara matang. Namun berbeda bagi sebuah Universitas, mungkin usia 55 tahun ini masih terbilang usia yang sangat muda. Karena seperti yang diketahui bahwa sudah banyak berdiri Universitas di Dunia ini yang telah mencapai usia hingga ratusan tahun.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut juga disampaikan oleh Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Yoyong Arfiadi, bahwa UAJY pada 27 September 2020 akan memasuki usia ke-55 tahun. Ia mengatakan dengan usia ke-55 tahun UAJY ini dapat menjadi momen untuk terus merefleksikan nilai-nilai yang telah diberikan oleh pendiri dan penggagas UAJY sebagai pembelajaran penting ke masa depan yang lebih baik.
“Saya kira dalam usia 55 tahun ini, ada baiknya jika kami (Civitas UAJY) merefleksikan diri untuk melihat nilai-nilai yang kemudian harus kita laksanakan dari pendiri sekaligus penggagas Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ini sangat mungkin bagi kami semua dapat belajar dalam menghadapi tantangan-tantangan yang akan dihadapi,” tutur Yoyong dalam pembukaan talk show virtual Bincang-Bincang dengan Pendiri bertajuk “Menapaki Perjalanan UAJY dalam Harmoni dan Keberagaman” melalui kanal YouTube Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Rabu (09/09/2020).
ADVERTISEMENT
Pendiri sekaligus penggagas UAJY, A.J. Liem Sioe Siet, bercerita tentang momen awal saat ia akan mendirikan sebuah lembaga perguruan tinggi UAJY yang menghadapi dinamika cukup sulit. Ia membeberkan momen saat masa pembangunan setelah Indonesia merdeka, khususnya pada lembaga pendidikan, banyak dari sebagian Universitas terdahulu di Indonesia yang dimasuki oleh kaum politik dan kaum konglomerat.
Liem menambahkan bahwa dirinya saat itu pun memiliki cita-cita untuk membangun sebuah Universitas. Namun ia memiliki cara sendiri yang tidak ingin mendirikan Universitas di bawah naungan partai politik atau konglomerat atau kapitalis.
Pendiri sekaligus penggagas UAJY, A.J. Liem Sioe Siet, dalam talk show dies natalis 55 tahun UAJY, Rabu (9/9/2020). Foto: Ignatio Yoga Permana/Tugu Jogja
“Melihat hal tersebut saya maka saya tidak ingin fondasi sebuah pendidikan hancur karena kaum politik dan kaum kapitalis atau konglomerat. Saya memiliki cita-cita landasan sendiri dalam membangun Universitas yang berdasarkan pada kepemilikan masyarakat,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Hingga pada akhirnya Liem mengikuti retret ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia) yang saat itu ia masih berusia 28 tahun, dan berdiskusi dengan para senior di ISKA. Ia juga diangkat menjadi sekretaris di ISKA, dan pada suatu momen ia berkesempatan dalam menyampaikan sebuah gagasan cita-citanya dalam mendirikan Universitas milik masyarakat.
Dosen Fakultas Teknik UAJY, Koesmargono, mengatakan bahwa banyak anggapan UAJY ini dipandang sebagai sekolah yang hanya dimiliki oleh satu golongan tertentu. Ia menyebutkan bahwa anggapan tersebut keliru, karena di UAJY justru dikembangkan suatu nilai-nilai kemanusiaan (humanis) yang dijalankan untuk menerima seluruh perbedaan.
“Atma Jaya (Yogyakarta) itu betul-betul dikembangkan suatu nilai bahwa humanisme itu betul-betul dijalankan untuk menerima seluruh perbedaan. Baik itu RAS, golongan Agama, dan lain sebagainya,” kata Koesmargono.
ADVERTISEMENT
Koesmargono juga menjelaskan saat dirinya masuk sebagai anggota sivitas akademika UAJY tahun 1986, justru melihat adanya suatu ide-ide baru pada setiap kepemimpinan. Sehingga dengan lahirnya ide tersebut bahkan dapat memberikan perkembangan pendidikan di UAJY dan bagi pendidikan di seluruh Indonesia.
“Saya merasakan sekali kepemimpinan setiap rektor itu punya warna. Warna-warna itu menurut saya perlu diwariskan kepada generasi di seluruh Atma Jaya (Yogyakarta). Begitu Atma Jaya ini dipimpin oleh tiap kepemimpinan itu menghasilkan satu warna tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan pendidikan tinggi secara menyeluruh di Indonesia,” ungkapnya.
Ia juga mengharapkan ke depannya UAJY dapat mengembangkan sebuah sistem yang mengutamakan pada kualitas. Sehingga seluruh anggota civitas UAJY dapat menjalankan sistem atau aturan organisasi yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Liem juga berharap bahwa setiap personal civitas UAJY menanamkan gagasan dan cita-cita para pendiri. Ia juga sangat optimis akan masa depan UAJY yang terus dapat berkembang terutama menerapkan ekosistem Kampus humanis.
“Saya pesankan sekali lagi benar-benar, setiap personalnya yang ada di Atma Jaya (Yogyakarta) ini harus punya misi dan menerapkan cita-cita para pendiri. Personal yang berjiwa unggul, inklusif, humanis, dan berintegritas sehingga dapat menghasilkan kualitas hidup yang lebih baik. Intinya saya sampaikan, orang hidup itu akan menjadi sangat enak dengan kuncinya yaitu kejujuran, jujur itu adalah mengikuti suara hati,” tutup Liem. (Ignatio Yoga Permana)