Rumitnya Permasalahan Frekuensi Radio di Yogyakarta

Konten Media Partner
24 Agustus 2018 19:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Gangguan frekuensi masih banyak terjadi di wilayah DIY. Hingga tanggal 31 Juli 2018 ini, jenis gangguan yang terjadi di antaranya yang paling banyak adalah konsesi atau komunikasi untuk komersial yaitu sebanyak 16 gangguan.Gangguan frekuensi masih banyak terjadi di wilayah DIY. Hingga tanggal 31 Juli 2018 ini, jenis gangguan yang terjadi di antaranya yang paling banyak adalah konsesi atau komunikasi untuk komersial yaitu sebanyak 16 gangguan.
ADVERTISEMENT
Gangguan terhadap frekuensi yang biasa untuk penerbangan menjadi urutan nomor dua banyaknya yaitu sebanyak 3 kali, gangguan frekuensi seluler sebanyak 1 kali, Krap 1 kali dan BWA 1 kali. Hingga kini, Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Yogyakarta terus berusaha melakukan penertiban.
Tak hanya itu, frekuensi radio pancar sering mengalami gangguan akibat aktivitas komunikasi melalui Handy Talky oleh anggota masyarakat, seperti oleh relawan. Gangguan frekuensi radio pancar tersebut mulai banyak muncul ketika erupsi Merapi 2010 lalu.
Kepala Pemantauan dan Penertiban Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Yogyakarta, Singgih mengatakan, booming munculnya gangguan radio panggil tersebut terjadi ketika erupsi Merapi. Di mana saat itu banyak bantuan HT kepada relawan ataupun masyarakat di seputaran Merapi.
ADVERTISEMENT
"Sejak saat itu jumlah pengguna HT cukup banyak karena sebenarnya karena masyarakat ingin mengetahui informasi terkini terkait perkembangan Merapi,"ujarnya saat media breafing, Jum'at (24/8/2018).
Karena saat itu tidak ada kontrol maka volume gangguan radio pancar bertambah banyak. Terlebih, saat itu frekuensi relawan dishare ke publik sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkannya. Karena banyaknya pengguna di satu frekuensi maka terkadang pejabat yang berkepentingan justru tidak bisa menyampaikan informasi.
Tak hanya radio panggil yang mengganggu, gangguan lain adalah radio pancar yang diciptakan oleh masyarakat atau selama ini dikenal sebagai radio komunitas. Gangguan radio komunitas ini muncul karena jumlah kanal yang disediakan oleh pemerintah hanya tiga buah sementara peminatnya cukup banyak.
"Apalagi Yogya ini kota kreatif, banyak anak muda yang berkreasi menciptakan pemancar sendiri,"tambahnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Balai Monitoring Frekuensi Spektrum Radio Kelas I Yogyakarta, Edi Setiawan menuturkan sesuai dengan fungsinya maka pihaknya berupaya melakukan penertiban. Dari hasil penertiban diperoleh aktivitas penggunaan frekuensi yang dilaksanakan di dalam Kota 11 di antaranya proses ijin, lain-lain 22 buah. Sementara yang mendapat Surat Peringatan (SP) I ada 27 buah, SP II ada 11 buah dan yang telah selesai diproses ada 30 buah. Sementara di luar kota yang tengah memproses ijin 6 buah, lain-lain 46 buah, mendapatkan SP I 68 buah, SP II 9 buah dan selesai diproses 59 buah.
"Kami juga telah memproses sampai ke pengadilan sebanyak 4 radio komunitas. Satu di antaranya dengan vonis kurungan 6 bulan dan denda Rp 10 juta,"ungkapnya.(erl/pro)
ADVERTISEMENT