Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Saat Puluhan Guru Tangerang Belajar Bikin Siswa Betah Sekolah di Sleman
9 Januari 2019 15:14 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT

Suasana berbeda tampak mewarnai komplek Sekolah Dasar Negeri Karangmloko 2 dan
Sekolah Dasar Negeri Ngebelgede Kabupaten Sleman Rabu (9/1/2019) pagi 9.
ADVERTISEMENT
Pagi itu, sekolah tersebut kedatangan puluhan kepala sekolah serta guru se-Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang.
Para pengajar itu jauh-jauh datang ke Sleman demi melihat dari dekat bagaimana SD negeri pinggiran yang menjadi bagian komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan itu berproses dan berhasil membuat betah para siswanya belajar.
"Di kedua sekolah Sleman ini kami menemukan kultur sekolah yang tidak kaku, fleksibel serta ramah pada anak,"ujar pengawas sekolah Kecamatan Jayanti Tangerang, H. Afendi MPd.
Dalam penilaian para guru Tangerang itu, para murid di kedua SD itu benar benar dilibatkan dalam setiap aktivitas pembelajaran hingga pembuatan keputusan sekolah di tingkatan tertentu.
Pengajarannya di sekolah itu juga membuat betah siswa karena selalu menyelipkan konsep bermain. Diketahui dalam "play" atau permainan otak, anak akan tenang dan tidak panik, oksigen optimal menuju otak sehingga anak fokus sekaligus "joyful" dalam belajar.
Ketika pulang, anak tidak dibebani berjibun PR, bahkan ketika masuk kembali ke sekolah setelah libur, murid diminta menceritakan pengalaman selama liburan di kelas. Hal ini dapat memberikan ruang lebih luas bagi anak untuk bereksplorasi, berefleksi, bersosialisasi hingga bercengkerama dengan keluarga di rumah.
ADVERTISEMENT
Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Nur Rizal yang juga inisiator gerakan non profit 'Gerakan Sekolah Menyenangkan' menuturkan pembelajaran yang diterapkan SDN Karangmloko 2 dan Ngebelgede Kabupaten Sleman suasana belajarnya memang jauh dari kesan sekedar menggugurkan kewajiban atau tuntutan kurikulum.
"Konsep pembelajaran seperti ini akan menghidupkan rasa empati warga sekolah dan menurunkan angka bulying atau kekerasan seperti diungkapkan guru di kedua sekolah," ujarnya.
Padahal data Badan Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Anak (Unicef) menyebutkan, 1 dari 3 anak perempuan dan 1 dari 4 anak laki-laki di Indonesia mengalami kekerasan. Jadi anak perempuan lebih banyak mengalami kekerasan.
Rizal menuturkan kunjungan ini menegaskan bahwa mereka (para guru di akar rumput) sudah jenuh dengan tuntutan berkompetisi mengejar prestasi akademik ansih.
ADVERTISEMENT
"Mereka mulai memilih untuk berkolaborasi menciptakan ekosistem belajar yang menyenangkan, yang memenuhi kebutuhan anak sehingga membuat anak betah ketagihan di sekolah," katanya.
Dengan berkunjung, mereka dapat melihat langsung suasana kelas, keceriaan dan karakter siswa, dukungan orang tua untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif, aman dan menyenangkan.
Rizal menuturkan biasanya dalam kegiatan kunjungan, materi yang dipresentasikan banyak berkutat pada pencapaian sekolah tersebut seperti prestasi akademik, hasil akreditasi, kontes perlombaan robot, olimpiade hingga kekayaan kurikulum sampai jejaring internasional yang dimiliki.
Namun, nuansa berbeda dijumpai saat sekolah model GSM memaparkan sekolahnya. Mereka mendapatkan strategi penciptaan ekosistem, program pengelolaan perilaku (karakter) hingga metode pembelajaran yang membuat anak kasmaran belajar karena termotivasi dan percaya diri dengan masa depannya.
ADVERTISEMENT
"Semoga kunjungan ini dapat memantapkan guru atau stakeholder pendidikan dalam memahami pendekatan utuh GSM berbasis "whole school approach" dari mindset, ekosistem hingga strategi pedagogi," ujarnya.(atx/fra)