Konten Media Partner

Senjakala Perajin Perak Kotagede

18 November 2018 19:06 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Senjakala Perajin Perak Kotagede
zoom-in-whitePerbesar
Seorang perajin perak di Kotagede sedang menyelesaikan produk mereka. Foto: Erfanto Linangkung Kotagede, sebuah kawasan yang berada sisi tenggara pusat Kota Yogyakarta selama ini dikenal sebagai sentra kerajinan perak. Secara turun temurun, perak menjadi komoditas yang menentukan hajat hidup ribuan orang di wilayah strategis di masa kerajaan Mataram ini. Salah seorang perajin perak di Kotagede, sebut saja Priyo menceritakan perjalanan industri perak hingga menuju senja sekarang ini. Kotagede sudah memiliki kerajinan perak sejak abad ke-15. Kala itu, perak berkembang karena ide kreatif istri Gubernur Belanda yang masih menjajah tanah air. Sejak tahun 1930, industri kerajinan perak di wilayah ini terus bertahan dan sempat mengalami masa keemasan. Gelombang-gelombang krisis ekonomi datang menerpa para perajin perak wilayah ini. Tahun 1998, nilai tukar rupiah terpuruk dan krisis moneter melanda wilayah ini. "Karena rupiah melemah, harga bahan baku perak naik sangat drastis dari Rp 400 ribu menjadi Rp 3 juta," ujarnya, Minggu (18/11/2018). Kala itu, untuk perajin yang berorientasi ekspor memang mengalami jaman keemasan karena omset mereka mengalami lonjakan cukup drastis. Hanya saja, bagi perajin yang biasa menggarap pasar lokal merasakan pukulan sangat telak. Namun,  2008 krisis ekonomi melanda dunia dan memicu harga perak naik. Dengan demikian, eksportir kerajinan perak terpuruk. Hanya beberapa yang bertahan, termasuk dirinya yang juga merasakan dampaknya. "Awalnya saya punya 60 karyawan namun akibat krisis turun drastis dan sekarang jadi 20 orang," tambahnya. Kini kondisi yang sama juga nyaris terjadi di mana nilai tukar rupiah terhadap dollar juga mengalami pelemahan. Harga perak kembali mengalami kenaikan seiring dengan melemahnya rupiah. Seharusnya kali ini momen bagus karena mampu menengguk untung cukup banyak. Hanya saja, karena daya beli masyarakat kini belum pulih, maka usaha mereka tetap saja mengalami pertumbuhan negatif. Upaya pemerintah menolong perajin juga sudah dilakukan. Beberapa program mereka terapkan untuk mendongkrak kinerja perajin perak di wilayah ini. Namun ternyata perajin menilai program pemerintah sepertinya kurang tepat. Selama ini orientasi program pemerintah ada pada memberikan bantuan mesin atau peralatan. Seharusnya, pemerintah membantu para perajin untuk mendapatkan pembeli agar industri mereka tetap berjalan.  Hal senada juga diungkapkan oleh Pandit, pemilik Narti Silver. Usaha kerajinan perak kini mencoba bertahan di tengah serbuan kerajinan sejenis dari luar negeri. Selain itu, ia juga mengakui jika kondisi kerajinan perak tengah mengalami kelesuan yang cukup lama. "Perlu kebijakan yang berpihak kepada perajin agar bisa bertahan dan tetap tumbuh,"harapnya. (erl/fra)
ADVERTISEMENT