Konten Media Partner

Sikap Intoleransi Sekolah Viral, Disdikpora DIY Tindak Tegas

2 Maret 2018 22:31 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Isu intoleransi kembali muncul di Yogyakarta. Broadcast tentang perlakuan salah satu sekolah di kota pelajar ini, yakni SMAN 8 Yogyakarta yang mewajibkan seluruh siswa kelas X untuk mengikuti kemah pramuka saat libur perayaan hari raya keagamaan pada 30 Maret hingga 1 April 2018 mendatang viral di media sosial (medsos) selama dua hari terakhir. Padahal pada hari itu, siswa non muslim harus beribadah dalam rangkaian Tri Hari Suci Paskah.
Sikap Intoleransi Sekolah Viral, Disdikpora DIY Tindak Tegas
zoom-in-whitePerbesar
Dalam broadcast tersebut, seseorang yang mengaku punya keponakan yang bersekolah di SMA tersebut yang gusar karena tidak bisa beribadah di hari raya keagamaan karena wajib mengikuti kemah Pramuka.
ADVERTISEMENT
Guru agama sebenarnya sudah melakukan protes ke kepala sekolah namun tidak mendapatkan respon. Setelah ada desakan dari pihak luar, baru sekolah memajukan jadwal tersebut pada 16 sampai 18 Maret 2018. Namun ternyata tanggal 17 Maret juga merupakam perayaan hari raya keagamaan lain.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (kadisdikpora) DIY, Baskara Aji ketika dikonfirmasi Jumat (02/03/2018) membenarkan adanya kejadian tersebut. Aji mendapatkan laporan bila sekolah yang bersangkutan sudah memindahkan jadwal kemah pramuka. "Sudah digeser jadwalnya oleh sekolah," ujarnya.
Aji memastikan akan menindak tegas bila ada sekolah-sekolah yang melakukan tindakan intoleransi pada peserta didiknya.
Selain itu Disdikpora akan terus melaksanakan program pendidikan karakter. Pendidikan tersebut tidak hanya menyasar ke peserta didik namun juga guru dan kepala sekolah. Pendidikan tersebut salah satunya mengajarkan tentang toleransi dan pluralisme. "Pendidikan karakter kan tidak hanya buat siswa tapi juga penyelenggara dan pengelola," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Begini isi lengkap broadcast tersebut:
PELAJARAN DARI SMAN 8 KOTA JOGJA
Saya memiliki seorang keponakan yang sekolah di SMAN 8 Kota Jogja kelas 10. Dia beragama Katolik. Beberapa hari yang lalu mengalami kegusaran seperti yang dialami siswa beragama Nasrani lainnya termasuk orang tua mereka. Pangkal persoalannya adalah Kepala Sekolah mewajibkan seluruh siswa kelas 10 untuk mengikuti kemah Pramuka yang diadakan dari tanggal 30 Maret 2018 sampai dengan 1 April 2018.
Padahal tanggal-tanggal tersebut adalah pelaksanaan ibadah Tri Hari Suci Paskah bagi umat Katolik dan tanggal 30 Maret 2018 adalah hari libur nasional keagamaan. Ibadah Tri Hari Suci Paskah merupakan ibadah khusus yang tidak sama dengan ibadah hari Minggu biasa dan banyak siswa yang mendapat tugas di gereja masing-masing.
ADVERTISEMENT
Guru agama Katolik dan Kristen sudah menyampaikan protes kepada Kepala Sekolah, namun Kepala Sekolah tetap pada pendiriannya untuk melaksanakan kemah Pramuka tersebut. Mendapat informasi itu, saya langsung koordinasi dengan Mbak Esti Wijayati dan beliau langsung bergerak cepat. Awalnya Kepala Sekolah tetap bersikukuh pada keputusannya, namun hari ini keputusan tersebut telah diubah. Kemah Pramuka diundur pelaksanaannya menjadi tanggal 16 Maret 2018 sampai dengan 18 Maret 2018.
Tapi itu pun masih menimbulkan pertanyaan, bukankah tanggal 17 Maret 2018 adalah Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu dan merupakan hari libur nasional keagamaan? Saya belum tahu apakah ada siswa kelas 10 yang beragama Hindu di SMAN 8 Kota Jogja. Tapi apakah diperkenankan mengadakan kegiatan sekolah di saat hari libur nasional keagamaan?
ADVERTISEMENT
Apa yang terjadi di SMAN 8 Kota Jogja bagi saya adalah benih-benih praktek intoleransi di dunia pendidikan. Tak salah apabila Setara Institute dan Wahid Institute dalam beberapa tahun belakangan menempatkan Jogja di 10 besar kota-kota intoleran di Indonesia. Apakah kita akan diam saja?
#SalamGEMAYOMI #SalamPancasila #SalamIndonesia #LawanIntoleransi
(ves)