Soal Bandara Kulon Progo, Lurah: Warga Menolak Digusur karena Gengsi

Konten Media Partner
22 Juni 2018 10:57 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pemerintah Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, menyayangkan masih adanya warga yang menolak pembangunan bandara baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA), di wilayah mereka. Bahkan belasan warga yang menolak tersebut sampai saat ini masih tinggal di lokasi pembangunan bandara baru.
ADVERTISEMENT
PT Angkasa Pura I bersama dengan berbagai stake holder sebentar lagi akan melakukan pengosongan lahan. Pemerintah Desa Glagah berharap agar warganya bisa segera pindah dari lokasi Izin Penggunaan Lokasi (IPL) bandara baru tersebut tanpa menunggu upaya paksa nantinya.
Kepala Desa Glagah, Agus Pramono, mengungkapkan setidaknya masih ada 17 kepala keluarga di wilayahnya yang melakukan penolakan pembangunan bandara baru. Selain warga desa Glagah, masih ada 14 kepala keluarga dari Desa Palihan yang juga melakukan penolakan yang sama. Sekitar 31 kepala keluarga tersebut harus segera pindah dari tempat tinggal saat ini.
"Sesuai tahapan undang-undang terkait dengan pembangunan fasilitas publik, maka sekarang sebenarnya sudah upaya terakhir yaitu upaya paksa. Oleh karena itu, saya mengimbau warga agar segera meninggalkan tempat tinggal mereka dan mengambil uang konsinyasi ganti rugi atas lahan dan tempat tinggal mereka," tuturnya, Jumat (22/6).
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya sebenarnya sudah mereka lakukan agar warga tersebut bersedia pindah. Bahkan sejak tahun 2013 pihaknya sudah melakukan pendekatan agar warga merelakan lahannya untuk digunakan sebagai bandara baru. Namun sudah hampir lima tahun pendekatan, masih ada 17 warga yang menolak pembangunan bandara baru.
Awalnya, lanjut Agus, penolakan tersebut karena ada provokasi terhadap warga-warga tersebut. Provokasi dari pihak luar tersebut hingga saat ini masih berlangsung sehingga warga masih melakukan penolakan.
Jika pun nanti ada upaya paksa dari berbagai stake holder yang berkepentingan, pemerintah desa sudah tidak bisa berbuat banyak.
"Kami mendorong agar segera ada upaya pengosongan tersebut. Karena kami menyadari keberadaan bandara baru tersebut sangat penting sebagai pengganti bandara Adisutjipto yang kini sangat sibuk," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan terus mundurnya pengosongan lahan tersebut, ia enggan berkomentar karena bukan wewenangnya. Hanya saja ia mengungkapkan sebenarnya warga yang menolak tersebut sudah bersiap ketika akan ada pengosongan lahan.
Menurutnya, warga sudah ada yang membangun rumah di lokasi lain. Ada pula yang tinggal di tempat mertua ataupun mencari kontrakan.
Warga yang masih bertahan dan belum bersedia untuk pindah tersebut sebenarnya hanya dilatarbelakangi gengsi. Warga yang bertahan tersebut malu seandainya langsung bersedia pindah, dan gengsi mereka masih terjaga ketika pindah karena dipaksa. (erl)