Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Soal Kepemilikan Tanah di Yogyakarta, Suyitno: Tak Bertentangan dengan UU Agraria
27 Februari 2018 18:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Pakar Pertanahan Suyitno menilai Keberadaan Instruksi Wagub DIY 898/1975 tidak bertentangan dengan UU 5/1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UU PA). Pasalnya UU PA tidak mewajibkan seluruh warga Negara Indonesia (WNI) memiliki hak atas tanah dalam bentuk sertifikat hak milik (SHM).

ADVERTISEMENT
“Dalam UU PA memang tidak dijumpai perbedaan itu(tidak ada tulisan WNI pribumi dan non pribumi,). Namun dalam UU PA juga tidak dijelaskan setiap WNI harus diberi hak milik. Jadi bisa saja hanya hak pakai, hak milik, hak guna,” tegasnya beberapa hari lalu di Kantor Kepatihan Yogyakarta.
Ia menilai sah-sah dan tidak ada masalah jika Pemda DIY mengeluarkan instruksi tersebut. Diskriminasi yang selama ini digaungkan oleh sebagian warga Yogyakarta keturunan Tionghoa menurutnya adalah hal yang wajar dilakukan pemerintah. Tujuannya untuk melindungi masyarakat ekonomi lemah dari “kerakusan” para pemilik modal besar.

Sebab pada pasal 11 UU PA disebutkan pemerintah juga harus memperhatikan perlindungan terhadap kepentingan golongan masyarkaat ekonomi lemah.
ADVERTISEMENT
Apalagi sejarah menyebutkan instruksi Wagub dikeluarkan guna melindungi tanah warga dari pemilik modal besar. “Instruksi Wagub itu tujuannya melindungi lahan-lahan milik petani dari cukong bermodal besar. Jadi ya wajar (diskriminasi positif),” katanya.
Ia memandang pemerintah saat ini tak mencabut instruksi tersebut dikarenakan masih tingginya angka ketimpangan sosial di DIY. Gini ratio (angka ketimpangan) di DIY, menjadi yang tertinggi di Indonesia, yakni 0,44.
Satu suara, Sekda DIY Gatot Saptadi menilai UU PA tak mewajibkan negara memberikan status tanah dalam berbentuk hak milik (SHM).
Sebelumnya seorang warga Yogyakarta bernama Handoko menggugat Gubernur DIY dan Badan Pertanahan Negara (BPN) DIY atas peraturan kepemilikan tanah. Pria keturunan Tionghoa ini menilai Instruksi Wagub DIY yang dikeluarkan tahun 1975 bertentangan denga Undang- undang pokok agrarian (UU PA). Selain itu instruksi Wagub dinilai sarat mendiskriminasi kepemilikan tanah berdasarkan ras seseorang.
ADVERTISEMENT
Instruksi Wagub DIY No K 898/I/A/1975 secara garis besar mengatur soal kepemilikan tanah di wilayah DIY. Jika ada warga negara Indonesia (WNI) non pribumi yang membeli tanah dengan status hak milik (SHM) maka tanah tersebut akan berubah status menjadi hak guna atau hak pakai (HGB). Hal ini tidak berlaku bagi WNI pribumi. (cia)
foto: kratonjogja.id