Soal Slamet Non-Muslim, Sultan HB X Terbitkan Aturan Cegah Intoleransi

Konten Media Partner
5 April 2019 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Sultan Hamengku Buwono X. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sri Sultan Hamengku Buwono X. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menerbitkan instruksi gubernur tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial yang ditujukan kepada para bupati dan wali kota se-DIY. Menurut Sekretaris Daerah DIY, Gatot Saptadi, instruksi bernomor 1/instr/2019 itu berlaku sejak Kamis, (4/4).
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut diberlakukan menyusul kasus diskriminasi agama yang melibatkan seorang non-muslim, Slamet, yang hendak mengontrak rumah di Dusun Karet, Bantul, namun dilarang oleh pengurus dusun karena beda agama.
"Atas peristiwa di Bantul itu pemerintah DIY menyesalkan dan mengantisipasi hal itu tak terulang," ujar Gatot dalam konferensi pers, Jumat (5/4).
Slamet Jumiarto, warga non-muslim yang ditolak tinggal di Padukuhan Karet RT 8, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
Gatot menuturkan, Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X, tak mau peristiwa Dusun Karet Bantul itu terulang. Lewat instruksi gubernur meminta para bupati dan wali kota menjalankan delapan poin ketentuan antara lain:
Pertama, melakukan pembinaan dan pengawasan dalam rangka mewujudkan kebebasan beragama dan beribadah menurut agama dan keyakinannya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan dan bertempat tinggal.
Kedua, melakukan upaya pencegahan praktik diskriminasi dan menjunjung tinggi sikap saling menghormati serta menjaga kerukunan hidup beragama dan aliran kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, melakukan upaya pencegahan dengan merespon secara cepat dan tepat semua permasalahan di dalam masyarakat yang berpotensi konflik sosial, guna mencegah lebih dini tindak kekerasan.
Keempat, meningkatkan efektivitas pencegahan potensi intoleran dan atau potensi konflik sosial secara terpadu sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundangan.
Kelima, mengambil langkah cepat, tepat, tegas, dan proporsional berdasarkan peraturan perundangan untuk menghormati nilai hak-hak asasi manusia untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat intoleran dan atau potensi konflik sosial.
Keenam, menyelesaikan berbagai permasalahan yang disebabkan oleh suku, agama, ras, antar golongan (SARA) dan politik yang timbul dalam masyarakat dengan menguraikan dan menuntaskan akar masalahnya.
Ketujuh, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanganan konflik social sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur DIY nomor 107 tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Sosial kepada organisasi perangkat daerah, kepala desa, sampai dengan masyarakat di lingkungan kabupaten/kota.
ADVERTISEMENT
Kedelapan, segala bentuk keputusan atau kebijakan agar disesuaikan dengan instruksi gubernur ini. (atx/adn)