Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Belum Jelas, Status Kepemilikan Rumah Dome Bikin Bingung Warga
18 Maret 2018 23:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Desa Wisata Rumah Dome adalah sebuah kompleks 'perumahan' dengan bentuk rumah setengah bola bumi. Kompleks Rumah Dome ini awalnya memang bangunan yang didirikan oleh lembaga donatur untuk membantu korban bencana gempa bumi tahun 2006 yang lalu. Namun sejak tahun 2009, kompleks perumahan Rumah Dome ini berubah menjadi desa wisata.

ADVERTISEMENT
Rumah Dome dibangun sejak tahun 2007 atau setahun setelah gempa 2006. Komplek rumah ini merupakan tempat relokasi 71 Kepala Keluarga dari Kampung Nglepen, Dusun Sengir. Akibat gempa bumi yang berpusat di Kabupaten Bantul, 71 Kepala Keluarga di Kampung Nglepen kehilangan tempat tinggal.
Tujuan awal pendirian kompleks Rumah Dome ini memang untuk tempat relokasi korban gempa yaitu dengan menggunakan tanah kas desa. Tanah kas desa kala itu sengaja dipilih mengingat proses perizinan dan penggunaan lahannya lebih mudah dan murah ketimbang lahan pribadi. Namun belakangan penggunaan lahan tersebut sedikit menjadi persoalan di warga.
Humas dan Marketing Desa Wisata Rumah Dome Sukiran kepada kumparan.com/tugujogja di kompleks rumah dome, Minggu (18/3/2018) mengungkapkan meskipun sudah hampir 12 tahun mendiami kompleks rumah Dome, namun karena yang digunakan adalah tanah kas desa, warga memang harus membayar uang sewa. Dalam setahun, untuk menempati area 2,5 hektar tersebut warga harus membayar uang sewa sebesar Rp 11,4 juta.
ADVERTISEMENT
Harga tersebut sebenarnya cukup murah untuk sewa lahan dibanding sewa lahan normal milik pribadi. Hanya saja, warga mengaku bingung karena sampai sekarang status penggunaan lahan tersebut belum jelas. Jika disebut sewa, sampai saat ini warga belum juga mengantongi surat menyurat hitam di atas putih terkait sewa. "Kalau Hak Guna Bangunan, sekarang juga belum ada surat-surat atau sertifikatnya," tuturnya.
Tak hanya itu, warga juga belum mengetahui akan sampai kapan urusan sewa menyewa tersebut diperkenankan. Sebab sampai saat ini memang belum ada pertemuan ataupun penjelasan secara khusus terkait tempat tersebut. Kendati demikian, warga tetap menginginkan untuk tinggal secara permanen di kompleks rumah Dome ini.
Selain status tanah yang sampai sekarang juga belum ada kejelasan, persoalan lain yang muncul adalah konsep pengembangan kawasan tersebut. Sepengetahuan warga, Kompleks Rumah Dome memang belum memiliki rancangan khusus untuk pengembangan kawasan. Sehingga persoalan muncul ketika warga yang asli mendapatkan 'hak' bantuan memiliki bangunan Rumah Dome memiliki anak yang kemudian menikah. "Tidak mungkin anak dan menantu tinggal serumah dengan orangtua, karena rumah ini ukurannya kecil," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, seringkali orangtua harus mengalah dan rumah Dome hak mereka digunakan tempat tinggal untuk anaknya yang sudah menikah tersebut. Sementara orangtua memilih untuk membangun rumah di tempat lain meskipun dibangun dengan seadanya. Sebenarnya untuk membangun rumah dengan konsep Rumah Eskimo tersebut, warga sudah mampu secara tehnologi. Hanya saja, di kawasan itu tidak ada lahan yang kosong. (erl)