Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Tangan Tak Sempurna, Wanita di Gunungkidul Ini Lihai Melukis di Atas Kanvas
26 Januari 2021 15:42 WIB

ADVERTISEMENT
Puji Lestari seorang wanita, warga Padukuhan Kayu Balung, Kalurahan Girisekar Kapanewonan Panggang Gunungkidul ini patut mendapat acungan jempol dan harus dicontoh. Meskipun memiliki keterbatasan fisik di mana kedua tangannya tak ada telapak tangan, namun ia tetap mampu menjalankan berbagai pekerjaan rumah tangga tanpa bantuan orang lain.
ADVERTISEMENT
Wanita kelahiran 12 September 1997 ini bahkan mengekspresikan perasaannya ke kain kanvas. Lukisan beraliran ekspresif telah ia hasilkan meskipun belum ada kolektor yang berminat membeli hasil karyanya.
Meskipun kedua lengannya tak sempurna karena ia tak memiliki telapak tangan, wanita ini berusaha keras untuk menggoreskan cat akrilik ke atas kanvas. Untuk menggoyangkan ujung kuas berbalur cat akrilik ke kain kanvas ia harus menggabungkan kedua lengan tangannya agar kuasnya tidak lepas.
"Ya saya harus menjepitnya dengan kedua lengan ini biar bisa menggambar,"ujar Puji.
Kendala terbesar untuk melukis adalah keduanya lengannya cepat lelah ketika menggoyangkan kuas, selain itu punggungnya juga sering tidak bisa diajak berkompromi. Karena itu, untuk menghasilkan sebuah lukisan ukuran 40x50 cm, ia menghabiskan waktu sekitar 5 hari.
ADVERTISEMENT
Ketika ia sudah lelah menggunakan kedua lengannya, Puji lantas melukis menggunakan kaki. Karena ia mengaku bersyukur tangan dan kakinya memiliki kemampuan sama baiknya untuk mengerjakan sesuatu, termasuk melukis.
Wanita ini hanya bisa melukis ketika waktunya senggang. Karena selain melukis wanita ini juga harus mengurus puteri semata wayangnya yang berumur 5 tahun dan juga melayani suaminya. Ketika senggang ia meminta saudaranya untuk mengantarkannya ke rumah guru lukisnya di Padukuhan Bali yang jaraknya sekitar 500 meter.
Mengekspresikan diri di atas kain kanvas ia lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Luar Biasa (SLB). Melalui mentornya, Iwan Setiyawan (42), wanita ini belajar keras mampu melukis di atas kanvas sejak SLB. Meski sempat berhenti karena menikah selepas lulus SLB, ia kembali giat melukis dalam setahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Tiga lukisan berhasil ia selesaikan di masa pandemi COVID-19. Kendala biaya untuk membeli bahan melukis juga menjadi halangan dirinya untuk berekspresi. Meskipun hobi, namun ia tidak ingin mengganggu uang belanja yang diberikan oleh suaminya. Ia tetap tidak ingin suaminya yang berjualan Bakwan Kawi keliling terbebani karena hobinya tersebut.
"Saya sering dibantu peralatan lukis oleh temen-temen perupa yang lebih senior dari saya,"ungkap Puji.
Wanita ini terus bermimpi untuk berkarya yang lebih baik lagi dan berharap suatu saat nanti ada pecinta seni lukis ataupun kolektor lukisan yang berminat membeli hasil karyanya tersebut. Puji mengaku memiliki cita-cita untuk membangun sebuah rumah kecil dari hasil ia melukis.
"Besok sudah ada yang mengajak saya untuk ikut pameran lukisan,"tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini Puji mengaku masih kesulitan untuk campur warna sehingga menghasilkan warna baru sesuai dengan keinginan dirinya. Tak hanya itu, ia juga merasa kesulitan ketika harus membuat sket lukisan sebelum dituang cat di atas kanvas.
Tak hanya, melukis berbagai pekerjaan rumah tangga pun ia lakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Meskipun tangannya tidak sempurna namun ia cukup mahir untuk mencuci pakaian seluruh keluarganya memasak untuk suami dan anaknya hingga mengoperasikan handphonenya.
Iwan, Sang Mentor melukis mengaku awalnya berkenalan dengan Puji karena dirinya merupakan salah satu guru mata pelajaran ekstra kurikuler dari SLB tersebut. Beberapa kali lukisan yang dihasilkan oleh Puji memang cukup menarik bagi dirinya.
Hingga akhirnya ia sempat tidak berkomunikasi lagi dengan Puji karena muridnya tersebut lulus SLB dan langsung memutuskan untuk menikah. Dan baru setahun ini pula, ia mengajak Puji untuk belajar melukis di rumahnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau senggang diantar tetangganya ke sini dengan motor. Karena di rumahnya tidak ada motor,"terangnya.
Perlahan-lahan ia mulai mengajar Puji bagaimana mengkomposisikan campuran cat untuk menghasilkan warna. Meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama namun perlahan-lahan kemampuan uji untuk melukis semakin meningkat.
Tak Direstui Calon Mertua Hingga Objek Bully-an Sering Dialami Oleh Puji
Saat ini dirinya telah memiliki seorang anak berumur 5 tahun buah pernikahannya dengan Budi Siswanto seorang pedagang Bakwan Kawi keliling yang sering lewat di depan rumahnya. Keduanya mengaku saling jatuh hati karena sering bertemu
Namun ternyata perjalanan asmara yang tidak semulus seperti yang orang lain pada umumnya. Hasrat kedua insan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang lebih serius sempat oleh orang tua dari calon suaminya. Kedua orangtua Budi tak setuju jika menikahi Puji yang anggota tubuhnya tidak sempurna.
ADVERTISEMENT
Orang tua suaminya sempat menentang asmara dirinya karena keterbatasan fisiknya tersebut. Kedua orangtua suaminya mungkin heran mengapa anaknya tidak memilih wanita pujaan dari wanita lain yang normal. Karena sempat tidak direstui orangtua suaminya, maka keduanya harus berpacaran cukup lama.
"Saya pacaran sama dia lima tahun sebelum menikah. Hingga akhirnya orangtua pacar saya dulu menyetujui untuk menikah,"kenangnya.
Tak hanya karena keterbatasan fisik yang ia miliki juga menjadikan dirinya menjadi bahan bully-an sejak kecil. Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar Puji mengaku sering diejek oleh teman-teman sekelasnya. Hal itu sempat membuat mentalnya down dan mengurung diri di dalam kamar.
Semangatnya untuk terus berjuang kembali muncul ketika dirinya berada di asrama Yakkum di Pakem Kabupaten Sleman tahun 2007 yang lalu. Di Yayasan tersebut kepercayaannya mulai muncul setelah melihat masih banyak teman-teman yang lain yang memiliki nasib lebih buruk dari dirinya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya dirinya bahkan anaknya yang masih kecil dan tumbuh normal pun sering mendapat ejekan bermain yang lebih besar dari anaknya. Tak jarang anaknya mendapat pertanyaan apakah malu memiliki ibu yang tidak sempurna seperti diri.
"Saya terkadang sedih. Mengapa anak yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa juga di bully,"ujarnya sembari berkaca-kaca.