Konten Media Partner

Tanggapi Film Dirty Vote, Haedar Nashir: Jangan Jadikan Patokan

14 Februari 2024 18:52 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir usai nyoblos. FOto: M Wulan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir usai nyoblos. FOto: M Wulan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Film Dirty Vote yang belum lama ini tayang di YouTube pada 11 Februari lalu masih ramai diperbincangkan publik. Film berdurasi 117 menit ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara yang mengungkap apa yang mereka sebut sebagai kecurangan dalam proses pemilihan Presiden tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal terdekat, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta kepada masyarakat agar tidak menjadikan film Dirty Vote sebagai satu-satunya sumber dalam mengambil keputusan untuk menilai keseluruhan pelaksanaan Pemilu 2024.
Sebaran-sebaran informasi yang disuguhkan dalam film tersebut harus ditelaah dengan bijak.
"Sebaran-sebaran informasi semuanya harus dicerna dan jangan diterima secara mutlak bahwa itu benar atau sebaliknya bahwa itu salah. Bangsa yang maju, bangsa yang cerdas adalah yang pandai memilih informasi entah itu film atau apapun secara cerdas, kritis, dan bertanggungjawab," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir usai pencoblosan di TPS 12, Dusun Rukeman, Kalurahan Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Bantul, Rabu (14/02/2024).
Menurut dia, di era keterbukaan informasi saat ini, begitu banyak narasi dan opini yang bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, masyarakat sudah seharusnya bijak menanggapi nya apalagi film tersebut mengungkap sejumlah kecurangan yang diduga terjadi selama proses demokrasi kali ini yang dinilai beberapa pihak sebagai upaya oportunis merusak di masa tenang kampanye.
"Semuanya kita harapkan sebagai bagian dari proses berdemokrasi. Jangan hanya karena satu dan dua informasi, narasi dan opini kemudian kita lalu memunculkan sikap saling curiga, saling hujat, saling prasangka buruk. Bahkan juga membuat kita retak sebagai bangsa," pungkasnya.
(M Wulan)