Konten Media Partner

Terima Gelar Doktor Honoris Causa dari UNY, Ini Pidato Sultan HB X

5 September 2019 12:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwana X, saat menyampaikan orasi ilmiah di UNY, Kamis (5/9/2019). Foto: atx.
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwana X, saat menyampaikan orasi ilmiah di UNY, Kamis (5/9/2019). Foto: atx.
ADVERTISEMENT
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menerima gelar Doktor Honoris Causa (HC) di Bidang Manajemen Pendidikan Karakter berbasis Budaya, dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Auditorium UNY, Kamis (5/9/2019). Dalam kesempatan itu, Sultan menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul 'Pendidikan Karakter Berbasis Budaya'.
ADVERTISEMENT
Mengawali orasinya, Sultan mengungkapkan momentum Rapat Penganugerahan Dr HC oleh Unversitas Negeri Yogyakarta ini diagendakan bertepatan dengan hari Peringatan Ke-74 Amanat, 5 September 1945 yang menjadi titik awal bergabungnya Yogyakarta ke pangkuan Republik Indonesia.
“Dokumen bersejarah tertulis dengan tinta emas di Masa “Republik Yogya” yang patut kita kenang dan hargai oleh seluruh bangsa Indonesia,” ujarnya.
Sultan mengatakan memilih topik ini, dengan segala kerendahan hati Promovendus tidak bermaksud untuk dihadap-hadapkan pada Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Dimana pelaksanaannya menggunakan pendekatan kurikulum berbasis luas. Pendekatan ini memprasyaratkan adanya ekosistem pendidikan yang baik, yaitu integrasi dan sinergi tiga lingkungan belajar: keluarga, sekolah dan masyarakat. Agaknya mencoba bersandar pada konsep Ki Hadjar Dewantara tentang TriSentra Pendidikan.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, ujar Sultan, ketika akan mengajarkan outsourcing input sebagai bahan masukan Program PPK, konsekuensinya, TNI/Polri, BNN, Kejaksaaan, BNPB, KONI, PSSI, seniman dan pekerja seni, KPK sekalipun, semuanya terlebih dulu harus paham ilmu pendidikan (pedagogik) dan budaya lokal berikut primordialisme yang ditabukan.
“Untuk bisa memiliki password masuk ke jagat pendidikan, tidak serta-merta “diterjunkan bebas” hanya dengan pembekalan saja. Ibaratnya “necessity but not sufficient enough”” kata Sultan.
Dengan judul Pendidikan Karkater Berbasis Budaya Sultan juga menegaskan tidak juga berarti dalam pelaksanaannya membangun etno-sentris yang chauvinistis pada primordialisme lokal etnik tertentu. “Sama sekali tidak! Tetapi sebaliknya untuk pengkayaan pendidikan karakter dengan memasukkan revitalisasi materi kearifan budaya dari beragam etnik dengan nilai-nilai baru yang baik dan relevan dengan perkembangan masa kini,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sultan mengatakan sesungguhnya substansi paparan ini pun juga semacam broad-based education, bahkan broad-based curricculum, dengan mamasukkan materi lokal, sehingga ekosistemnya pun menjadi lebih luas dan merata ke seantero Nusantara dengan karakteristik budaya khasnya masing-masing.
“Semuanya yang datang dari luar harus menyumbang racikan “bumbu-bumbu” awal yang akan memperkaya penyedap “rasa” pendidikan karakter. Realisasinya harus dihindari, misalnya, jangan lagi mendidik disiplin kaku. Kalau demikian halnya, bisa-bisa mematikan daya kritisi subjek didik. Hasilnya sudah bisa dibayangkan, seperti yang masih saja sering terjadi dalam pelaksanaan Opsek siswa baru SLTP/SLTA atau bahkan di tingkat mahasiswa yang “dihukum” dengan melampaui kadar kepantasan adat ketimuran,” kata dia.
Rektor UNY, Sutrisna Wibawa, menegaskan pihaknya berkomitmen menjunjung tinggi etika akademik, moral, budaya, dan agama. Komitmen ini untuk menjadikan UNY sebagai kampus terdepan dalam pendidikan karakter dan sebagai jawaban krisis jati diri bangsa.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, sejak tahun 1998, pertama kali Sultan dilantik, Sri Sultan sudah fokus pada pengembangan karakter berbasis budaya. Kiprahnya telah tercatat di ribuan makalah, pidato dan beberapa buku berkaitan berkaitan dengan pendidikan karakter.
”Lahirnya Kurikulum Berbasis Budaya melalui Dinas Pendidikan Provinsi DIY, berdirinya Akademi Komunitas, munculnya desa-desa budaya dan para pendampingnya, pemberian penghargaan seni dan budaya secara periodik kepada seniman dan budayawan DIY, dan berbagai macam aktivitas seni budaya lain yang tak terhitung jumlahnya di DIY, semuanya menunjukkan bahwa selaku Gubernur DIY, Sri Sultan HB X tidak hanya bernarasi tentang pentingnya budaya sebagai basis pendidikan karakter, tetapi melaksanakannya,” tandas Sutrisna. (atx/adn)