Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten Media Partner
Tradisi Minum Teh ala Keraton Yogyakarta di Jam 6 dan 11
15 Desember 2019 19:41 WIB

ADVERTISEMENT
Keraton Yogyakarta menyimpan berbagai macam tradisi dan upacara yang unik dan sarat akan makna. Sebut saja salah satunya adalah rutinitas untuk minum teh di pagi hari pukul 6 dan siang hari pukul 11.
ADVERTISEMENT
Menurut informasi yang dihumpun dari website resmi Keraton Yogyakarta, rutinitas minum teh pada awalnya adalah tradisi upacara minum teh harian yang dilakukan oleh sultan terdahulu. Namun, terjadi perubahan pada masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Tak hanya bertahta sebagai Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB IX juga merupakan pejabat nasional. Tugas yang diemban ini membuat Sultan HB IX lebih banyak menetap di Jakarta. Alhasil, penyajian teh tetap dilakukan tiap hari. Teh akan dibawa dan diletakkan di Gedhong Prabayekso. Walau pun tak ada Sultan HB IX, teh tersebut didiamkan dan akan diambil kembali untuk diganti pada jadwal penyajian minum berikutnya.
Setiap hari, menjelang pukul 06.00 dan 11.00, akan ada iringan kecil dari lima orang Abdi Dalem Perempuan dari Gedhong Patehan. Gedung ini terletak di sisi selatan Plataran Kedhaton Keraton Yogyakarta. Dari sinilah, para Abdi Dalem bertugas menyiapkan minuman untuk keperluan Keraton Yogyakarta, termasuk untuk rutinitas minum teh. Gedhong Patehan ini dipimpin oleh KRT Danukusumo, Cucu Hamengku Buwono VIII.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, bangunan ini tidak terbuka untuk umum. Pengunjung hanya bisa melihat sekilas aktivitas di dalam bangunan ini lewat pintu yang terbuka di belakang gedung. Gehdong Patehan letaknya berdekatan dengan Bangsal Manis, tempat Sultan menyelenggarakan perjamuan formal ala Eropa.
Menurut ensiklopedi Keraton Yogyakarta, terdapat 2 tempat untuk menyediakan minuman bagi Sultan dan tamunya. Jika minuman tersebut mengandung alkohol, maka disiapkan di Gedhong Sarangbaya, dan jika minuman tidak mengandung alkohol, maka disiapkan di Gedhong Patehan.
Proses pembuatan teh pun tidak sembarangan. Air yang digunakan berasal dari sumur Nyai Jalatunda dan dimasak dalam ceret tembaga. Dipercaya, tembaga mampu menetralkan air dan mampu menolak bala (nasib buruk).
Selanjutnya, air yang matang akan digunakan untuk membuat dekokan teh dengan tekstur yang sangat kental. Dekokan didiamkan selama 30 menit tanpa diaduk. Lalu, dekokan akan dipindahkan ke teko khusus untuk raja dan sisanya diberikan pada Abdi Dalem yang bertugas sebagai pencicip.
Tak hanya menyajikan teh saja, ada beberapa set yang turut disajikan saat rutinitas ini dilakukan. Kelima abdi dalem yang beriringan keluar dari Gedhong Patehan punya tugasnya masing-masing. Ada yang membawa satu set perlengkapan minum (rampadan) teh, satu set perlengkapan minum kopi, teko untuk air panas, dan teko khusus air mineral (klemuk). Penyajiannya pun tak sederhana. Untuk mendapatkan teh yang berkualitas, teh tersebut tidak boleh diaduk saat proses penyeduhan.
ADVERTISEMENT