Konten Media Partner

UAJY Nilai Pendidikan Penting untuk Atasi Masalah Sosial

5 September 2022 16:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dosen UAJY, Yohanes Argo Twikromo (tengah) saat menjelaskan tentang pentingnya pendidikan untuk Atasi Perampasan Modernitas, Senin (5/9/2022). Foto: Maria Wulan/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Dosen UAJY, Yohanes Argo Twikromo (tengah) saat menjelaskan tentang pentingnya pendidikan untuk Atasi Perampasan Modernitas, Senin (5/9/2022). Foto: Maria Wulan/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Pendidikan jadi salah satu hal penting untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan sosial. Salah satunya adalah permasalahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Perampasan modernitas oleh berbagai golongan elite masih kerap terjadi di masyarakat kecil, salah satunya wilayah Indonesia bagian Timur, Sumba, NTT.
ADVERTISEMENT
Dalam budaya Sumba, masyarakat dibagi menjadi tiga kasta yaitu kaum maramba (bangsawan), kalangan kabihu (orang bebas), dan golongan ata (golongan terbawah). Jika dilihat secara sosial ekonomi, kalangan ata selalu menjadi hamba atau budak bagi kalangan maramba.
"Saya justru melihat dari bawah bagaimana masyarakat lokal dan juga elite-elite itu berstrategi atau bermanipulasi cerdas. Karena manipulasi itu bisa positif bisa negatif," kata Dosen UAJY, Yohanes Argo Twikromo, Senin (5/9/2022).
Dosen sekaligus Penulis Buku Berjudul 'Elite Lokal dan Perampasan Modernitas Kasus di Sumba' itu menilai akses pendidikan menjadi salah satu poin penting yang harus dimiliki guna mengatasi persoalan sosial yang terjadi di masyarakat.
Banyak kalangan ata yang belum mendapatkan identitas kependudukan sehingga hal ini membuat mereka kerap tak terlayani dari segi hak-hak dasarnya, seperti pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu, Argo mengajak masyarakat untuk dapat merefleksikan bahwa tidak hanya di wilayah Sumba, di wilayah manapun tentu juga terjadi hal seperti itu.
ADVERTISEMENT
”Ketika kita mempertahankan struktur tradisional ini akan menguntungkan golongan-golongan tertentu. Tetapi sebaliknya, kita ikut modernitas ini justru bisa terjebak oleh penguasa-penguasa modernitas ataupun tradisi," ujar Argo.
"Saya menyampaikan bahwa ada di belahan Indonesia tertentu, ada kehidupan masyarakat yang seperti itu. Tetapi juga ini bahan refleksi bagi kita semua, barangkali di tempat kita juga ada. Karena yang namanya relasi Ata dan Maramba itukan sangat terkait dengan Patron Klien," lanjutnya.
Lebih lanjut, Romo Matius Mali mengatakan perampasan modernitas terjadi karena elite masyarakat di sana selalu menghalangi kelompok ata agar tetap terkungkung dalam golongan masyarakat ata, miskin, tidak memiliki akses sehingga tidak bisa berinteraksi dengan dunia luar.
"Karena elite masyarakat di sana menghalang-halanginya dengan dalil sosio kultural yang ditimpakan pada sekelompok orang yang disadvantage (dirugikan)," ungkap Romo Matius Mali saat membedah buku tersebut.
ADVERTISEMENT
Romo Matius juga memberikan usulan terkait perubahan yang dapat dilakukan yakni dengan mengadakan akses pendidikan, mempekerjakan para hamba pada lembaga Gereja atau sosial tertentu agar mereka bisa keluar, menggalakkan tekanan sosial, hingga mengaktifkan peran dari negara dan juga kelas menengah agar menolong percepatan perubahan.
"Agar masyarakat (elite) juga sadar orang juga mengerti bahwa hak martabat masyarakat hamba sedang diinjak olehnya, dan di sisi lain membangun kesadaran diri para hamba (ata) itu sebagai tau ata. Perubahan-perubahan itu sangat mungkin peluangnya cukup besar karena masyarakat Sumba Timur terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil," pungkas Romo Matius Mali.
Untuk diketahui, buku ini ditulis oleh Yohanes Argo Twikromo dengan melakukan penelitian di salah satu daerah Sumba Timur.
ADVERTISEMENT
Rektor UAJY, Yoyong Arfiadi mengatakan akan selalu mendukung kegiatan penelitian lainnya guna memajukan institusi.
"Penelitian dan pengabdian di dunia pendidikan, tentunya ini harus menjadi perhatian kita. Saya kira kegiatan-kegiatan ini sangat bagus, kita dukung dan tidak hanya (diadakan saat) Dies, mungkin bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan ini sehingga atmosfir akademi dapat kita jaga," ujar Yoyong. (Maria Wulan)