Veteran soal Anak Muda: Zaman Dulu dan Sekarang Beda

Konten Media Partner
10 Agustus 2019 11:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Veteran Wanita, Djoewariyah Soehardi. Foto: Birgita.
zoom-in-whitePerbesar
Veteran Wanita, Djoewariyah Soehardi. Foto: Birgita.
ADVERTISEMENT
Perbedaan era membuat banyak sekali perubahan perilaku generasi muda. Berbeda dengan generasi muda sekarang, di era penjajahan, remaja tak punya waktu untuk melakukan hal aneh-aneh. Pikiran mereka hanya satu, menyingsikan lengan baju dan ikut memperjuangkan kemerdekaan atau diam saja di pengungsian. Rupanya dulu banyak sekaki anak muda yang memberanikan diri ikut berperang. Rata-rata usianya masih belia namun keberanian dan semangat mereka begitu luar biasa.
ADVERTISEMENT
Djoewariyah Soehardi salah satu dari veteran yang dulu saat usianya masih 15 tahun ikut berperang. Dia mengatakan dulu tak seperti anak-anak muda zaman sekarang.
"Dulu sama sekarang ya lain. Lha kalau sekarang ini perasaan saya kalau yang anak-anak zaman dulu itu 15 tahun pikirannya sudah seperti dewasa. Kalau sekarang sepertinya masih anak-anak sekali" kata Djoewariyah ketika ditemui di kediamannya di Pakelrejo, Umbulharjo, Jumat (9/8/2019).
Dia mengaku miris melihat perubahan yang terjadi pada sebagian anak muda saat ini. Nilai-nilai yang diajarkan cenderung luntur bahkan mereka abai dan asik dengan dunianya sendiri.
"Anak-anak zaman sekarang asik sama hpnya, dolan (bermain), yang-yangan (pacaran). Dulu kami nggak mikir gitu. Mana berani" ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Djoewariyah mengaku yang saat itu anak muda pikirkan hanyalah keselamatan saat berada di medan perang. Di usia yang sudah remaja bahkan tak berpikir lirik-lirik lawan jenis atau bahkan menghabiskan waktu surat-suratan memadu kasih. Mereka malah harus berkutat dengan bagiannya masing-masing. Yang laki-laki dengan rencana penyerangan dan menyelamatkan warga. Sementara yang perempuan membantu memasak dan juga merawat.
Namun tak melulu mereka memikirkan soal perang. Ada kalanya saat senggang mereka akan bersantai. Teman-teman dari Palang Merah biasanya akan berkumpul dengan yang tergabung di pasukan Tentara Pelajar (TP). Di kala senggang yang laki-laki akan bermain gitar sambil melantunkan lagu-lagu nasional.
"Biasanya anak TP nggabung sama kami. Sering-sering mereka gitaran. Kadang gojek (bercanda) 'sesuk nek wis aman kowe tak pek' (besok kalau sudah aman kamu jadi milikku)" kenang Djoewariyah sambil tertawa menceritakan pengalamannya dulu.
ADVERTISEMENT
Saat itu, meskipun laki-laki dan perempuan di usianya menjadi satu, tak pernah ada pikiran kotor. Dia mengaku heran dengan anak zaman sekarang saat lawan jenis sudah jadi satu akan timbul piliran negatif. Di masa itu, ada perasaan saling menghormati dan menjaga lawan jenis.
"Dulu kami sama laki-laki mandi di kali bersama. Perempuan cuma kutangan saja nggak ada laki-laki berani lirik. Mereka malah mengerti. Bahkan kami tidur bersama jadi satu ya nggak ada itu yang njawil-njawil (menyentuh)" kata dia.
Veteran Wanita, Djoewariyah Soehardi. Foto: Birgita.
Anak Muda Jangan Lupa Sejarah
Sering sekali Djoewariyah menjumpai anak muda di era ini yang abai pada sejarah. Pengalaman ini dia rasakan ketika berkeliling membagikan cerita perjuangannya dulu saat di sekolah-sekolah maupun di berbagai instansi. Pada dasarnya cerita miliknya tentu sudah tertuang di dalam buku-buku atau pelajaran sejarah dan diulang ratusan kali. Dalam benaknya, mungkin mereka sangat bosan karena mendengar hal yang sama berulang-ulang. Kebanyakan perlakuan yang dia dapatkan yaitu anak-anak tak menyimak dan asik sendiri, mengobrol, atau main gadget. Menurut dia, kisah yang dibawakan seolah tidak ada apa-apanya.
ADVERTISEMENT
"Cerita yang saya bawakan memang itu-itu saja. Tapi mereka tahunya kan Indonesia sudah merdeka. Ceritanya sebenarnya mereka tidak tahu" katanya.
Dia merasa miris dengan situasi dimana sebagian anak sekarang seolah tidak peduli pada isi sejarah. Seakan tak butuh, mereka lantas tak menghargai dengan mendengarkan. Pintanya tak banyak, Djoewariyah betul-betul berharap agar anak muda tetap menghargai sejarah. Jasmerah.
"Ya kalau saya memperingati hari kemerdekaan mudah-mudahan anak generasi penerus ya supaya mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif"
Menurutnya hal-hal positif yang dapat dilakukan anak muda berupa meningkatkan kemajuan negara dan pemerintah. Dia berharap agar mereka menjadikan lebih baik lagi daripada yang sudah berlalu. Tak hanya itu, dia berharap pula orang bisa menghargai jasa para pahlawan dan veteran yang masih hidup.
ADVERTISEMENT
"Jadi (anak muda) jangan merasa kalau sebagai veteran sekarang itu seolah sudah tidak berguna. Supaya tetap memperhatikan dan menghargai. Di uwongke (dimanusiakan)" harapnya.
Menjaga Makna Perjuangan Dalam Acara Peringatan
Upacara peringatan yang Djoewariyah ketahui sering menonjolkan acara hura-hura. Menurutnya yang memperingati biasanya hanya yang ikut upacara saja. Tindakan seperti itu membuatnya mengelus dada.
“Peringatan isinya mung lomba-lomba tok. Yang kelihatan hura-hura. Yang diperingati sebetulnya apa?” kata dia mempertanyakan esensi acara itu.
Sebetulnya dia tak keberatan jika ada lomba-lomba atau acara yang menggembirakan. Namun yang dia ingin sebetulnya adalah peringatannyalah yang didahulukan. Pernah sekali dia berani mengkritik agar acara peringatan disisipi pengetahuan untuk mengulang lagi sejarah. Mungkin pada dasarnya sebagian orang berpikir itu membosankan, usulnya kemudian ditolak dan malah tidak disenangi oleh sebagian orang.
ADVERTISEMENT
“Saya mengusulkan kalau caranya tidak seperti itu. Saya malah nggak disenengi oleh orang yang maunya seperti itu. Maksud saya mumpung saya masih (hidup) dan saya itu bukan cuma veteran-veteranan, saya itu pelaku sejarah, saya ngerti sing diperingati itu, saya melu” ungkapnya sedih.
Lagi-lagi permintaannya tak jauh-jauh agar peringatan tak hanya jadi acara hura-hura melainkan betul-betul meresapi perjuangan. Sebuah harap yang tentunya membutuhkan sebuah usaha yang besar dan juga kepedulian banyak orang di tengah era ini. (Birgita/adn)