Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Warga Gunungkidul Dinilai Tak Mampu Kelola Wisata Obelix, Ini Kata WALHI
25 November 2024 15:49 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI ) Jogja beranggapan bahwa Kasultanan Yogyakarta masih mengesampingkan kepentingan warga di sekitar Pantai Sanglen, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan tindakan yang dinilai arogansi untuk kepentingan pembangunan wisata Obelix.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya WALHI Jogja mendampingi perwakilan dari masyarakat terdampak untuk menemui Panitikismo pada Kamis (21/11/2024) lalu selaku pengelola tanah Kraton Jogja.
Dari audiensi yang dilakukan, Kraton Jogja, pemerintah desa, dan pihak Obelix telah sepakat untuk menggunakan tanah yang ada di sekitar pantai Sanglen.
Ketua Divisi Advokasi WALHI Jogja, Rizky Abiyoga yang mendampingi warga dalam audiensi dengan Panitikismo menyebut bahwa kerja sama beberapa pihak tersebut tidak ada perundingan atau kesepakatan yang dilakukan bersama warga.
“Pernyataan dari kasultanan bahwa warga tidak mampu mengelola kawasan pantai tersebut. Tanpa adanya kajian atau dasar argumentasi yang kuat, kasultanan dengan sepihak menuding bahwa warga tidak dapat melakukan pengelolaan,” katanya melalui keterangan tertulis pada Minggu (25/11/2024).
“Alih-alih melakukan pendampingan, peningkatan kapasitas, atau bergerak sesuai tugas dan fungsinya untuk mengayomi masyarakat, kasultanan memilih untuk melakukan penggusuran dan pengusiran kepada warga yang telah lama mengelola dan mengembangkan pariwisata, pertanian, dan berbagai sektor ekonomi yang tumbuh secara organik,” imbuh Abi.
ADVERTISEMENT
Dalam audiensi tersebut Panitikismo melakukan berbagai upaya represif mulai dari jumlah warga yang bisa masuk mengikuti audiensi dari seluruh warga yang hadir di Kraton Kilen. Bahkan Abi menyebut pemeriksaan secara ketat juga dilakukan dengan tidak diperbolehkannya penggunaan ponsel dan benda lainya kecuali alat tulis.
“Bagi kami, ini sangat tidak wajar karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan apapun terkait hal tersebut. Di sisi lain juga upaya seperti ini merupakan bagian pembatasan dan intimidasi,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, warga juga sempat menggelar jumpa pers yang dilakukan di depan Kraton Kilen. Namun hal tersebut justru dihalang-halangi oleh petugas keamanan.
WALHI Jogja meminta agar pantai Sanglen bisa kembali dibuka untuk mengembalikan perekonomian masyarakat yang mati. Pihaknya juga meminta agar Kasultanan Jogja menjalankan mandat UU Keistimewaan untuk bisa memberikan hak pengelolaan kepada warga secara mandiri.
ADVERTISEMENT
“Kami juga meminta agar Kasultanan wajib untuk melakukan pendampingan dan melibatkan warga secara aktif dan demokratis dalam melakukan pengelolaan ekonomi di kawasan pantai Sanglen,” pungkasnya. (Hadid Husaini)