Screenshot_20210528-231644_Instagram.jpg

Warga Jambon Bantul Ubah Padang Ilalang Jadi Objek Wisata Instagramable

29 Mei 2021 8:22 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana objek wisata Puncak Sosok di Bantul. Foto: Instagram @djililik_ via @puncak_sosok
zoom-in-whitePerbesar
Suasana objek wisata Puncak Sosok di Bantul. Foto: Instagram @djililik_ via @puncak_sosok
ADVERTISEMENT
Puncak Sosok, adalah salah satu destinasi wisata berbasis masyarakat yang booming selama dua tahun sebelum pandemi corona. Destinasi wisata baru tersebut menjadi buruan pecinta pemandangan indah di kala senja dari atas puncak bukit.
ADVERTISEMENT
Selama tahun 2018 dan 2019 atau sebelum Pandemi, puncak Sosok yang berada di Padukuhan Jambon Kapanewonan Bawuran Kapanewonan Pleret Bantul ramai dikunjungi wisatawan. Hampir setiap hari, ribuan orang datang mengunjungi Puncak Sosok untuk berburu matahari terbenam dan menikmati suasana malah hari dari atas bukit.
Namun tidak banyak yang tahu, puncak Sosok dulunya hanyalah sebuah padang ilalang di atas perbukitan dan beberapa tanaman keras lainnya. Puncak Sosok dulunya hanya dijadikan sebagai tempat untuk mencari pakan ternak karena letaknya yang cukup jauh dari pemukiman.
Namun di tangan anggota Karangtaruna Padukuhan Jambon, Puncak Sosok dirubah menjadi destinasi wisata yang banyak diburu wisatawan. Di bawah tangan dingin kepemimpinan Rudi Haryanto (35) anggota Karangtaruna bersama warga Padukuhan Jambon mendobrak berbagai keterbatasan yang menghalangi mereka.
Rudi Haryanto, Ketua Karangtaruna Padukuhan Jambon, yang ubah padang ilalang jadiobjek wisata favorit di Bantul. Foto: istimewa
Rudi lantas menceritakan awal mula mereka merintis destinasi wisata Puncak Sosok tersebut. Tahun 2016 lalu, Karangtaruna Padukuhan Jambon sering berkumpul di Puncak Gebang, sebuah kawasan tanah lapang yang berada di atas tebing dan letaknya berada di pintu masuk padukuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Hampir setiap sore kami berkumpul di situ," terangnya, Jumat (28/5/2021).
Mereka lantas mendirikan warung dan membuat beberapa spot selfi. Beberapa diantaranya berusaha mengunggah foto foto selfi tersebut ke media sosial. Hingga akhirnya puncak Gebang mulai didatangi wisatawan. Paling banyak wisatawan yang datang adalah para pecinta olah raga sepeda.
Lama kelamaan, jumlah wisatawan yang datang ke puncak Gebang semakin banyak hingga akhir mereka berpikir untuk mengembangkannya. Namun program pengembangan tersebut terkendala status tanah yang merupakan tanah pribadi dan letak geografis dari Puncak Sosok.
"Puncak Gebang itu di tengahnya ada jalan masuk. Jadi sulit dikembangkan," terangnya.
Rudi lantas berpikir untuk mengembangkan Puncak Sosok yang status tanahnya lebih mudah dikelola. Tanah tersebut berstatus Oro oro atau Sultan Ground yang tidak ada pemanfaatannya. Tanah tersebut sebenarnya adalah tanah kas desa Bawuran yang tidak difungsikan.
Suasana objek wisata Puncak Sosok di Bantul. Foto: Instagram @ojekwisata.jogoja via @puncak_sosok
Melalui beberapa kali perdebatan akhirnya mereka sepakat mengembangkan Puncak Sosok menjadi sebuah destinasi wisata. Awalnya mereka pesimis apakah niatan tersebut dapat terwujud mengingat kondisi geografis dari Puncak Sosok yang cukup jauh dan belum ada akses jalan menuju ke puncak tersebut.
ADVERTISEMENT
"Terlebih Puncak Sosok itu berada di balik TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) Piyungan. Di samping itu, air juga susah didapatkan," tambahnya.
Meski ada yang mencibir, Rudi dan kawan kawan nekat melakukan pembersihan lahan Puncak Sosok. Setiap minggu mereka melakukan kerja bakti bersih bersih di kawasan Puncak Sosok. Mereka juga membuat jalan setapak untuk bisa menggapai puncak Sosok.
Di awal merintis Puncak Sosok, fasilitas pertama kali yang dibuat adalah membangun trek sepeda Down Hill. Karena dari pengamatan mereka selama ini, pengunjung yang datang ke Puncak Gebang adalah para pecinta sepeda. Di mana para pecinta sepeda ini mencoba trek naik ke perbukitan dan berakhir di Puncak Gebang untuk berburu foto.
"Karena itu, kami buat trek Down Hill dari Puncak Sosok sampai ke Puncak Gebang. Lumayan ramai itu,"terangnya.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, para pemuda dibantu oleh warga sekitar mulai mengembangkan Puncak Sosok. Mereka perlahan lahan membangun berbagai fasilitas mulai dari beberapa spot selfi, toilet dan warung. Warga banyak membantu Karangtaruna dengan sukarela menyumbang kayu.
adv
Mereka kemudian mendirikan sebuah warung agar wisatawan yang datang bisa menikmati makanan ala kadarnya. Dan selama lima bulan itu, hanya ada satu warung makan yang beroperasi di Puncak Sosok. Kebetulan warung makan tersebut dijaga oleh Orangtua Rudi.
"Lima bulan itu sepi, karena pengunjungnya sedikit,"ungkapnya.
Baru kemudian di bulan keenam ada penambahan satu warung lagi yang berdiri. Kemudian dalam setahun bertambah menjadi 5 warung karena pengunjung juga semakin banyak. Dan di tahun kedua, para pengelola mampu mendirikan 21 warung yang dimanfaatkan oleh warga sekitar.
ADVERTISEMENT
Semakin hari jumlah pengunjungnya semakin banyak, bahkan ketika akhir pekan jumlah pengunjungnya membludak. Pembagian tugaspun dilakukan dengan cara adil dan tidak ada kesenjangan. Warga di Padukuhan Jambon hampir semuanya terlibat dalam pengelolaan Puncak Sosok.
"Ada pemilik warung, pelayan warung, petugas kebersihan, penjaga parkir, penjaga tempat selfi dan beberapa pos yang lain," paparnya.
Sebelum pandemi, lanjutnya, Puncak Sosok memang ngehits karena dikunjungi ribuan orang setiap hari. Di kala sepi, pengelola mendapatkan pendapatan sebesar Rp 700 ribu bersih dari pengelolaan parkir, Rp 300 dari toilet, Rp 400 ribu dari penyewaan tikar sementara bagi hasil warung nyaris sama dengan parkir. Kemudian dengan pertunjukkan musik mampu menghasilkan Rp 300 ribu.
Pendapatan akan melonjak di Akhir pekan di mana mereka mampu mengumpulkan uang parkir bersih sebssar Rp 3 hingga Rp 3,5 juta, kemudian toilet hingga Rp 1,5 juta, Sewa Tikar Rp 1 juta dan bagi hasil warung Rp 1,5 juta. dan pertunjukkan musik sebesar Rp 1 juta.
ADVERTISEMENT
"Padahal parkir, toilet dan juga tiket masuk kami tidak memasang tarif,"tambahnya.
Menurutnya operasional yang paling besar adalah untuk membeli air mengingat puncak Sosok merupakan salah satu wilayah yang sulit air. Setiap hari, mereka harus membeli minimal dua tangki air ukuran 5.000 liter dengan harga Rp 150 ribu. Sebelum pandemi Covid 19, dalam sebulan mereka mengeluarkan Rp 5 juta sampai Rp 6 juta untuk setiap bulannya.
Namun ketika beroperasi selama pandemi, pengeluaran untuk pembelian air bersih melonjak drastis karena ada kewajiban cuci tangan. Dalam sebulan, di hari biasa ia bisa mengeluarkan dana sebesar Rp 10 juta hanya untuk membeli air bersih demi memenuhi kebutuhan pengunjung.
"Rekor pernah harus membeli air hingga Rp 1 juta karena pengunjungnya ramai,"tuturnya.
ADVERTISEMENT
Namun semua beban ditanggung bersama warga Puncak Sosok sehingga semua terasa ringan. Bahkan kini sudah merasakan manfaatnya di mana semua jalur dan jalan di Puncak Sosok sudah dicorblok. Dan sudah tidak ada lagi pengangguran di Padukuhan Jambon.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten