Warga Kulon Progo Kirim Surat Sindiran ke Jokowi

Konten Media Partner
29 Juli 2019 13:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perwakilan Paguyuban Warga Penolak Bandara Kulonprogo (PWPP-KP) yang mengirim surat pada Jokowi soal kawasan rawan bencana, Senin (29/7/2019). Foto: erl.
zoom-in-whitePerbesar
Perwakilan Paguyuban Warga Penolak Bandara Kulonprogo (PWPP-KP) yang mengirim surat pada Jokowi soal kawasan rawan bencana, Senin (29/7/2019). Foto: erl.
ADVERTISEMENT
Paguyuban Warga Penolak Bandara Kulonprogo (PWPP-KP) bersama LBH Yogyakarta dan Walhi menuding Presiden Joko Widodo tidak konsisten antara ucapan dengan perbuatannya. Mereka mengirim surat sindiran kepada Presiden tersebut, Senin (29/7/2019) langsung ditujukan kepada Presiden Jokowi di Istana Negara.
ADVERTISEMENT
Perwakilan PWPP-KP, Agus Widodo mengatakan, belakangan ini masyarakat sering mendengar berita kabar terkait adanya potensi gempa dan tsunami khususnya di selatan bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Masyarakat dari dulu sebenarnya sudah memiliki prasangka bahwa bandara berada di kawasan sangat rawan bencana.
Bandara tersebut jaraknya beberapa puluh meter dari samudera hindia dengan ombak dan tekanan yang besar. Namun demikian ternyata pembangunan bandara tetap dilaksanakan. Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan ucapan Jokowi melalui twitter tanggal 24 Juli 2019 yang menyebutkan 'Indonesia berada di kawasan cincin api rawan bencana. Jadi, kalau di satu lokasi di daerah rawan gempa atau banjir, ya harus tegas disampaikan: jangan dibangun bandara, bendungan, perumahan. Lalu pendidikan kebencanaan harus disampaikan secara masif kepada masyarakat'.
ADVERTISEMENT
"Itu tentu sangat bertentangan antara ucapan dengan perbuatan,"ujarnya, Senin (29/7/2019) di Kantor Walhi Yogyakarta.
Warga yang lain, Ustad Sofyan mengatakan, ungkapan Jokowi bahwa kawasan rawan bencana (KRB) tidak ada bandara ternyata berbeda dengan kenyataan. Ungkapan Jokowi blunder, karena bandara jelas zona merah tetapi tetap dibangun.
"Kalau berjalan lancar memakan korban banyak. Kalau tetap dilanjutkan maka korban banyak, membuat lobang, memakan korban banyak,"ungkapnya.
Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli menambahkan, presiden Jokowi tidak menunjukkan sikap tidak konsisten. Di mana Jokowi melarang bangunan di KRB tetapi di Yogyakarta justru pembangunan infrastruktur begitu masif. Bahkan berulangkali mengingatkan jika lokasi pembangunan termasuk bandara rawan bencana tsunami.
"Kawasan Temon yang berpotensi terkena alam tsunami. Pemerintah abai dan tetap meneruskan.
ADVERTISEMENT
Tidak masuk akalnya, lanjut Yogi, tidak hanya sekedar administrasi dengan menerbitkan izin, dilanjutkan Peraturan Presiden (Perpres) dengan memasukkan bandara YIA menjadi Proyek Strategi Nasional (PSN), Prepres Percepatan Pembangunan YIA, dan Perpres tentang perubahan RT/RW nasional sebelumnya tidak ada YIA yang awalnya mengintegrasikan Bandara Adi Sumarmo Solo dengan bandara Adisutjipto Yogyakarta.
Harusnya, pernyataan Jokowi ketika kemudian menjadi presiden diikuti dengan tindakan nyata kalau melarang membangun KRB seluruh kebijakan pembangunan di KRB juga demikian YIA juga dianulir. Tak hanya itu, rencana kawasan Aerocity, beberapa bangunan bisnis sentral di pantai selatan seperti kota baru di pantai samas justru berkebalikan dengan pernyataan Jokowi.
Sementara itu, Kadiv Advokasi dan Kawasan Walhi Yogyakarta, Himawan Kurniadi menambahkan, presiden harusnya meninjau kembali keberadaan Bandara YIA karena ada di KRB sesuai dengan ungkapan Jokowi. "Kemudian benar atau tidak itu yang harus ditinjau ulang,"ujarnya. (erl/adn)
ADVERTISEMENT