Mengenang Pak Man, Pengusaha Bakso Legendaris di Kota Malang

Konten Media Partner
17 September 2019 14:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Almarhum Soeparman atau Pak Man saat berada di warung baksonya di Jalan Diponegoro nomor 19, Kota Malang. foto dokumen.
zoom-in-whitePerbesar
Almarhum Soeparman atau Pak Man saat berada di warung baksonya di Jalan Diponegoro nomor 19, Kota Malang. foto dokumen.
ADVERTISEMENT
TUGUMALANG.ID - Bagi Anda penyuka bakso di Kota Malang, mungkin tidak asing dengan nama 'Pak Man'. Nama tersebut diambil dari kata Soeparman, pendiri 'Bakso Pak Man'. Pak Man mulai mendirikan usaha baksonya itu pada 1962 alias 57 tahun silam.
ADVERTISEMENT
Senin (16/9), sang legenda di dunia perbaksoan di Kota Malang tersebut meninggal dunia. Soeparman meninggal pukul 08.15 WIB di Rumah Sakit Aisyiyah, Kota Malang, Jawa Timur, karena penyakit komplikasi yang deritanya. Pak Man meninggalkan dua orang anak, dan sembilan cucu.
Ika Ningrum, menantu Pak Man, menceritakan kisah Pak Man ketika masih hidup. Katanya, mertuanya itu adalah pelopor bakso di Kota Malang.
Ketika dia merantau dari Solo, kata Ika, belum ada pedagang bakso di Kota Malang.”Namanya dulu bukan 'bakso', tapi namanya 'sopso', sedangkan yang dinamakan bakso ketika bakso mengandung bahan babi,” kata Ika mengenang cerita dari sang mertua, Selasa (17/9).
Rumah Soeparman tetap sederhana, meski sudah sukses menjadi pengusaha bakso. Dia memilih hidup sederhana dan tidak suka pamer. foto: irham thoriq/tugumalangid
Pak Man merintis usahanya di dunia usaha bakso dari nol. Sebelum ke Malang, dia merantau ke Bondowoso terlebih dahulu. Baru sekitar tahun 1962, dia merantau ke Malang. ”Dulu (Bakso Pak Man) tidak punya tempat, masih jualan pakai gerobak gitu,” imbuh perempuan berusia 33 tahun ini.
ADVERTISEMENT
Setelah sekitar lima tahun merantau, Pak Man akhirnya berhasil menyewa tempat di sekitar SMPN 9 Kota Malang. Hingga kini, tempat tersebut masih ada, dan sudah menjadi milik keluarga Soeparman. Selain itu, Soeparman juga membuka cabang di Jalan Diponegoro 41, Kota Malang.
Di dua tempat ini, semuanya ramai didatangi konsumen. Di Jalan Diponegoro, Kota Malang, yang dikelola Ika dan suaminya misalnya, omzet rata-rata per harinya berkisar dari Rp 10 juta hingga Rp 12 juta.
”Ciri khas kita adalah bakso bakar, bahkan dulu katanya sekitar tahun 1998 belum ada bakso bakar, Pak Man sudah memulai bakso bakarnya,” ujar Ika.
Selain itu, untuk bakso di tempat lain di Kota Malang yang bernama Pak Man dan Cak Man, Ika mengakui memang banyak bakso yang memakai nama mertuanya. ”Sebenarnya bapak protes, tapi mereka tetap saja pakai, ya, mau bagaimana lagi,” kata Ika.
Penampakan bakso bakar Pak Man di Kota Malang. foto dokumen.
Menurut Ika, dari perjalanan panjang hidup Pak Man ada banyak hal yang bisa dipelajari, khususnya bagi pengusaha muda. ”Pertama, bapak itu jujur banget, bahkan di warung bakso diterapkan sistem kejujuran, yakni orang ambil sendiri, lalu bayar usai makan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Pak Man yang delapan tahun belakangan ini menderita diabetes, menurut Ika adalah orang yang tidak ingin menampakkan kekayaannya. ”Ini rumah biasa aja, meski sebenarnya bisa beli yang bagus, jadi intinya Pak Man itu tidak suka pamer dan tidak sombong,” tutur ika.
”Bapak juga sangat religius, tiap malam dia salat tahajud,” pungkasnya.
Reporter : Irham Thoriq