5 Puisi Religi Terkenal Karya Sastrawan Indonesia

Tutur Literatur
O Captain, My Captain. (Whitman, 1865)
Konten dari Pengguna
27 Mei 2017 20:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tutur Literatur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertembal iman di bulan Ramadan melalui puisi religi yang indah berikut ini.
Image source: http://bibsandbaubles.com
ADVERTISEMENT
Karya sastra hadir sebagai ungkapan perasaan jiwa yang dituangkan dalam bentuk bahasa. Diantaranya mengandung penghayatan batin yang dalam terhadap sesuatu di luar dirinya. Biasanya berupa ungkapan kerinduan, kedekatan atau kecintaannya terhadap tuhan. Beberapa pujangga memilih sajak sebagai sarana mengungkapkan perasaan kagum dan cinta terhadap sang pencipta. Melalui puisi-puisi ini, beberapa penyair mengakui keagungan dan kebesaran tuhan melalui kata-kata indah yang mampu menyentuh qalbu pembacanya.
1. Padamu Jua (Amir Hamzah)
Habis kikis Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu Kaulah kendi kemerlap Pelita jendela dimalam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia, selalu
Satu kasihku Aku manusia Rindu rasa Rindu rupa
Dimana engkau Rupa tiada Suara sayup Hanya kata merangkai hati
ADVERTISEMENT
Engkau cemburu Engkau ganas Mangsa aku dalam cakarmu Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar Sayang berulang padamu jua Engkau pelik menarik ingin Serupa darah dibalik tirai
Kasihku sunyi Menunggu seorang diri Lalu waktu – bukan giliranku Mati hari – bukan kawanku
Meski sekilas terlihat seperti sajak yang mengisahkan pertemuan sepasang kekasih yang telah berpisah cukup lama, sajak ini lebih merujuk pada makna tentang pertemuan abadi, yakni perteman seseorang dengan Tuhan-Nya setelah meninggal dunia. Kekasih tak harus selalu berarti manusia, Kekasih yang dimaksud dalam puisi ini adalah Tuhan yang tak pernah berhenti mencintai meski umat-Nya senantiasa berpaling.
2. Doa (Chairil Anwar)
Tuhanku dalam termangu aku masih menyebut namaMu
ADVERTISEMENT
biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku aku hilang bentuk remuk
Tuhanku aku mengembara di negeri asing
Tuhanku di pintuMu aku mngetuk aku tidak bisa berpaling
Puisi ini merupakan salah satu puisi Chairil Anwar yang terkenal pada era 1945. Puisi ini mengungkapkan tema religi dan ketuhanan yang begitu kental, transparan serta mudah dipahami oleh siapapun. Dalam puisi ini sang penyair juga berusaha menegaskan bahwa jika tak menemukan solusi dalam permasalahan hidup, tuhan selalu menjadi satu-satunya tempat terbaik untuk kembali. Kalimat 'Pengembaraan di Negeri Asing' merupakan perumpamaan yang mengingatkan kita bahwa pada hakikatnya hidup ini hanyalah sebuah perjalanan, dan suatu saat kita akan kembali ke tempat kita berasal.
ADVERTISEMENT
3. Sajadah Panjang (Taufik Ismail)
Ada sajadah panjang terbentang Dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba Kuburan hamba bila mati
Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan sujud Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar interupsi Mencari rezeki, mencari ilmu Mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara azan Kembali tersungkur hamba
Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud dan tak lepas kening hamba Mengingat Dikau Sepenuhnya.
Syair ini banyak dikenal orang setelah ditransformasikan dalam bentuk lagu oleh Bimbo. Puisi ini merupakan semacam pengingat pembacanya terhadap Tuhan. Penyair yang dikenal dengan karya yang bernafaskan sufistik ini membuat semacam pengakuan bahwa karya sastranya adalah sebuah dzikir. Ia juga mengatakan bahwa menciptakan puisi adalah untuk beramal saleh. Penggunaan kata 'sajadah' dalam puisi ini juga merujuk pada kegiatan utama yang dilakukan di atasnya, yakni ibadah salat. Sebagaimana diketahui orang muslim, bahwa solat adalah bentuk ibadah wajib yang selalu mengingatkan dan mendekatkan jarak kita dengan tuhan, sebelum akhirnya kita benar-benar sampai ke liang lahat dan bertemu langsung dengan sang maha pencipta.
ADVERTISEMENT
4. Tuhan, Kita Begitu Dekat (Karya Abdul Hadi WM)
Tuhan Kita begitu dekat Sebagai api dengan panas Aku panas dalam apimu
Tuhan Kita begitu dekat Seperti kain dengan kapas Aku kapas dalam kainmu
Tuhan Kita begitu dekat Seperti angin dengan arahnya Kita begitu dekat Dalam gelap
Kini aku nyala Pada lampu padammu
Pada bait-bait puisi ini, penyair menunjukkan perasaan kedekatan dengan Tuhan. "Tuhan, Kita Begitu Dekat" yang mendapat pengulangan sebanyak tiga kali menunjukkan bahwa antara penyair dan tuhan telah terjalin komunikasi yanng cukup erat. Ukuran merasa dekat atau tidak dekatnya seseorang dengan tuhan adalah perbuatan baik yang telah dilakukan oleh seseorang.
5. Ketika Engkau Bersembahyang (Emha Ainun Najib)
ADVERTISEMENT
Ketika engkau bersembahyang Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan Partikel udara dan ruang hampa bergetar Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah Membuat kegelapan terbuka matanya Setiap doa dan pernyataan pasrah Membentangkan jembatan cahaya Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku’ lam badanmu memandangi asal-usul diri Kemudian mim sujudmu menangis Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup Ilmu dan peradaban takkan sampai Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
ADVERTISEMENT
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang Dadamu mencakrawala, seluas ‘arasy sembilan puluh sembilan.
Emha Ainun Najib atau lebih dikenal dengan nama Cak Nun, mengungkapkan keajaiban dalam bersembahyang. Dengan bersembahyang, jalanan kita menjadi terang, wajah kita menjadi cerah dan beban hidup akan terasa ringan. Sembahyang adalah kehidupan dan hakikat hidup itu sendiri.
Source