Konten dari Pengguna

Tertawa Lebih Luas: Makna Humor dari Perspektif Filosofis

Tyara Nethaniela Larissa
Mahasiswa Psikologi, Universitas Brawijaya Malang
27 Mei 2024 13:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tyara Nethaniela Larissa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Comedy (Tyara Nethaniela Larissa)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Comedy (Tyara Nethaniela Larissa)
ADVERTISEMENT
Humor merupakan salah satu hal universal yang dapat membawa senyuman bahkan di tengah-tengah kesulitan. Namun, memahami humor bukanlah hal yang mudah. Dibalik setiap lelucon atau guyonan, ada lapisan-lapisan makna yang sering kali luput dari perhatian kita. Untuk memahami humor lebih dalam, kita dapat melihatnya dari perspektif filosofis yang akan membantu kita menggali makna-makna yang tersembunyi di balik setiap tawa. Namun, di balik keceriaan yang ditawarkan oleh humor, terdapat kedalaman filosofis yang sering kali terabaikan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi esensi humor dari sudut pandang filosofis, membahas konsep-konsep seperti kebenaran, absurditas, dan paradoks yang sering kali menjadi inti dari sebuah lelucon.
ADVERTISEMENT
Salah satu hal menarik dari humor adalah kemampuannya untuk menyatakan kebenaran dengan ceria. Banyak lelucon menggambarkan realitas sosial, politik, atau bahkan sifat manusia dengan cara yang menghibur tetapi juga mengkritik. Contohnya, lelucon tentang stereotip budaya atau perilaku manusia dapat menyampaikan pesan yang dalam tentang masyarakat dan norma-norma yang ada. Namun, kebenaran dalam humor tidak selalu bersifat objektif. Beberapa jenis humor, seperti lelucon yang ironis atau sarkastik, mengandung kebenaran yang lebih subjektif dan tergantung pada interpretasi individu. Dalam hal ini, humor mencerminkan keragaman pandangan dan pengalaman manusia.
Absurditas dan Paradox
Humor juga sering kali menggambarkan absurditas dari situasi-situasi yang aneh atau paradoks yang sulit dimengerti. Absurditas menggambarkan keanehan dari situasi-situasi yang sulit dimengerti atau paradoks yang menantang logika dan ekspektasi. Albert Camus, seorang filsuf, menggambarkan absurditas melalui karyanya "The Myth of Sisyphus", yang menggambarkan mitologi Yunani dan aliran filsafat absurdisme sebagai usaha manusia menemukan suatu makna, tetapi akan gagal, sulit kita temukan. Ia selalu kelihatan baik dan rapi dalam konsep, namun selalu ada pengecualian-pengecualian. Dunia, seperti bola dalam sebuah permainan yang kita tidak pernah tahu dari mana ia akan datang dan kemana ia akan terlempar
ADVERTISEMENT
Paradox juga sering menjadi bahan bakar bagi humor. Ketika dua konsep yang bertentangan digabungkan dalam sebuah lelucon, hal itu bisa menghasilkan efek yang lucu dan mengundang tawa. Misalnya, lelucon tentang "kebodohan yang bijak" atau "kebenaran yang menggelitik" menggambarkan paradoks yang membuat kita tersenyum sambil berpikir.
Ironi dan Paradoks Fondasi Humor
Humor sering kali terikat dengan ironi dan paradoks. Friedrich Nietzsche menekankan pentingnya ironi dalam kritik sosial dan budaya. Bagi Nietzsche, humor adalah cara untuk melihat kedangkalan dan kebodohan manusia, terutama dalam masyarakat yang terlalu serius dengan norma dan nilai-nilai yang dianggap kaku.
Sementara itu, filsuf eksistensialis seperti Søren Kierkegaard dan Albert Camus mengaitkan humor dengan paradoks eksistensi manusia. Mereka berpendapat bahwa di tengah absurditas hidup, humor menjadi alat untuk menghadapi ketidakpastian dan keputusasaan. Bagi mereka, tawa adalah bentuk pemberontakan terhadap kehampaan alam semesta.
ADVERTISEMENT
Filosofi dalam Stand-up Comedy
Stand-up comedy adalah bentuk humor yang secara khusus menggunakan pengalaman pribadi, observasi sosial, dan refleksi filosofis untuk menghasilkan tawa. Para pelawak sering kali berbagi pandangan unik mereka tentang dunia melalui monolog yang lucu dan menghibur. Sebagian besar stand-up comedy melibatkan pengamatan mendalam tentang kehidupan sehari-hari, menciptakan koneksi emosional dengan audiens melalui kejujuran dan keberanian untuk menghadapi topik-topik sensitif. Dengan demikian, stand-up comedy tidak hanya menyampaikan tawa, tetapi juga menjadi bentuk ekspresi filosofis yang autentik.
Dalam stand-up comedy, para pelawak menggunakan pengalaman pribadi dan observasi sosial untuk menciptakan humor yang menghibur. Mereka seringkali berbagi pandangan unik tentang dunia melalui monolog lucu yang juga mengandung refleksi filosofis. Stand-up comedy juga melibatkan pengamatan mendalam tentang kehidupan sehari-hari, menciptakan koneksi emosional dengan audiens melalui kejujuran dan keberanian untuk menghadapi topik-topik sensitif.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks stand-up comedy, penggunaan pengalaman pribadi, observasi sosial, dan refleksi filosofis menjadi cara bagi para pelawak untuk menghasilkan humor yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan filosofis yang autentik kepada audiens.
Dengan demikian, stand-up comedy bukan hanya sekadar bentuk hiburan, tetapi juga menjadi wadah ekspresi filosofis yang autentik melalui penggunaan pengalaman pribadi, observasi sosial, dan keberanian untuk menghadapi topik-topik sensitif.
Kesimpulan
Humor bukanlah sekadar alat untuk menghibur, tetapi juga merupakan pintu masuk ke dalam pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran, absurditas, dan paradoks dalam kehidupan. Dengan melihat humor dari sudut pandang filosofis, kita dapat menggali makna-makna tersembunyi di balik setiap lelucon dan guyonan.
Humor memiliki kemampuan unik untuk menyatakan kebenaran dengan cara yang ceria, seringkali melalui penggambaran realitas sosial, politik, atau sifat manusia dengan cara yang menghibur namun juga mengkritik. Namun, kebenaran dalam humor tidak selalu bersifat objektif seringkali bergantung pada interpretasi individu.
ADVERTISEMENT
Absurditas dan paradoks juga sering menjadi bahan bakar bagi humor, memperlihatkan keanehan dari situasi-situasi yang sulit dimengerti atau konsep-konsep yang bertentangan. Stand-up comedy khususnya menggunakan pengalaman pribadi, observasi sosial, dan refleksi filosofis untuk menciptakan humor yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan filosofis yang autentik kepada audiens.
Dengan demikian, artikel ini menyoroti bahwa humor adalah lebih dari sekadar hiburan, itu juga merupakan cara untuk memahami dunia secara lebih dalam melalui lensa filosofis, dan stand-up comedy menjadi salah satu bentuk ekspresi filosofis yang autentik melalui keberanian para pelawak untuk menghadapi topik-topik sensitif.
Referensi
Hartanti. (2006). Stimulasi humor dan terapi tawa.
Hindarto Teguh. 2019. Mengada Dan Menjadi (Refleksi Filsafat Eksistensialisme di Era Digital dan Post Truth). Diakses pada 23 Mei 2023 dari https://lsfcogito.org/mengada-dan-menjadi-refleksi-filsafat-eksistensialisme-di-era-digital-dan-post-truth/
ADVERTISEMENT
Jemarut, W. (2021). Filsafat eksis tensialisme: sebuah kemungkinan pilihan hidup yang sejati.
KHOIRIL MAQIN , Prof. Dr. Joko Siswanto, M.Hum. 2016 RELASI FILSAFAT DAN HUMOR DALAM PEMIKIRAN BERGSON (ANALISIS ONTOLOGI RELASI DELEUZIAN).. Diakses pada 23 Mei 2023 dari https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/104744
Maqin. (2016). Antara Humor dan Eksistensialisme. Biro Pers Mahasiswa Filsafat (BPMF) Pijar adalah biro pers yang berbasis di Fakultas Filsafat UGM. Diakses 23 Mei 2023 dari https://bpmfpijar.com/antara-humor-dan-eksistensialisme/
Yunus, F. M. (2011). Kebebasan dalam filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre. In Jurnal Al-Ulum (Vol. 11).