Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia: antara Harapan dan Tantangan
27 Desember 2023 11:51 WIB
Tulisan dari Umar Ziddan Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kebijakan otonomi daerah di Indonesia merupakan sebuah terobosan besar dalam tata kelola pemerintahan daerah. Kebijakan ini secara resmi dimulai dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sebelumnya, penyelenggaraan pemerintahan di daerah sangat tersentralisasi dan bergantung kepada keputusan dari pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
Tujuan utama dari pemberian otonomi daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah (Sambodo, 2018). Dengan otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. Selain itu, daya saing daerah juga diharapkan meningkat melalui optimalisasi potensi dan sumber daya lokal yang dimiliki.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan perubahan mendasar paradigma penyelenggaraan pemerintahan, dari sentralisasi menuju desentralisasi. Sebelumnya, penyelenggaraan urusan pemerintahan sangat terpusat dan tertutup di mana hampir seluruh kewenangan pengambilan keputusan publik berada di tangan birokrasi nasional.
Dengan diimplementasikannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pengambilan keputusan dan pengurusan urusan pemerintahan dialihkan secara signifikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
Misalnya, Pemda kini diberikan kewenangan mengatur dan mengurus seluruh urusan pemerintahan, kecuali enam bidang urusan pemerintahan yang masih menjadi kewenangan absolut Pemerintah Pusat. Desentralisasi kewenangan inilah yang mendasari pelaksanaan asas otonomi daerah sebagai wujud reformasi tata kelola pemerintahan Indonesia di era reformasi (Nurcholis, 2011).
Dampak Positif Otonomi Daerah
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah sejak tahun 1999 telah membawa sejumlah dampak positif bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu dampak signifikan yang dapat diamati adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan kebijakan publik di daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks demokrasi Indonesia meningkat tajam dari skor 57,30 pada 1999 menjadi 73,79 pada 2021. Peningkatan skor ini mengindikasikan makin tingginya keterlibatan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah pasca-otonomi daerah.
ADVERTISEMENT
]Selain partisipasi publik, kebijakan otonomi daerah juga mendorong peningkatan kreativitas Pemda dalam merumuskan beragam kebijakan dan program yang sesuai dengan potensi, kearifan lokal, serta kebutuhan nyata masyarakat di daerah tersebut (Sambodo, 2018). Misalnya banyak daerah yang kini memformulasikan kebijakan pariwisata, pendidikan, UKM, dan lainnya yang disesuaikan dengan sumber daya alam, budaya, dan keunggulan lokalitas yang dimilikinya.
Dampak Negatif Otonomi Daerah
Di balik berbagai dampak positifnya, kebijakan otonomi daerah ternyata juga menimbulkan sejumlah efek negatif yang perlu mendapatkan perhatian dan evaluasi saksama. Salah satu masalah krusial pasca otonomi daerah adalah makin melebarnya ketimpangan antardaerah dari sisi pembangunan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat.
Data capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antardaerah menunjukkan ketimpangan yang sangat mencolok. Misalnya, capaian IPM Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta konsisten berada pada level tertinggi di atas rata-rata IPM nasional.
ADVERTISEMENT
Sementara sejumlah provinsi seperti Papua, Papua Barat, NTT dan beberapa daerah di Indonesia bagian timur justru memiliki capaian IPM jauh di bawah rata-rata IPM nasional (Sjafrizal, 2014). Disparitas capaian IPM ini merepresentasikan variasi kualitas hidup, kesehatan, pendidikan dan standar kesejahteraan lainnya di berbagai daerah di
Evaluasi Kebijakan Otonomi Daerah
Secara umum, capaian kinerja kebijakan otonomi daerah dalam mencapai tujuan awal pemberdayaan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dinilai masih belum optimal. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh SMRC pada 2019 terhadap 2.220 responden di 34 provinsi, hanya 17,9% publik yang menyatakan merasakan manfaat nyata dari kebijakan otonomi daerah selama 20 tahun diimplementasikan.
Rendahnya angka tersebut mengindikasikan bahwa harapan besar publik terhadap kebijakan otonomi daerah yang didesain untuk mendorong percepatan kesejahteraan dan pelayanan publik di daerah belum sepenuhnya terpenuhi. Adapun faktor kunci yang mendukung keberhasilan implementasi otonomi daerah selama ini adalah komitmen dan kapasitas kepemimpinan Kepala Daerah.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, faktor utama yang menghambat capaian maksimal otonomi daerah adalah masih minim dan miskinnya kapasitas SDM aparatur sipil daerah dalam merencanakan dan mengimplementasikan beragam program pembangunan, serta masalah korupsi yang masih melekat di sejumlah Pemda.
Secara keseluruhan, kebijakan otonomi daerah patut dinilai telah memberikan kontribusi positif dalam hal pemberdayaan daerah serta peningkatan partisipasi dan aspirasi politik masyarakat lokal dalam pembangunan. Sejumlah capaian penting seperti meningkatnya Indeks Demokrasi Indonesia dan produk kebijakan daerah yang makin responsif terhadap potensi dan kebutuhan lokal merupakan bukti kemajuan nyata pasca 20 tahun reformasi otonomi daerah.
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan otonomi daerah ini juga melahirkan beragam masalah baru yang justru kontraproduktif bagi tujuan utama otonomi daerah itu sendiri. Disparitas pembangunan ekonomi dan IPM antardaerah yang makin melebar serta munculnya friksi hubungan antara pusat-daerah adalah dua contoh masalah serius pasca otonomi daerah yang harus segera diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyempurnaan berkelanjutan terhadap kebijakan dan implementasi otonomi daerah agar capaian positif yang sudah ada dapat dipertahankan sekaligus meminimalisasi timbulnya ekses negatif yang tidak diinginkan.
Daftar Bacaan
Sambodo, A. T. (2018). Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia Pasca-Reformasi: Kajian terhadap Beberapa Variabel. Sosiohumaniora: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora, 20(2), 77-82.
Nurcholis, H. (2011). Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Erlangga.
Sjafrizal. (2014). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Baduose Media.
SMRC. (2019). Survei Evaluasi 20 Tahun Otonomi Daerah. Jakarta: SMRC.