Konten dari Pengguna

Generasi dan Teknologi

Universitas Paramadina
Universitas Paramadina.
30 Desember 2022 8:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Universitas Paramadina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi pengguna smartphone yang kaget saat datanya hilang. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi pengguna smartphone yang kaget saat datanya hilang. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Penulis: Amelia Safana Syafiqah*)
Zaman sekarang, sudah tidak dipungkiri lagi jika membahas tentang ke-modern-an akan teknologi. Mengingat teknologi yang ada sudah menjadi instrumen penting kehidupan manusia, mulai dalam hal mencari nafkah, menuntut ilmu, sampai dengan kegiatan sehari-hari. Terutama pada generasi Z yang sejak lahir pun sudah menikmati mudahnya hidup dengan teknologi yang mumpuni, jadi gak heran kalau anak-anak kecil pun lebih jago dalam hal teknologi dibanding orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Tapi bukan berarti generasi baby boomers (generasi tua/lanjut usia) saat ini masih ketinggalan zaman ya, sudah banyak kok bahkan hampir sebagaian besar memiliki smartphone, laptop, ataupun tablet mereka sendiri. Walaupun sebagian besarnya mereka pergunakan hanya sebatas untuk mengirim pesan singkat, telepon, sampai berfoto ria saja. Lain cerita bagi generasi X,Y dan Z yang juga perlu untuk bermain game, mencari informasi ringan, membaca berita update hingga mengikuti trend.
Berbicara tentang teknologi yang semakin maju, pernahkah kalian berpikir “bagaimana reaksi para generasi baby boomers dalam menggunakan teknologi yang saat ini semakin canggih?”. Pasti cukup kesulitan bukan?. Lalu bagaimana jika kita posisikan mereka yang bekerja di perusahaan besar. Pasti lebih sulit lagi bagi mereka yang dituntut atasan untuk cepat beradaptasi.
ADVERTISEMENT
Tentu saja hal ini akan menuaikan banyak sekali pro dan kontra, contoh sederhana seperti mereka lebih handal dalam menggunakan mesin ketik dibanding komputer, hal ini akan menuai pro bahwa mesin ketik dapat lebih irit listrik, lebih sederhana dan mudah dipelajari, sedangkan kontranya suara sangat keras sehingga bisa mengganggu orang lain, lebih mengeluarkan tenaga dalam proses mengetik, tidak dapat dihapus apabila kita salah ketik (typo).
Sedangkan pro-komputer: lebih modern, dapat sekaligus membuka internet, tidak mengeluarkan tenaga sebanyak mesin ketik, dapat meng-copy/paste data secara langsung, dan untuk kontranya sendiri saya tidak menemukan masalah yang signifikan. Berbeda dengan generasi X yang sudah mulai “melek” komputer dan generasi Y (milenial) yang sudah ahli komputer dan internet.
ADVERTISEMENT
Di setiap perusahaan besar yang sudah berdiri puluhan tahun pasti memiliki karyawan generasi baby boomers. Tidak sedikit dari mereka pasti mengalami kesulitan dalam menerima berbagai alat teknologi baru. Pada saat inilah peran HR di uji untuk membantu generasi baby boomers dalam proses beradaptasi terhadap teknologi. Tetapi tidak hanya sampai disitu, HR juga perlu bantuan dari generasi pendatang, baik fresh graduate ataupun non fresh graduate dalam menjembatani peningkatan kemampuan baby boomers demi mencapai tujuan bersama.
Ada studi kasus yang memiliki latar belakang permasalahan yang sama antara peng-adaptasian teknologi dan keefektifitas kerja. Jadi, dalam studi kasus ini menceritakan seorang direktur IT yang baru direkrut di perusahaan industri produk kantor, bernama Richard Kelley. Richard ini diberikan tanggung jawab yang besar oleh CEO yaitu untuk mengubah sistem proses pemesanan yang sudah ketinggalan zaman menjadi lebih modern supaya layanan pelanggan dan pengiriman produk jadi lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi anak kecanduan gadget. Foto: Shutter Stock
Lalu proyek pun dimulai, langkah awal yang dilakukan Richard ialah memesan seperangkat sistem baru dan juga komputer. Lalu Richard pun turun tangan langsung, mencoba untuk terlibat dengan rekan kerjanya mulai dari menggunakan sistem perangkat lunak, karena nantinya perangkat lunak ini yang akan menjadi tempat para pelanggan memesan, istilahnya seperti pemesanan online.
Tapi sayangnya, segala peralatan dan perangkat lunak pun ternyata tidak terpakai sama sekali selama beberapa bulan. Semua manajer mulai dari penjualan, produksi, akuntansi, pengiriman dan layanan pelanggan ternyata tidak menyetujui adanya sistem baru tersebut. Semua manajer tersebut adalah rekan 1 garis jabatan Richard, sehingga Richard memiliki sedikit kendala mengenai otoritas yang dia miliki. CEO dan Richard pun berdiskusi akan masalah ini, ditambah ternyata Richard sendiri pun tidak mengumpulkan data dari para rekan kerjanya mengenai keterlambatan pemrosesan dan pengisian pesanan.
ADVERTISEMENT
Lalu Richard pun mengambil keputusan untuk mulai mengumpulkan lebih banyak data dari para rekan kerjanya sekaligus membentuk tim gugus tugas utama untuk membantu mengimplementasi dan mengadopsi sistem baru. CEO pun setuju dan mendukung penuh rencana Richard. Richard mulai meminta stafnya untuk membuat alur proses dari saat pesanan diterima sampai pesanan terkirim. Dan sesuai dugaannya, ternyata ada banyak aktifitas yang tidak diperlukan menciptakan hambatan selama proses.
Lalu Richard memanggil semua manajer departemen untuk rapat dan menginformasikan permasalahan itu, dia ingin melibatkan lebih banyak orang dalam perubahan ini supaya semua orang langsung memahami dan berkontribusi langsung. Tim gugus tugas memiliki tugas yang berbeda-beda, ada yang menganalisis proses, bertemu langsung dengan para pelanggan untuk mempelajari apa yang mereka inginkan, sampai dengan mengunjungi perusahaan lain untuk mempelajari bagaimana cara mereka memproses pesanan supaya lebih efisien. Setelah mereka bekerja sama akan masalah ini, semuanya mulai sadar bahwa permasalahan yang mereka hadapi selama ini sangatlah serius.
ADVERTISEMENT
Setahun pun berjalan, perusahaan berhasil menghilangkan banyak langkah yang tidak diperlukan sebelumnya, dan rata-rata jumlah hari untuk memenuhi pesanan berkurang hampir setengahnya.
Dari studi kasus tersebut, poin penting yang bisa kita ambil ialah kita harus bisa menyesuaikan kemampuan diri kita dengan kemajuan yang ada tanpa memandang dari mana generasi kita berasal demi keefektifitasan dan keefisienan dalam bekerja, karena saat ini seluruh perusahaan sedang gencar-gencarnya meningkatkan kualitasnya masing-masing, jadi mau tidak mau kita harus cepat beradaptasi.
Malahan, tidak melulu soal pekerjaan saja, hal ini bisa juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan bagi HR sebagai pilar perusahaan, harus dapat mensosialisasikan sistem-sistem yang dikembangkan dan memberikan pelatihan bagi para bawahan yang belum mengerti cara mengoperasikan sistem tersebut.
ADVERTISEMENT
*) Mahasiswa Universitas Paramadina, Jakarta, Peserta Terbaik Kedua Lomba Penulisan Ilmiah Popuer Kategori S1, FEB Universitas Paramadina.