Konten Media Partner

20 Persen Warga Miskin di Sumsel Pilih Beli Rokok daripada Beras

16 Januari 2025 17:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi roko. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi roko. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, M Wahyu Yulianto, mengungkapkan salah satu penyebab lambannya pengurangan angka kemiskinan adalah pola konsumsi masyarakat miskin yang tidak efisien. Ia menyoroti tingginya pengeluaran untuk rokok, yang mencapai hampir 20 persen dari total pengeluaran penduduk miskin setiap bulan. "Penduduk miskin di Sumsel mengalokasikan sekitar Rp 100 ribu dari rata-rata pengeluaran Rp 560 ribu per kapita untuk membeli rokok. Jika pengeluaran ini dialihkan untuk kebutuhan pokok seperti beras dan minyak, tingkat kemiskinan bisa berkurang,"ujar Wahyu, Kamis 16 Januari 2025. Meskipun penduduk miskin di Sumsel turun lebih dari 1 persen pada 2024, atau setara dengan lebih dari 100 ribu orang, Wahyu mengingatkan bahwa tantangan masih besar. Saat ini, angka kemiskinan Sumsel berada di peringkat ke-22 secara nasional, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 948,84 ribu orang atau 10,51 persen. Wilayah dengan persentase kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). Namun secara jumlah, Palembang dan Banyuasin mencatat angka penduduk miskin terbanyak. "Jangan hanya melihat persentase. Data absolut juga penting, terutama dalam menentukan prioritas program penanganan kemiskinan," tegas Wahyu. Menurut Wahyu, pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi kemiskinan, mulai dari pendekatan konsumsi hingga pembangunan infrastruktur di kantong-kantong kemiskinan. "Kemiskinan sangat kompleks. Program-program harus tepat sasaran dan fokus pada menjaga daya beli masyarakat. Jika konsumsi masyarakat stabil, angka kemiskinan bisa menurun lebih cepat," ujarnya. Berdasarkan data BPS, rata-rata rumah tangga miskin di Sumsel memiliki 5,04 anggota dengan garis kemiskinan sebesar Rp 2.844.888 per rumah tangga per bulan pada September 2024. Wahyu menambahkan, jika masyarakat mampu mengalihkan pengeluaran untuk kebutuhan yang lebih mendesak, dampaknya akan signifikan. Ia juga mengajak semua pihak untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran, khususnya bagi penduduk miskin. "Kebijakan pemerintah yang memastikan harga pangan terjangkau dan program yang mendorong efisiensi konsumsi bisa membantu masyarakat keluar dari kemiskinan. Namun, partisipasi masyarakat juga sangat penting untuk keberhasilan upaya ini," pungkasnya.    
ADVERTISEMENT