Jembatan Ampera Dipasang Lift, TACB: Harus Ada Kajian Ulang

Konten Media Partner
1 Desember 2022 11:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses pengecatan yang dilakukan dua orang pegawai dalam proyek renovasi jembatan ampera yang menuai kritik tim cagar budaya Palembang, Senin (14/11) Foto: abp/Urban Id
zoom-in-whitePerbesar
Proses pengecatan yang dilakukan dua orang pegawai dalam proyek renovasi jembatan ampera yang menuai kritik tim cagar budaya Palembang, Senin (14/11) Foto: abp/Urban Id
ADVERTISEMENT
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sumsel, dan sejarawan siap pidanakan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), dan pihak terkait lainnya jika tetap melanjutkan pemasangan lift di Jembatan Ampera tanpa adanya kajian ulang.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan perwakilan TACB Sumsel, Yudi Syarofi, saat rapat dengar pendapat tentang pemasangan lift Jembatan Ampera bersama DPRD Sumsel.
Tim TACB Sumsel, Yudi Syarofi mengungkapkan, rapat yang dilaksanakan ini sebenarnya sudah terlambat. Pasalnya, pemasangan lift di tower Jembatan Ampera telah dilakukan sejak 18 November lalu.
"Kalau kami mau diajak rapat sebenarnya sudah terlambat. Sebab, pemasangan lift di Jembatan Ampera telah dilakukan sejak 18 November lalu," katanya.
Yudi bilang, pemasangan lift ini jelas sudah melanggar Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 tahun 2010. Selain itu, BBPJN juga hanya melakukan kajian sepihak tanpa melibatkan tim ahli dari cagar budaya, termasuk DPRD Sumsel pun tidak diinfokan mengenai pemasangan lift tersebut.
"Ini sudah jelas melanggar. Meskipun dilakukan ribuan kali kajian jika tidak melalui kajian cagar budaya. Kami akan pidanakan bila terus dilanjutkan," katanya.
ADVERTISEMENT
Maka dari, TACB mengusulkan Yudi pemasangan lift di tower Jembatan Ampera dihentikan sementara sembari menunggu kajian ulang dari TACB.
"Karena, jika pengerjaannya tetap berjalan tanpa koordinasi maka BBPJN dan pihak terlibat di dalamnya bisa dituntut pidana, " kata dia.
Ketua Masyarakat Sejarawan Kota Palembang, Dedi Irwanto, membantah pernyataan pihak BBPJN Sumsel jika di tiang penyangga Jembatan Ampera itu sudah ada lift untuk barang atau manusia selama ini, melainkan katrol agar bagian jembatan bisa naik.
"Tapi sejak tahun 1970-an katrol itu tidak diaktifkan lagi. Itu sengaja dimatikan karena sudah menyebabkan kemacetan," katanya.
Adapun Tim BBPJN yang diwakilkan oleh Riandra, mengatakan jika Jembatan Ampera mulai pembangunan tahun 1962-1965, ternyata sudah memiliki lift.
ADVERTISEMENT
BBPJN akan melakukan koordinasi baik dengan pemerintah maupun dengan sejarawan, budayawan, dan DPRD Sumsel. Apalagi dinyatakan bila meneruskan akan dapat berurusan dengan masalah hukum.
“Apa yang dikatakan mengenai masalah undang-undang kami tidak paham. Yang kami tahu kontrak sudah berjalan, dan kami juga tidak tahu melanggar seperti apa. Kalau dikatakan mengubah bentuk kami tidak mengubah bentuk,” katanya.
Ia juga menjelaskan selama ini BBPJN terus mengerjakan perbaikan dan perawatan Jembatan Ampera dan tidak ada permasalahan. Termasuk koordinasi Jembatan Ampera sebagai cagar budaya.
"Suratnya kita tidak ada. Namun kami akan laporkan kepada pimpinan bahwa ada permintaan untuk dihentikan. Tapi secara kontrak jalan terus,” katanya.
Sebelumnya di hadapan anggota DPRD komisi IV, BBPJN juga mengatakan sudah memasukkan surat ke Gubernur Sumsel mengenai kelayakan lift untuk Jembatan Ampera.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita melihat histori, jembatan Ampera sudah ada lift. Untuk bobot lift terdahulu 1962-1965 bebannya mencapai 2,5 ton. Sedangkan sekarang bebannya tidak sampai segitu,” ujarnya.
Selain itu, BBPNJ juga memiliki komisi keselamatan terowongan jalan dan jembatan, yang sudah melakukan kajian.
“Kami hitung dak tidak ada perubahan sama sekali. Kami pemeliharaan rutin,” katanya.
Selain itu, pemasangan lift juga dilakukan dengan alasan untuk mempermudah pemeliharaan jembatan.
“Untuk maintenance, kalau ke atas menggunakan tangga agak berat. Tapi kalau menggunakan lift dapat mudah," jelasnya.
Ketua komisi IV DPRD Provinsi Sumsel, Holda, meminta agar ada koordinasi antara BBPJN dengan DPRD Provinsi Sumsel dan institusi lainnya termasuk pemerhati sejarah, budayawan, serta tim cagar budaya.