Konten Media Partner

Mantan Sekda Palembang Jadi Tersangka Korupsi Jual Aset Pemda

22 Januari 2025 19:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Harobin Mustofa, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang, sebagai tersangka kasus korupsi jual aset Pemda. Foto : Dok Kejati Sumsel
zoom-in-whitePerbesar
Harobin Mustofa, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang, sebagai tersangka kasus korupsi jual aset Pemda. Foto : Dok Kejati Sumsel
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel menetapkan Harobin Mustofa, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penjualan aset milik Pemerintah Daerah (Pemda) yakni Yayasan Batanghari Sembilan. Aset yang dimaksud berupa sebidang tanah seluas 3.646 m² yang terletak di Jalan Mayor Ruslan, Kelurahan Duku, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, menjelaskan setelah penyidikan oleh Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel yang menemukan cukup bukti mengenai keterlibatan sejumlah pihak dalam transaksi tanah tersebut. Berdasarkan hasil audit, kerugian negara akibat dugaan tindak pidana korupsi ini diperkirakan mencapai Rp11,76 miliar. "Penetapan tersangka dilakukan setelah memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan alat bukti yang cukup sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, " kata dia, Rabu 22 Januari 2025.
ADVERTISEMENT
Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari dalam press rilis penetapan tersangka Sekda Palembang. Foto : Dok Kejati Sumsel
zoom-in-whitePerbesar
Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari dalam press rilis penetapan tersangka Sekda Palembang. Foto : Dok Kejati Sumsel
Selain Harobin Mustofa, dua tersangka lainnya yang terlibat dalam kasus ini adalah USG sebagai penjual aset dan YHR, mantan Kepala Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Kota Palembang. “Ketiga tersangka telah diperiksa sebelumnya sebagai saksi, dan berdasarkan bukti yang cukup, status mereka kami tingkatkan menjadi tersangka,” jelas Vanny. Modus operandi yang digunakan dalam kasus ini adalah manipulasi data terkait objek tanah serta penerbitan sertifikat yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, termasuk pembuatan identitas palsu. "Tindakan para tersangka melanggar ketentuan hukum yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman pidana yang berat, " kata dia.
ADVERTISEMENT