Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tiga Pilar Badan Bank Tanah
15 Mei 2024 8:01 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari ali rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Misi utama lahirnya badan bank tanah (BBT) adalah untuk mewujudkan ekonomi yang berkeadilan. Landasan utamanya adalah keadilan atas penguasaan tanah di Indonesia. Spirit UUPA nomor 5 tahun 1960 adalah Upaya melepaskan belenggu penguasaan asset tanah oleh segelintir orang. Negara menjamin bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasi oleh negara untuk digunakan sebesar-besarnya dalam mewujudkan kemakmuran rakyat. Jadi inti ekonomi berkeadilan adalah mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan itulah tujuan utama lahirnya Badan Bank Tanah.
ADVERTISEMENT
Tentunya untuk mewujudkan misi mulia tersebut tidak mudah, perlu waktu dan komitmen politik semua pihak. Baik dukungan kuat dari pemerintah, legislative, penegakan hukum serta control dari civil society. Lahirnya PP 64 tahun 2021 dan Perpres 113 tahun 2021 adalah tonggak yuridis lahirnya BBT. Dengan 2 (dua) produk hukum tersebut diharapkan kiprah nyata dari BBT untuk membangun wujud nyata system ekonomi yang berkeadilan bisa terlaksana, khususnya memberikan keadilan dalam kepemilikan dan pemanfaatan tanah.
Keadilan yang dimaksud dalam kepemilikan dan pemanfaatan tanah adalah terpenuhinya kebutuhan tanah bagi rakyat sebagai hak dasar sebagai warga negara. Baik itu untuk tempat tinggal, pemenuhan kebutuhan tanah untuk budidaya tanaman pangan, terciptanya ruang public yang nyaman seperti taman-taman kota sarana olah raga maupun tempat ibadah. Termasuk kemudahan pemerintah dalam memperoleh tanah untuk membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan Pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya. Selain itu BBT juga berperan dalam memfasilitasi dan bekerjasama dengan investor dalam Kerjasama usaha dan terakhir peran BBT dalam mensukseskan program reforma agraria (land reform).
ADVERTISEMENT
Model Bank Tanah
Pada dasarnya bank tanah adalah sebagai salah satu model dalam manajemen pertanahan di suatu negara. Pengaturan pengelolaan pertanahan diperlukan karena pesatnya perkembangan jumlah penduduk dan banyaknya kepentingan Pembangunan dan bisnis yang harus dipaduserasikan. Sehingga diperlukan suatu Badan atau Lembaga yang bisa mengatur pendistribusian asset tanah secara berkeadilan untuk memenuhi aneka ragam kepentingan nasional. Sebetulnya land banking/bank tanah merupakan bentuk penyempurnaan dan perluasan pola manajemen pertanahan yang diterapkan di negara-negra Scandinavia dalam program land consolidation. Program konsolidasi tanah diterapkan khsusnya untuk sektor pertanian yang diterapkan di Denmark (1720), Swedia (1749), Norwegia (tahun 1821) dan negara lainnya.
Dalam perekembangannya program land consolidation tidak hanya digunakan pada sektor pertanian, tetapi mengalami perluasan kegiatan seperti untuk program konsolidasi tata ruang pertanahan, mengendalikan gejolak harga tanah dari ulah para spekulan, mengefektifkan manajemen pertanahan, mencegah terjadinya pemanfaatan yang tidak optimal (underutilize) atau tanah terlantar maupun pengembangan atau pemekaran kota baru.
ADVERTISEMENT
Meskipun penerapan bank tanah sudah banyak diimplementasikan di banyak negara, namun dalam hal pendefinsiannya masih beragam. Hal ini tidak terlepas dari tantangan dan misi negara yang melatarbelakangi pembentukan bank tanah. Sebagai contoh Belanda yang memanfaatkan land banking untuk menunjang sektor pertanian, setidaknya ada 2 (dua) lembaga publik yang memberikan definisi dari land banking secara berlainan. Dienst Landdelijk Gebied (DLG) menyebutkan land banking sebagai “The structural acquisition and temporary management of land in rural areas by an impartial state agency with the purpose to redistribute and/or lease out this land with a view to improve the agricultural structure and/or reallocate the land for other purposes with a general public interest”. Domeinen menyebutkan land banking sebagai strategic land management berupa kegiatan “holding of land for strategic purposes like infrastructure and city extension”. Sedangkan di Amerika Serikat, Alexander, F (2005) dalam tulisannya Land Bank Authoities: A Guide for the Creation and Operation of Land Banks menyatakan bahwa land bank adalah a government entity that focuses on the conversion abandoned and tax delinquent properties into productive use.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi adanya ragam definisi dari bank tanah tentunya dilatarbelakangi tantangan dan harapan dari setiap negara untuk melakukan penataan pertanahan untuk menyelesaikan permasalahan spesifik tersebut. Untuk case study di Indonesia dengan lahirnya BBT sesuai PP 64 tahun 2021 misi dari lahirnya BBT adalah dalam rangka mewujudkan ekonomi berkeadilan dengan cara menyediakan tanah untuk kepentingan sosial, umum, kepentingan pembangunan, konsolidasi lahan, pemerataan ekonomi, dan Reforma Agraria.
Tiga Pilar Bank Tanah
Indikator utama keberhasilan BBT sesuai visi dan misinya adalah bagaimana memberikan kepastian hukum atas kepemilikan dan meningkatkan utilisasi tanah untuk keperluan Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah (sosial, umum dan Pembangunan) pemenuhan keperluan tanah untuk keperluan investasi bisnis (pertumbuhan ekonomi nasional) dan reforma agrarian untuk pemenuhan hak atas tanah bagi rakyat. Ketiga peran tersebut harus dijalankan sering sejalan sehingga bisa harmonis. Jangan sampai terlalu focus pada salah satu sisi yang mengakibatkan ketimpangan untuk sektor yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Karena BBT sebagai Lembaga sui generis dan non profit maka perlu di bangun model bisnis agar badan tersebut bisa tumbuh dan berkembang dalam mengemban visi dan misi kelembagaannya. Hadirnya Perpres 113 tahun 2021 sudah memberikan rambu-rambu sekaligus peluang bagi strategi keberlanjutan BBT dalam menyeimbangkan 3 (tiga) pilar utamanya. Seperti diketahui untuk kepentingan Pembangunan nasional dan fasilitas public tidak boleh BBT menerapkan misi bisnis dalam implementasinya. Termasuk untuk program Reforma Agraria murni peran bank tanah adalah menyiapkan, menditribusikan dan mendampingi subjek penerima program RA selama 10 tahun sebelum tanah tersebut menjadi hak milik subjek RA. Artinya kedua pilar tersebut adalah cost center bagi BBT. Untuk itu perlu dicari strategi agar bank tanah bisa going concern menjalankan visi dan misinya dan tidak tergantung secara permanen kepada APBN melalui penyertaan modal negara (PMN).
ADVERTISEMENT
Adapun terobosan untuk mengatasi hal tersebut dalam Perpres 113 tahun 2021 diperbolehkan BBT membentuk anak Perusahaan ataupun melakukan JVC dengan mitra. Adapun tujuan dari Perusahaan yang dibangun tersebut adalah agar profit yang dihasilkannya bisa untuk membiayai operasional kedua pilar yang lainnya (kepentingan Pemerintah dan RA). Sehingga kedepan BBT sangat dimungkinkan melakukan usaha-usaha di ragam sektor sesuai peta potensi yang dimilikinya. Ataupun BBT bisa bersinergi dengan program RA dengan memposisikan dalam kegiatan pasca panen untuk menjamin pemasaran produk/ komoditi pertanian/ Perkebunan yang diusahakan oleh subjek RA. Misalnya membangun pabrik tepung sorghum jika subjek RA membudidayakan tanaman sorghum, atau membangun pabrik pengolahan kelapa sawit ataupun industry pangan lainnya.
Tidak mudah tentunya untuk mewujudkan semua rencana tersebut. Untuk itu perlu sinergi dan dukungan politik dan regulasi dari Kementrian/Lembaga termasuk dari civil society. Dukungan regulasi dari pemerintah dan DPR sangat diperlukan untuk penguatan kelembagaan BBT. Contoh kasus saat ini K/L yang memiliki sumber tanah maupun yang memiliki regulasi pertanahan masih tersebar di beberapa kementrian. Misalnya Kementrian LHK sebagai regulator tanah-tanah di Kawasan hutan, Kementrian Pertanian untuk Kawasan Perkebunan, Kementrian ESDM terkait regulasi tanah-tanah pertambangan termasuk pasca kegiatan pertambangan (reklamasi), Kementrian Pertahanan, Kementrian PUPR serta kementrian ATR/BPN. Jika program konsolidasi lahan yang underutilize dilaksanakan satu pintu melalui peran BBT maka akan lebih cepat dilakukan penataannya dan memang itulah amanat Peraturan Pemerintah 64 tahun 2021. Pengkonsolidasian lahan-lahan yang tidak termanfaatkan dengan optimal oleh K/L akan menjadi peran BBT untuk mengelolanya sehingga bisa berdampak besar bagi kemakmuran rakyat.
ADVERTISEMENT
Peran penegakan hukum dan civil society sangat penting dalam menangani konflik-konflik lahan yang masih banyak belum terselesaikan baik akibat campur tangan mafia tanah, tumpeng tindih Kawasan dan penggarapan lahan tidak berizin. Proses resolusi konflik perlu dilakukan baik melalui penindakan aparat penegak hukum maupun proses soft approach melalui mediasi dan pendekatan kesejahteran berupa kerjasma antar para pihak yang bersengketa. Ada banyak cara dan ragam penyelesaian masalah disesuaikan dengan karakter yang melatarbelakanginya. BBT bisa berperan dalam penataan asset yang bermasalah mapun penataan akses untuk mengembangkan nilai ekonomi atau aktivitas usaha dalam pengelolaan lahan tersebut. Semua perlu bersinergi karena tujuan akhirnya sama yaitu bagaimana kemakmuran rakyat bisa terjadi dengan landasan utamanya adalah Pasal 33 UU 1945 yaitu bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT