Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Hutan: Napas Bumi yang Semakin Tercekik
17 Maret 2025 10:32 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari DANIEL GAGARIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Beberapa tahun terakhir, cuaca terasa semakin panas. Matahari bersinar lebih terik, udara menjadi kering, dan kesejukan yang dulu kita nikmati kini terasa semakin langka. Data menunjukkan bahwa suhu rata-rata nasional pada 2024 mencapai 27,53°C, naik hampir 0,85°C dibandingkan periode normal 1991-2020, menjadikannya tahun terpanas dalam sejarah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ini bukan sekadar fenomena biasa—ini adalah peringatan bahwa alam sedang mengalami perubahan drastis. Dan di balik perubahan ini, hutan sebagai paru-paru Bumi mulai kehilangan kemampuannya untuk menyejukkan dunia.
Hutan: Pelindung Alam yang Kian Terancam
Hutan bukan hanya sekadar hamparan pepohonan hijau. Ia adalah pilar utama yang menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung kehidupan manusia.
Menyaring Udara dan Mengurangi Pemanasan Global
Pohon dewasa berperan besar dalam menyerap karbon dioksida (CO₂), gas utama penyebab pemanasan global. Sebuah pohon mampu menyerap sekitar 22 kilogram CO₂ per tahun dan menghasilkan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup empat orang. Menurut penelitian dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), emisi karbon global dapat dikurangi antara 16-30% melalui kombinasi reforestasi, agroforestri, dan pencegahan deforestasi lebih lanjut (IPCC Special Report on Climate Change and Land, 2019).
ADVERTISEMENT
Selain itu, pepohonan berfungsi sebagai penyaring alami polusi udara. Mereka menyerap zat berbahaya seperti nitrogen dioksida dan sulfur dioksida, sehingga kualitas udara tetap terjaga. Bayangkan jika ruang hijau ini terus menyusut—udara akan semakin tercemar, dan kita semua akan merasakan dampaknya.
Mengatur Suhu dan Iklim Lokal
Pepohonan menciptakan kesejukan alami melalui proses evapotranspirasi, yaitu pelepasan uap air dari daun ke udara. Proses ini membantu menyejukkan suhu sekitar dan menjaga keseimbangan iklim.
Coba bandingkan—berdiri di bawah naungan pohon rindang terasa sejuk, sedangkan berjalan di tengah kota dengan gedung beton yang menyerap panas terasa menyengat. Kehadiran hutan bukan hanya estetika, tetapi juga kebutuhan esensial untuk mengurangi suhu ekstrem.
Menjaga Keseimbangan Ekosistem
Akar pohon menahan tanah agar tidak longsor, menyerap air hujan untuk mengisi cadangan air tanah, dan mencegah banjir serta kekeringan. Hutan juga menjadi rumah bagi sekitar 75% spesies daratan, dari burung, mamalia, hingga serangga.
ADVERTISEMENT
Namun, deforestasi mengancam semua ini. Setiap kali sebuah hutan ditebang, bukan hanya karbon yang dilepaskan ke atmosfer, tetapi juga habitat makhluk hidup yang terancam punah.
Krisis yang Mengancam: Hutan di Ambang Kepunahan
Meskipun kita sangat bergantung pada hutan, luasannya terus menyusut dengan cepat. Laporan Global Forest Watch menunjukkan bahwa sepanjang 2023, sekitar 3,7 juta hektare hutan primer tropis hilang dari Bumi.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia, hanya kalah dari Brasil. Sejak awal abad ke-21, lebih dari 10 juta hektare hutan primer telah lenyap. Penyebabnya beragam:
ADVERTISEMENT
Semakin luas hutan yang ditebang, semakin tinggi pula emisi karbon yang dilepaskan. Jika ini terus berlanjut, suhu global akan semakin panas, cuaca ekstrem semakin sering terjadi, dan keseimbangan ekosistem semakin terganggu.
Dampak Nyata: Dari Panas Menyengat hingga Bencana
Hilangnya hutan bukan hanya soal peningkatan suhu. Dampaknya sudah kita rasakan dalam berbagai bentuk bencana alam:
ADVERTISEMENT
Untuk Situbondo, berdasarkan model proyeksi yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama BMKG, wilayah ini diperkirakan akan mengalami degradasi lahan pertanian yang signifikan pada 2025 jika tren deforestasi dan perubahan iklim saat ini terus berlanjut. Proyeksi ini didasarkan pada analisis pola curah hujan, suhu rata-rata, dan tingkat degradasi hutan di sekitar wilayah tersebut dalam lima tahun terakhir.
Jika kita membiarkan hutan terus menghilang, kejadian-kejadian ini akan menjadi lebih sering dan lebih parah.
Langkah Penyelamatan: Mengembalikan Kesejukan Hutan
Meski situasi tampak suram, kita masih punya harapan. Beberapa langkah konkret dapat dilakukan untuk menyelamatkan hutan dan memperbaiki dampak lingkungan:
Reforestasi dan agroforestri
Menanam kembali hutan yang telah ditebang akan membantu menyerap kembali karbon dioksida dan mengembalikan keseimbangan ekosistem. Indonesia sendiri telah memulai beberapa program reforestasi yang mulai menunjukkan dampak positif:
ADVERTISEMENT
Pengelolaan lahan berkelanjutan
Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan hutan tidak dieksploitasi demi keuntungan jangka pendek. Sistem sertifikasi seperti SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) telah membantu mendorong praktik pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan, meskipun masih membutuhkan pengawasan dan penegakan yang lebih ketat.
ADVERTISEMENT
Kesadaran dan edukasi masyarakat
Generasi muda perlu dididik tentang pentingnya hutan, sehingga kesadaran lingkungan dapat tertanam sejak dini. Program Sekolah Adiwiyata yang telah diterapkan di lebih dari 5.000 sekolah di Indonesia sejak 2006 berhasil membangun kesadaran lingkungan dari tingkat pendidikan dasar, dengan beberapa sekolah bahkan mengembangkan kebun hutan mini di lingkungan sekolah sebagai laboratorium hidup.
Infrastruktur hijau di perkotaan
Memperbanyak taman kota, ruang hijau, dan jalur hijau di jalanan dapat membantu mengurangi efek panas kota. Kota Surabaya, misalnya, telah berhasil mengembangkan 100 taman kota dalam satu dekade terakhir, mengubah kawasan bekas pembuangan sampah menjadi ruang hijau yang menurunkan suhu rata-rata kota hingga 2°C di sekitar lokasi.
Refleksi: Warisan Apa yang Akan Kita Tinggalkan?
Teriknya matahari yang kita rasakan saat ini bukan sekadar fenomena alam, melainkan sebuah peringatan bahwa hutan—napas Bumi—sedang sekarat. Suhu terus naik, bencana semakin sering terjadi, dan hutan terus menghilang.
ADVERTISEMENT
Jika kita tidak segera bertindak, anak-cucu kita akan mewarisi dunia yang gersang—tanpa pepohonan, tanpa udara segar, dan tanpa perlindungan dari alam.
Pertanyaannya kini ada pada kita: Apakah kita akan membiarkan hutan terus tersengal, atau kita akan bertindak untuk menyelamatkannya?
Waktu terus berjalan. Pilihan ada di tangan kita.