Konten dari Pengguna

Konsep Kematangan: Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik

Elsa Wulandari
Mahasiswi aktif Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2023. Saya memiliki hobi memasak dan mendengarkan musik.
27 Oktober 2024 16:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Implementasi Teori Belajar dalam Pengembangan Kematangan Siswa

Ilustrasi Teacher teaching students about Geography using a Globe. Sumber: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Teacher teaching students about Geography using a Globe. Sumber: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Kematangan individu adalah konsep krusial dalam psikologi yang meliputi perkembangan fisik, emosional, dan kognitif. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pendidikan dan lingkungan sosial. Dalam bidang pendidikan, pemahaman mengenai kematangan dapat membantu guru dan pendidik dalam merancang metode pengajaran yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Istilah "kematangan," yang dalam bahasa Inggris disebut maturation, sering kali berlawanan dengan immaturation, yang berarti tidak matang. Seperti halnya pertumbuhan, kematangan juga didefinisikan dalam konteks biologi sebagai tahap perkembangan atau kematangan. Proses kematangan ini juga dipengaruhi secara signifikan oleh faktor genetik, karena pada saat terjadinya pembuahan, gen telah menentukan kemungkinan kemungkinan spesifik untuk perkembangan organisme tersebut di masa depan. Kematangan belajar terdiri dari beberapa aspek seperti, emosional yang ditandai dengan adanya kemampuan untuk dapat mengelola emosi dengan mampu mengenali, memahami, dan mengontrol emosi diri sendiri. Selanjutnya ada sosial, dimana kematangan belajar ini ditandai dengan terbentuknya kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun non-verbal dan yang terakhir ada intelektual, yaitu kematangan belajar yang ditandai dengan terbentuknya kemampuan untuk berpikir kritis, seperti mampu menganalisis informasi.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Clear Light Bulb Placed on Chalkboard. Sumber: Pexels.com
Menurut Thorndike (1911), Teori Belajar Behavioristik mengacu pada hubungan antara stimulus seperti pikiran, perasaan, atau gerakan yang memicu respons berupa pikiran, perasaan, atau gerakan lainnya. Teori ini menyatakan bahwa seseorang melakukan suatu tindakan tertentu karena mereka telah mempelajarinya dari pengalaman sebelumnya dan mengaitkan tindakan tersebut dengan hadiah yang diperoleh. Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah perubahan perilaku yang dapat dilihat, diukur dan dinilai dengan jelas. Teori ini menyoroti betapa pentingnya observasi perilaku yang dapat terlihat dari luar dan kaitannya dengan stimulus dan respons.
1. Teori Conditioning
Disini saya akan menguraikan salah satu teori conditioning, yaitu teori conditioning dari skinner. Skinner juga meneliti perilaku yang muncul akibat hubungan antara stimulus dengan respons melalui pengkondisian, tetapi pandangannya tentang "pengkondisian" sebagai syarat pembentukan perilaku berbeda. Skinner berpendapat bahwa pengkondisian yang memperkuat hubungan stimulus-respons yang membentuk perilaku adalah sesuatu yang bersifat "operan" atau "reinforcement," yaitu stimulus yang memberikan penguatan, seperti "hadiah" sebagai penguatan positif dan "hukuman" sebagai penguatan negatif. Melalui "Operant Conditioning," yang melibatkan hadiah atau hukuman, siswa termotivasi untuk belajar dengan lebih giat. Selain menggairahkan minat belajar anak, teori Skinner tentang Operant Conditioning juga penting untuk "modifikasi perilaku" dan pemahaman tentang sikap.
ADVERTISEMENT
2. Teori Connectionism
Teori Koneksionisme, yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) melalui eksperimen yang dilakukannya pada tahun 1890-an, berfokus pada fenomena belajar. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan hewan, terutama kucing, untuk mengeksplorasi proses belajar. Dari eksperimen tersebut, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Oleh karena itu, teori ini sering disebut sebagai "Teori Ikatan S-R" dan "Psikologi Belajar S-R", serta dikenal dengan istilah "Belajar Melalui Coba dan Kesalahan". Dalam Hilgard & Bower (1975), istilah ini merujuk pada lamanya waktu atau jumlah kesalahan yang terjadi dalam mencapai suatu tujuan.
Ilustrasi Photo Of People Holding Each Other's Hands. Sumber: Pexels.com
Secara umum, teori belajar humanistik dipahami sebagai upaya fisik dan spiritual untuk memaksimalkan pertumbuhan individu. Pertumbuhan fisik tidak berkaitan langsung dengan perkembangan perilaku. Perkembangan terjadi melalui proses pembelajaran, yang mencakup perubahan dalam kebiasaan serta peningkatan berbagai kemampuan, seperti pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Humanisme berpendapat bahwa peserta didik adalah pusat dari proses pembelajaran, dan peran pendidik adalah sebagai penyedia dukungan. Sikap dan pengetahuan menjadi penting untuk mencapai tujuan aktualisasi diri dalam lingkungan yang mendukung. Pada dasarnya, manusia memiliki keistimewaan dengan potensi dan motivasi untuk mengembangkan diri dan perilaku mereka sendiri, sehingga setiap individu memiliki kebebasan untuk melakukan pengembangan diri dan aktualisasi.
ADVERTISEMENT
1. Teori Combs
Arthur Combs berpendapat bahwa guru berperan sebagai fasilitator dan teman bagi siswa, membantu mereka tanpa memaksa untuk mempelajari hal yang tidak disukai. Ia menekankan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh cara mereka memandang diri sendiri. Teori ini menekankan pentingnya penerimaan diri, dengan mengarahkan siswa untuk memahami dan mengembangkan potensi positif serta meminimalkan potensi negatif mereka.
2. Teori Maslow dan Kebutuhan Individu
Maslow, dikenal sebagai bapak psikologi humanistik, percaya bahwa manusia bertindak untuk memahami dan menghargai diri secara optimal. Teori paling terkenal darinya adalah hirarki kebutuhan, yang menyatakan bahwa manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhannya, dari yang paling dasar hingga yang tertinggi. Menurut hierarki kebutuhan Maslow, pemuasan kebutuhan seseorang dimulai dari yang terendah yaitu, fisiologis, rasa aman, cinta dan rasa memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri.
ADVERTISEMENT
3. Teori Rogers
Dalam bukunya “Freedom to Learn”, Carl Rogers memperkenalkan beberapa prinsip-prinsip belajar humanistik yang sangat penting, salah satunya yaitu, manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar secara alami. Carl Rogers menyatakan bahwa peserta didik yang belajar hendaknya tidak ditekan, melainkan dibiarkan belajar bebas, peserta didik diharapkan bisa mengambil sebuah langkah sendiri dan berani bertanggung jawab atas langkah langkah yang diambilnya sendiri.
Kematangan adalah faktor penting dalam kesiapan individu untuk menerima dan memproses informasi. Teori belajar behavioristik menekankan pengaruh lingkungan dan pengalaman melalui penguatan dan respons, yang memungkinkan modifikasi perilaku. Sebaliknya, teori humanistik fokus pada motivasi dan pencarian makna, menjadikan individu sebagai agen aktif dalam pembelajaran. Keduanya memberikan wawasan berbeda yang saling melengkapi, menunjukkan bahwa efektivitas metode pembelajaran bergantung pada pemahaman kematangan individu dan pengintegrasian kedua pendekatan. Dengan memahami konsep ini, pendidik dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif dan responsif.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Jelita, M., Ramadhan, L., Pratama, A. R., Yusri, F., & Yarni, L. (2023). Teori Belajar Behavioristik. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 5(3), 404-411.
Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
Sumantri, B. A., & Ahmad, N. (2019). Teori Belajar humanistik dan Implikasinya terhadap pembelajaran pendidikan agama islam. Fondatia, 3(2), 1-18.