Konten dari Pengguna

Pertentangan Ideologi dalam Novel Atheis Karya Achdiat Karta Mihardja

Elsa Wulandari
Mahasiswi aktif Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2023. Saya memiliki hobi memasak dan mendengarkan musik.
29 Juli 2024 18:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Benturan Islam dan Marxisme dalam Karya Achdiat Karta Mihardja.

                             Ilustrasi Person Holding Opened Book. Sumber: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Person Holding Opened Book. Sumber: Pexels.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Achdiat Karta Mihardja (1911-2010) adalah seorang sastrawan, penulis, dan budayawan Indonesia terkenal. Ia lahir di Garut, Jawa Barat. Achdiat dikenal terutama melalui novel terkenalnya, "Atheis," yang diterbitkan pada tahun 1949 oleh Balai Pustaka. Karyanya tersebut dianggap sebagai salah satu karya sastra penting dalam literatur Indonesia, karena membahas tema-tema konflik ideologi dan agama yang sangat relevan pada masanya.
ADVERTISEMENT
Novel "Atheis" karya Achdiat Karta Mihardja menggambarkan masa di mana terjadi benturan antara ideologi Marxisme komunisme dan Islam. Ini menunjukkan bahwa konflik dalam karya sastra tidak hanya terbatas pada masalah percintaan dan rumah tangga, tetapi juga melibatkan perbedaan ideologi. Pertarungan ideologi yang terjadi dalam novel Atheis ini berupa keyakinan dan ketidakyakinan terhadap adanya alam gaib.
Dalam novel "Atheis", konflik ideologi terjadi antara Marxisme-komunisme dan Islam. Islam diwakili oleh Hasan dan kedua orang tuanya, sedangkan Marxisme-komunisme diwakili oleh Rusli, Parta, dan Anwar. Perbedaan pandangan mereka tentang kehidupan dunia dan akhirat menciptakan bentrokan yang tak terhindarkan. Pertarungan ideologi antara Marxisme Materialisme dan Islam sangat menonjol dalam karya Achdiat Karta Mihardja ini. Konflik ini bahkan menyebabkan tokoh utama, Hasan, yang awalnya seorang muslim taat, berubah menjadi pengikut Marxisme Materialisme (komunis).
ADVERTISEMENT
Marxisme Komunisme adalah ideologi yang tidak mengakui adanya alam gaib, sehingga secara otomatis menolak keberadaan Tuhan, malaikat, dan jin. Sebaliknya, Islam adalah agama yang keyakinannya didasarkan pada adanya Tuhan, malaikat, dan jin, dan kepercayaan ini merupakan bagian dari rukun iman.
Ideologi Islam tampak jelas dalam aktivitas yang dilakukan oleh Hasan. Sebagai pemuda saleh, Hasan selalu mengingat Allah Swt melalui ibadah seperti salat dan zikir. Salat dan zikir adalah sarana untuk berhubungan dengan Allah Swt yang gaib dan tidak terlihat oleh mata telanjang. Meskipun Allah Swt tidak dapat dilihat, didengar, diraba, atau dirasakan, kaum muslimin tetap yakin akan keberadaan-Nya di alam semesta.
ADVERTISEMENT
Ideologi Islam yang diwakili oleh tokoh Hasan, dengan keyakinannya terhadap alam gaib, menghadapi tantangan besar dari Parta dan Anwar, aktivis ideologi Marxis Komunisme. Parta dan Anwar sangat tidak percaya pada alam gaib, sehingga mereka juga tidak percaya pada keberadaan Tuhan, malaikat, dan jin. Ketidakpercayaan mereka ditunjukkan kepada Hasan melalui upaya mereka untuk meyakinkannya bahwa Tuhan tidak ada.
ADVERTISEMENT
Islam mengajarkan bahwa seluruh alam semesta dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan. Hewan, tumbuhan, planet-planet, langit, dan manusia semuanya diciptakan oleh Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan disebut sebagai Sang Khalik dan ciptaan-Nya disebut makhluk. Sang Khalik bersifat kekal dan abadi, sedangkan makhluk bersifat sementara dan fana.
Tugas seorang hamba sebagai makhluk ciptaan Tuhan adalah beribadah kepada-Nya. Itulah yang dilakukan oleh Hasan dan kedua orang tuanya, yang rajin beribadah sebagai bentuk kesadaran dan keimanan terhadap keberadaan mereka di bumi ini. Orang tua Hasan adalah individu yang saleh, yang tekun dalam beribadah kepada Tuhan mereka.
ADVERTISEMENT
Hasan sendiri adalah seorang anak yang dididik sedari kecil untuk menjadi orang saleh dan beriman oleh orang tuanya. Oleh sebab itu, setelah dewasa Hasan menjelma menjadi seorang muslim yang taat. Dia selalu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim seperti melaksanakan salat lima waktu dalam sehari semalam dan ditambah dengan ritual zikir yang membuat dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
Konflik ideologi dalam novel "Atheis" karya Achdiat Karta Mihardja menggambarkan benturan antara dua pandangan dunia yang berbeda, yaitu Marxisme-komunisme dan Islam. Melalui tokoh-tokohnya, novel ini mengeksplorasi ketegangan antara keyakinan terhadap alam gaib dan ketidakpercayaannya, serta implikasi dari perbedaan ini terhadap kehidupan pribadi dan sosial. Tokoh utama, Hasan, yang awalnya seorang muslim taat, mengalami pergolakan batin yang membuatnya beralih ke Marxisme-komunisme. Konflik ini tidak hanya mencerminkan perjuangan ideologis pada masa itu, tetapi juga menggarisbawahi kompleksitas hubungan manusia dengan keyakinan dan identitas mereka. Novel "Atheis" dengan demikian tidak hanya menjadi sebuah karya sastra penting, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang dinamika ideologis dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Referensi
Mihardja, K. A. (2009). Atheis. Jakarta: PT. Balai Pustaka