Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fenomena Tantrum saat PMS pada Mahasiswi
13 November 2024 7:15 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Asti Aptana Shofi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika PMS membuat kita lebih sensitif, pernahkah kamu merasa tiba-tiba ingin menangis saat mengerjakan tugas kuliah? Atau merasa sangat sensitif terhadap segala hal? Jika ya, kamu mungkin sedang mengalami PMS (Premenstrual Syndrome). Perubahan hormon saat PMS tidak hanya mempengaruhi fisik, tetapi juga emosi kita. Salah satu manifestasinya adalah tantrum, yaitu ledakan emosi yang tak terkendali. Fenomena ini sering dialami oleh mahasiswi, dan seringkali membuat kita merasa kecewa dan bingung.
ADVERTISEMENT
Bukankah tantrum hanya terjadi untuk anak kecil?
Tantrum atau ledakan emosi berlebihan sering kali dikaitkan dengan anak-anak, tetapi pada kenyataannya, perubahan emosi ekstrem juga dialami oleh orang dewasa, terutama perempuan, dalam periode tertentu. Salah satu kondisi yang paling umum memicu tantrum pada perempuan adalah fenomena Premenstrual Syndrome (PMS). Mengapa hal ini terjadi, dan bagaimana perempuan bisa mengelola perubahan emosi ekstrem ini di dunia perkuliahan? Penting untuk memahami penyebab di balik tantrum saat PMS dan cara-cara menghadapinya untuk menjaga kesejahteraan mental dan fisik.
Dalam sebuah artikel kesehatan, Miftahul Rizka, mahasiswi Program Studi Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan (UAD), menjelaskan bahwasanya beberapa hari sebelum menstruasi tiba atau biasa disebut Premenstrual Syndrome (PMS) wanita cenderung emosional dibanding hari biasa. Dalam fase tersebut, hormon estrogen dan progesteron mengalami fluktuasi atau penurunan. Fluktuasi ini memengaruhi neurotransmitter di otak, seperti serotonin, yang berfungsi mengatur suasana hati. Ketika kadar serotonin menurun, seseorang lebih rentan terhadap perasaan sedih, mudah marah, atau bahkan mengalami perubahan mood drastis. Fluktuasi hormon juga membuat perempuan lebih sensitif terhadap situasi sehingga membuat mereka mudah stres atau tersinggung.
ADVERTISEMENT
Selain hormon tersebut, perasaan tidak nyaman secara fisik selama fase PMS juga memengaruhi emosi. Nyeri haid atau dismenore, kram, dan ketidaknyamanan lainnya dapat memperburuk suasana hati dan membuat seseorang lebih mudah terpancing untuk bereaksi berlebihan. Pada fase sebelum PMS, progesteron membantu mempertahankan lapisan rahim untuk persiapan kehamilan. Jika tidak ada pembuahan, kadar progesteron dan estrogen akan turun, dan lapisan rahim yang telah menebal akan luruh, yang menyebabkan pendarahan menstruasi. Saat lapisan rahim mulai luruh, tubuh memproduksi prostaglandin, zat yang menyebabkan kontraksi otot. Tingkat prostaglandin yang tinggi dapat menyebabkan kram yang lebih kuat.
Kondisi ini diperparah oleh tekanan hidup sebagai mahasiswa, seperti tuntutan akademik, sosial, dan keuangan. Kombinasi dari faktor fisik dan psikologis ini dapat membuat perubahan emosi menjadi lebih intens, sehingga beberapa wanita mungkin merasa kesulitan untuk mengontrol respons emosional mereka. Kurangnya tidur dan kelelahan yang sering terjadi selama menstruasi juga berdampak pada ketahanan emosional, membuat seseorang lebih sulit untuk mengendalikan perasaan mereka.
ADVERTISEMENT
Tantrum yang terjadi selama fase PMS dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi maupun profesional. Di lingkungan akademik, hal ini bisa mengganggu fokus dan konsentrasi, yang berujung pada penurunan prestasi akademik. Selain itu, mahasiswa yang mengalami tantrum mungkin merasa malu atau terasing, yang dapat memperburuk kesehatan mental mereka. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan perasaan bersalah dan frustrasi pada diri sendiri, tetapi juga dapat membuat orang di sekitar merasa tidak nyaman.
Bagaimana cara kita mengelola tantrum saat menstruasi?
Tantrum saat PMS adalah fenomena yang umum dialami mahasiswi dan perlu dipahami serta dikelola dengan baik. Penting bagi mahasiswi untuk mengenali pola emosi mereka selama siklus menstruasi dan memahami pemicunya agar tidak mengganggu diri sendiri dan lingkungan. Salah satu cara yang efektif adalah dengan mencatat suasana hati atau mood diary selama beberapa bulan untuk mengetahui kapan gejala emosional muncul. Dengan pemahaman ini, seseorang dapat mengidentifikasi pola tertentu dalam mood atau perasaan serta dapat lebih siap menghadapi perubahan emosi yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Olahraga ringan, seperti berjalan kaki, yoga, atau peregangan, dapat membantu mengatasi emosi negatif karena aktivitas fisik melepaskan endorfin, yang merupakan hormon penghilang stres. Aktivitas fisik merangsang pelepasan endorfin karena sistem saraf pusat kita terstimulasi. Aktivitas ini memicu otak untuk merespons dengan cara memproduksi endorfin, yang merupakan hormon penghilang rasa sakit alami dan pengatur suasana hati . Endorfin bekerja untuk mengurangi persepsi rasa sakit dan menciptakan perasaan euforia atau nyaman sehingga dapat membantu meningkatkan suasana hati dan mengurangi gejala stres serta kecemasan. Konsumsi makanan yang seimbang juga sangat membantu. Makanan yang tinggi serat, protein, serta rendah gula dapat membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil dan memengaruhi suasana hati secara positif. Menghindari konsumsi kafein dan alkohol juga dapat membantu mengurangi gejala emosional.
ADVERTISEMENT
Aktivitas penting lainnya yang dapat diambil mahasiswi adalah berkomunikasi dengan teman, keluarga, atau dosen mengenai kondisi yang dialami. Mendiskusikan perasaan dan tantangan yang dihadapi dapat membantu meredakan stres dan mendapatkan dukungan emosional. Selain itu, teknik relaksasi seperti meditasi atau pernapasan dalam juga dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh. Satu pendekatan yang sering diabaikan adalah kreativitas. Melibatkan diri dalam kegiatan seni, menulis, atau musik dapat menjadi saluran yang baik untuk mengekspresikan perasaan dan mengurangi ketegangan. Kegiatan kreatif ini tidak hanya memberikan pelarian dari tekanan akademik, tetapi juga memungkinkan mahasiswi untuk menjelajahi emosi mereka dengan cara yang sehat.
Penting juga untuk menilai pola tidur dan memastikan kualitas tidur yang baik selama periode PMS. Tidur yang cukup dapat membantu mengurangi gejala emosional dan fisik yang mungkin muncul. Menciptakan rutinitas tidur yang konsisten, seperti tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari, dapat memberikan dampak positif pada kesehatan mental dan fisik. Selain itu, mengenali tanda-tanda awal munculnya tantrum juga penting agar individu dapat mengambil langkah-langkah pencegahan. Dengan pendekatan ini, mahasiswi tidak hanya dapat mengatasi tantrum selama PMS tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Hal ini pada akhirnya memungkinkan mereka untuk lebih fokus dalam mencapai tujuan akademik dan menjaga hubungan sosial yang sehat selama masa-masa sulit tersebut.
ADVERTISEMENT
Tantrum atau ledakan emosi yang terjadi selama haid merupakan fenomena yang umum, namun bisa berdampak signifikan pada kesejahteraan pribadi dan hubungan sosial. Memahami penyebab di balik perubahan emosi ini dan menerapkan strategi pengelolaan yang tepat dapat membantu mahasiswi untuk menghadapi periode menstruasi dengan lebih baik. Penting bagi mahasiswi untuk menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam pengalaman ini. Banyak wanita mengalami perubahan emosi yang sama, dan dengan saling mendukung satu sama lain, mereka dapat menciptakan lingkungan yang lebih positif dan penuh empati di kampus. Dengan mengadopsi pendekatan yang komprehensif untuk mengelola PMS, mahasiswa perempuan dapat menjalani kehidupan akademik yang lebih produktif dan memuaskan, meskipun harus menghadapi tantangan emosional dari hormon yang terkadang muncul.
ADVERTISEMENT