Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Koordinasi Kemenhan dan Kemenkeu: Alokasi Anggaran Pertahanan
13 April 2023 6:28 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Rian Wirya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Semenjak masuk ke dalam kabinet Presiden Jokowi sebagai menhan pada 23 Oktober 2019 lalu, Prabowo Subianto memulai awal jabatannya itu dengan melanjutkan program-program yang sudah dilakukan menhan terdahulu, seperti kunjungan kerja ke beberapa negara dalam rangka penguatan hubungan bilateral di bidang pertahanan, penguatan industri pertahanan dalam negeri dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Namun, ada yang membuat berbeda antara masa menhan Prabowo dan menhan-menhan sebelumnya, di kabinet Presiden Jokowi kali ini mantan danjen Kopassus tersebut menggalakkan adanya pembelian alutsista secara besar-besaran karena ia menganggap bahwa pertahanan Indonesia termasuk masih lemah, benarkah demikian?
Jika kita mendengar berita tentang kekuatan angkatan bersenjata Indonesia, tidak jarang media-media mainstream mencatut sumber dari Global Fire Power (GFP) sebagai patokan seberapa besar kekuatan militer suatu negara.
Namun, perlu diingat bahwa GFP hanya mengukur kekuatan militer berdasarkan kuantitas yang mana hal ini bisa jadi kurang akurat karena tidak ada variabel lain seperti pengalaman tempur, peremajaan alutsista, dan seberapa up to date alutsista yang telah ada saat ini.
Seberapa banyak pun alutsista yang dimiliki jika melawan negara dengan kuantitas lebih sedikit tapi teknologinya lebih maju belum tentu menang juga. Kalau kita mau melihat realita, rupanya alutsista kita sudah banyak yang tua, contohnya saja seperti sistem penangkis serangan udara S60 yang dibeli pada dekade 1960-an masih dipakai hingga saat ini serta beberapa alutsista lainnya. Hal ini tentu bukan berita yang bagus. Sebagus level kekuatan militer kita menurut GFP.
ADVERTISEMENT
Tak ayal apabila menhan Prabowo menekankan pada peningkatan jumlah alutsista di era jabatannya kini. Salah satu kunci dalam mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan menaikkan anggaran belanja kemenhan. Investasi di bidang pertahanan sangat mahal harganya, sehingga anggaran sebesar itu tak lepas dari koordinasi antara kementerian/lembaga terkait.
Pentingnya koordinasi antara Kementerian Pertahanan dan Lembaga Keuangan dalam mewujudkan Anggaran Pertahanan adalah topik yang menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan para ahli.
Membatasi target pertahanan yang cukup dan tepat sasaran merupakan hal yang penting untuk menjaga keamanan dan ketahanan negara. Namun, dalam menetapkan anggaran tersebut, koordinasi antara Kementerian Pertahanan dan lembaga keuangan menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa anggaran yang diberikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan tepat sasaran.
Berbicara mengenai pentingnya koordinasi antara Kementerian Pertahanan dan lembaga keuangan dalam menetapkan anggaran pertahanan, kita dapat melihat korelasi dengan kebijakan pemerintah yang terkait. Salah satu kebijakan yang terkait adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
ADVERTISEMENT
Dalam Undang-Undang ini, dijelaskan bahwa pertahanan negara adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Selain itu, Undang-Undang tersebut juga menegaskan bahwa anggaran pertahanan harus mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara.
Namun, apakah koordinasi antara Kementerian Pertahanan dan lembaga keuangan sudah optimal dalam menetapkan anggaran pertahanan? Data yang diperoleh dari Laporan Anggaran Kementerian Pertahanan 2021 menunjukkan bahwa total anggaran yang disetujui untuk Kementerian Pertahanan sebesar Rp 131,7 triliun, meningkat sebesar 2,6% dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya sebesar Rp 128,3 triliun.
Namun, data tersebut menunjukkan bahwa pembelian alutsista masih mendominasi penggunaan anggaran pertahanan, sebesar 77,9% dari total anggaran. Sedangkan sisanya digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan, pembangunan infrastruktur, dan pemeliharaan alutsista. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat kendala dalam penggunaan anggaran pertahanan yang optimal.
ADVERTISEMENT
Kendala tersebut terkait dengan kurangnya koordinasi antara Kementerian Pertahanan dan kementerian keuangan dalam menetapkan anggaran pertahanan. Sebagaimana diketahui, Kementerian Pertahanan mungkin memiliki prioritas dan kebutuhan yang berbeda dengan kementerian keuangan.
Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memastikan pemahaman yang sama tentang kebutuhan pertahanan negara. Selain itu, proses penentuan anggaran yang terkadang memakan waktu yang cukup lama juga menjadi kendala dalam penggunaan anggaran pertahanan secara optimal dan tepat sasaran.