Konten dari Pengguna

Pandangan dan Stigma Gen Z: Menikah di Usia Matang Vs Kasus MBA

Ajeng Wiko Rimadani
Mahasiswa Univeraitas Amikom Purwokerto
3 September 2024 7:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : istockphoto.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dikenal dengan pandangan yang progresif terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan, pernikahan, dan seksualitas. Dalam konteks ini, muncul sebuah fenomena menarik: pernikahan di usia matang, yang secara tradisional dipandang sebagai keputusan bijak, kini kerap dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan Gen Z. Sebaliknya, fenomena MBA (Married By Accident) atau menikah karena “kecelakaan” (biasanya akibat kehamilan di luar nikah) kadang-kadang justru lebih diterima atau bahkan dianggap normal. Artikel ini akan membahas bagaimana pandangan ini berkembang dan mengapa stigma terhadap pernikahan di usia matang bisa lebih kuat dibandingkan dengan MBA di mata Gen Z.
ADVERTISEMENT
Pandangan Gen Z Terhadap Pernikahan di Usia Matang
Generasi Z tumbuh dalam era di mana kebebasan individu dan self-expression sangat dijunjung tinggi. Hal ini mempengaruhi cara pandang mereka terhadap institusi pernikahan, yang sering kali dianggap sebagai komitmen yang mengikat dan mengekang kebebasan pribadi. Bagi sebagian besar Gen Z, pernikahan di usia matang, terutama setelah usia 30 atau 35, sering kali dianggap sebagai keterlambatan atau bahkan kegagalan dalam menemukan pasangan hidup.
Stigma ini dipicu oleh narasi populer yang mendominasi media sosial dan budaya pop, di mana pernikahan di usia muda lebih diromantisasi. Dalam banyak kasus, mereka yang menunda pernikahan hingga usia matang sering dianggap sebagai “terlalu pemilih,” “terlalu fokus pada karier,” atau “takut berkomitmen.” Padahal, keputusan untuk menikah di usia matang sering kali didasari oleh keinginan untuk mencapai stabilitas emosional dan finansial sebelum memulai keluarga.
ADVERTISEMENT
MBA dan Normalisasi Fenomena
Di sisi lain, kasus MBA atau kehamilan di luar nikah yang berujung pada pernikahan justru kadang dianggap sebagai hal yang lumrah, terutama dalam konteks di mana hubungan pra-nikah sudah menjadi sesuatu yang umum di kalangan Gen Z. Kehamilan di luar nikah tidak lagi membawa stigma sosial yang berat seperti pada generasi sebelumnya, dan sering kali pasangan yang mengalami MBA mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.
Fenomena ini bisa dihubungkan dengan pergeseran nilai-nilai moral dan sosial di kalangan Gen Z. Bagi mereka, kejadian MBA dianggap sebagai “kesalahan manusiawi” yang bisa diperbaiki dengan pernikahan, sehingga tidak seberat stigma yang dulu melekat pada kasus serupa. Selain itu, pasangan yang menikah karena MBA sering kali dipandang sebagai “berani” dan “bertanggung jawab” karena mau mengakui kesalahan dan memperbaiki situasi dengan menikah.
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pandangan Ini
Ada beberapa faktor yang memengaruhi perbedaan pandangan Gen Z terhadap pernikahan di usia matang dan MBA:
1. Pengaruh Media Sosial: Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk pandangan dan sikap Gen Z. Pernikahan di usia muda sering kali dipamerkan sebagai simbol cinta sejati, sementara pernikahan di usia matang bisa dianggap sebagai “terlalu terlambat.”
2. Perubahan Nilai Sosial: Nilai-nilai tradisional yang menganjurkan pernikahan pada usia tertentu mulai bergeser, dengan semakin diterimanya kehamilan di luar nikah sebagai bagian dari kehidupan modern yang lebih liberal.
3. Tekanan Sosial dan Ekspektasi: Tekanan untuk menikah di usia muda masih ada, terutama di kalangan keluarga dan komunitas tertentu. Bagi mereka yang belum menikah di usia matang, tekanan ini bisa menambah beban psikologis dan stigma sosial.
ADVERTISEMENT
4. Persepsi Terhadap Karier dan Kebebasan Pribadi: Gen Z cenderung lebih fokus pada pencapaian pribadi dan karier sebelum memikirkan pernikahan. Bagi mereka, menunda pernikahan hingga usia matang adalah keputusan logis, meskipun hal ini belum sepenuhnya diterima secara sosial.