Konten dari Pengguna

Perspektif Sosial dan Budaya: Menikah Muda Sebagai Pencapaian Tertinggi?

Ajeng Wiko Rimadani
Mahasiswa Univeraitas Amikom Purwokerto
6 September 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : istockphoto.com
ADVERTISEMENT
Dalam banyak masyarakat, terutama di budaya-budaya yang masih kental dengan norma-norma tradisional, pernikahan kerap dianggap sebagai salah satu pencapaian tertinggi dalam kehidupan seseorang. Namun, di kalangan keluarga tertentu, menikah muda seringkali dipandang sebagai puncak prestasi yang harus diraih, bahkan melebihi pencapaian pendidikan atau karier. Artikel ini akan menguraikan secara rinci mengapa menikah muda dianggap sebagai pencapaian tertinggi di banyak keluarga, apa dampaknya bagi generasi muda, serta bagaimana nilai-nilai ini berinteraksi dengan perubahan sosial yang sedang berlangsung.
ADVERTISEMENT
1. Pernikahan Muda Sebagai Bentuk Kesuksesan Tradisional
Dalam budaya tradisional, pernikahan sering dipandang sebagai tanda kedewasaan dan stabilitas. Pernikahan muda memberikan kepuasan tersendiri bagi orang tua yang percaya bahwa anak mereka telah memenuhi harapan sosial dan moral. Mereka yang menikah muda sering dianggap sudah “berhasil” dalam hidup karena telah menyelesaikan salah satu tugas sosial paling penting, yakni memulai sebuah keluarga.
Dalam pandangan ini, wanita yang menikah muda sering kali dianggap mencapai status tinggi dalam masyarakat, karena dianggap telah memenuhi peran tradisional sebagai istri dan calon ibu. Bagi pria, menikah muda sering dianggap sebagai tanda kesiapan mereka untuk memikul tanggung jawab besar, yaitu menjaga dan membangun sebuah keluarga.
2. Tekanan dari Lingkungan Keluarga
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan mengapa menikah muda dianggap pencapaian tertinggi di keluarga adalah tekanan sosial yang datang dari dalam lingkungan keluarga itu sendiri. Dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai pernikahan, sering kali terdapat harapan bahwa anak-anak akan segera menikah setelah dewasa. Tekanan ini bisa muncul dalam bentuk pertanyaan terus-menerus, pujian bagi mereka yang sudah menikah, atau bahkan kepercayaan bahwa seseorang tidak akan sepenuhnya “dewasa” sebelum menikah.
Tekanan ini lebih berat bagi wanita, yang sering kali harus menghadapi stigma bahwa mereka akan dianggap “terlambat” menikah jika melewati usia tertentu. Dalam beberapa kasus, ada rasa takut bahwa status sosial keluarga bisa terancam jika anak-anak tidak segera menikah.
3. Pandangan Agama dan Norma Masyarakat
ADVERTISEMENT
Banyak masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama memandang pernikahan sebagai salah satu kewajiban dalam menjalankan ajaran agama. Dalam konteks ini, menikah bukan hanya sekadar pilihan, tetapi merupakan langkah spiritual yang penting untuk diambil. Pernikahan dipandang sebagai cara melestarikan moralitas dan tatanan sosial yang baik.
Norma agama sering mendukung pandangan bahwa menikah muda adalah baik, terutama untuk mencegah perilaku yang dianggap menyimpang secara moral, seperti seks di luar nikah. Keluarga yang sangat religius sering kali merasa bangga ketika anak-anak mereka menikah muda karena dianggap telah menjaga kehormatan dan menjalankan ajaran agama dengan benar.
4. Dampak Terhadap Generasi Muda
Meski banyak keluarga memandang menikah muda sebagai pencapaian, hal ini sering kali tidak sejalan dengan keinginan atau kesiapan generasi muda. Banyak anak muda, terutama generasi milenial dan Gen Z, menghadapi dilema antara memenuhi harapan keluarga dan mengejar mimpi pribadi seperti pendidikan tinggi, karier, atau eksplorasi diri.
ADVERTISEMENT
Menikah di usia muda bisa membatasi kesempatan mereka untuk berkembang secara pribadi dan profesional. Selain itu, tingkat perceraian di kalangan pasangan muda yang menikah karena tekanan sosial atau keluarga seringkali lebih tinggi karena kurangnya kesiapan emosional dan finansial.
5. Pandangan Modern dan Keseimbangan Nilai
Seiring dengan modernisasi dan perubahan pandangan terhadap pernikahan, semakin banyak orang yang mulai mempertanyakan konsep pernikahan muda sebagai pencapaian tertinggi. Pendidikan yang lebih tinggi dan peluang karier yang lebih besar telah memberikan generasi muda pilihan yang lebih luas dalam hidup mereka. Bagi banyak orang, pencapaian pribadi tidak lagi hanya diukur dari status pernikahan, tetapi juga dari keberhasilan dalam pendidikan, karier, dan perkembangan diri.
Meski begitu, dalam banyak keluarga tradisional, pernikahan tetap menjadi puncak harapan. Tantangannya bagi generasi muda adalah menemukan keseimbangan antara menghormati nilai-nilai keluarga dan menjalani kehidupan yang mereka inginkan. Perubahan sosial ini menciptakan ketegangan, namun juga membuka ruang untuk percakapan yang lebih luas tentang arti kesuksesan dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
6. Masa Depan Pandangan Tentang Menikah Muda
Meskipun di beberapa kalangan menikah muda tetap menjadi pencapaian tertinggi, banyak tanda bahwa pandangan ini mulai bergeser. Dengan adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan kematangan emosional sebelum menikah, masyarakat mulai lebih menerima bahwa tidak ada satu jalan yang benar menuju kesuksesan atau kebahagiaan.
Kesadaran ini juga dibarengi oleh meningkatnya dukungan bagi pasangan yang memilih untuk menikah di usia yang lebih tua atau bahkan memilih untuk tidak menikah. Perlahan namun pasti, pandangan tradisional tentang menikah muda sebagai puncak pencapaian hidup mulai digantikan oleh pemahaman yang lebih inklusif dan fleksibel tentang apa itu pencapaian hidup.