Konten dari Pengguna

Potret Budaya yang Mengkhawatirkan: Menormalisasikan MBA di Masyarakat!

Ajeng Wiko Rimadani
Mahasiswa Univeraitas Amikom Purwokerto
6 September 2024 15:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : istockphoto.com
ADVERTISEMENT
Fenomena “Mba” atau hubungan romantis dengan orang yang lebih dewasa, terutama dengan pria yang sudah menikah, bukanlah hal baru dalam masyarakat. Istilah ini kerap digunakan sebagai eufemisme untuk merujuk pada hubungan gelap antara seorang pria yang berstatus suami dengan wanita yang lebih muda, yang sering kali dipandang dengan stigma negatif. Sayangnya, dalam beberapa dekade terakhir, fenomena ini seolah mulai dinormalisasi, baik di kehidupan nyata maupun dalam representasi media dan hiburan.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas secara rinci bagaimana fenomena “Mba” telah dinormalisasikan di masyarakat, faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, dampaknya terhadap individu dan masyarakat, serta solusi yang mungkin dapat diambil untuk menekan normalisasi perilaku ini.
Definisi dan Awal Mula Fenomena “Mba”
Fenomena “Mba” dalam masyarakat sering kali mengacu pada situasi di mana seorang pria, terutama yang telah berkeluarga, menjalin hubungan gelap dengan wanita lain yang lebih muda. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor seperti ketertarikan fisik, dorongan emosional, atau kebutuhan ekonomi. Istilah “Mba” sendiri mungkin bermula sebagai cara untuk menyembunyikan aib, tetapi kini telah menjadi lebih lazim dalam percakapan sehari-hari.
Istilah ini juga berkembang seiring dengan eksistensinya di media, seperti sinetron, film, dan acara realitas yang kadang menggambarkan hubungan semacam ini dengan nada yang lebih ringan atau bahkan humoris, mengurangi kesadaran akan dampak buruknya.
ADVERTISEMENT
Faktor Penyebab Normalisasi Fenomena “Mba”
1. Pengaruh Media dan Hiburan
Salah satu penyebab utama normalisasi fenomena “Mba” adalah pengaruh media dan hiburan. Dalam banyak sinetron atau drama, sering kali terdapat karakter pria yang berselingkuh atau menjalani hubungan gelap, dan karakter wanita muda yang digambarkan sebagai “Mba” menjadi pusat cerita. Hubungan ini terkadang dijadikan alur utama tanpa memberikan konsekuensi moral yang jelas, yang secara tidak langsung mengirim pesan bahwa hubungan semacam ini adalah bagian dari kehidupan normal.
2. Kurangnya Penegakan Norma Sosial
Di beberapa masyarakat, hubungan gelap ini sering kali tidak diadili dengan tegas. Ketika skandal hubungan “Mba” terungkap, alih-alih menghadapi kecaman sosial yang kuat, banyak pasangan atau individu yang terlibat justru mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat mereka, yang melihat hubungan tersebut sebagai “wajar” atau “tidak dapat dihindari.” Hal ini menciptakan ruang bagi normalisasi hubungan tersebut.
ADVERTISEMENT
3. Tekanan Ekonomi
Tidak bisa dipungkiri bahwa faktor ekonomi sering kali menjadi pemicu terjadinya hubungan “Mba.” Banyak wanita muda mungkin merasa tergoda untuk menjalin hubungan dengan pria yang lebih mapan secara finansial, baik karena kebutuhan hidup, gaya hidup, atau kesempatan untuk meraih keamanan ekonomi. Dalam beberapa kasus, masyarakat bahkan memandang hubungan semacam ini sebagai “pilihan realistis” bagi wanita yang hidup dalam kesulitan.
4. Budaya Patriarki
Fenomena ini juga didorong oleh budaya patriarki yang masih kuat di banyak kalangan. Pria sering kali merasa memiliki hak untuk menjalin hubungan di luar pernikahan mereka tanpa mengalami konsekuensi yang serius. Sebaliknya, perempuan yang terlibat dalam hubungan ini sering kali dipandang lebih rendah, namun jarang dihakimi dengan keras. Pola pikir semacam ini membentuk lingkungan yang permisif terhadap perselingkuhan dan ketidaksetiaan.
ADVERTISEMENT
Dampak Normalisasi Fenomena “Mba”
1. Kerusakan Hubungan Keluarga
Dampak yang paling nyata dari normalisasi fenomena ini adalah keretakan dalam hubungan keluarga. Perselingkuhan menghancurkan kepercayaan antara pasangan suami istri dan sering kali berdampak buruk pada anak-anak. Mereka menjadi korban emosional dari perpecahan orang tua, yang dapat mempengaruhi perkembangan psikologis mereka dalam jangka panjang.
2. Stigma Sosial
Meski fenomena ini dinormalisasi, tetap ada stigma sosial yang menyertai mereka yang terlibat. Para wanita yang dikenal sebagai “Mba” sering kali dicap sebagai perusak rumah tangga, sementara pria yang terlibat mungkin masih dipandang sebagai figur yang lebih superior, menunjukkan ketidakadilan gender dalam cara masyarakat memperlakukan isu ini.
3. Krisis Moral
Normalisasi fenomena ini juga berkontribusi terhadap krisis moral di masyarakat. Dengan semakin lunturnya batasan-batasan etika dan moral, masyarakat mulai kehilangan standar yang jelas mengenai apa yang benar dan salah dalam hubungan antar-manusia. Perselingkuhan yang dulunya dianggap tabu kini menjadi bagian dari budaya populer yang diterima.
ADVERTISEMENT
4. Menurunnya Kualitas Relasi dalam Pernikahan
Normalisasi perselingkuhan, termasuk fenomena “Mba,” menyebabkan penurunan kualitas hubungan dalam pernikahan. Kepercayaan yang seharusnya menjadi fondasi utama pernikahan menjadi terguncang. Fenomena ini juga menciptakan kesan bahwa komitmen pernikahan dapat dengan mudah diabaikan demi kepuasan sesaat.
Solusi Mengatasi Normalisasi Kasus “Mba”
1. Pendidikan Moral dan Etika di Sekolah
Salah satu cara untuk menangani normalisasi ini adalah melalui pendidikan moral dan etika yang lebih ketat di sekolah. Anak-anak dan remaja perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga komitmen dalam hubungan, serta dampak buruk dari perselingkuhan terhadap diri sendiri dan orang lain.
2. Penguatan Nilai Keluarga
Masyarakat perlu memperkuat kembali nilai-nilai keluarga dan komitmen dalam pernikahan. Ini bisa dimulai dengan program-program bimbingan pra-nikah yang menekankan pentingnya saling menghargai dan setia dalam hubungan. Pendidikan nilai keluarga juga dapat diberikan melalui media yang lebih bertanggung jawab dalam menyampaikan cerita mengenai hubungan manusia.
ADVERTISEMENT
3. Pengaruh Media yang Lebih Positif
Media memiliki peran besar dalam membentuk pandangan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi industri hiburan untuk lebih bertanggung jawab dalam menggambarkan hubungan dalam drama atau sinetron. Alur cerita yang mempromosikan perselingkuhan harus disertai dengan pesan-pesan yang jelas tentang konsekuensi moral dan emosional dari tindakan tersebut.
4. Kesadaran Kolektif dan Diskusi Terbuka
Diskusi terbuka di kalangan masyarakat mengenai dampak buruk fenomena ini perlu terus dilakukan. Kesadaran kolektif dapat tercipta jika masyarakat berani untuk tidak menormalisasi perilaku yang salah dan menyuarakan pentingnya menjaga kesetiaan dalam hubungan.