Fenomena Thrifting Sebagai Bentuk Budaya Populer

Hikmatud Diyana
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
4 Januari 2023 10:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hikmatud Diyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena thrifting ramai terjadi dimana-mana, padahal eksistensi jual beli pakaian bekas ini sudah lama ada di Indonesia. Kondisi fenomena thrifting di Indonesia sedikit berbeda dengan yang terjadi di luar negeri, dimana isu lingkungan bukan menjadi penyebab utama tersebarluasnya tren ini, melainkan sebuah gaya hidup masyarakat menengah kebawah yang memilih memakai pakaian bekas. Ada pula yang melakukannya karena hobi atau kegemaran mengoleksi barang-barang jadul, sehingga barang tersebut menjadi berharga.
ADVERTISEMENT
Tren ini semakin ramai karena dipengaruhi situasi pandemi dimana masyarakat mengalami masalah ekonomi yang menuntut beberapa dari mereka untuk berhemat, salah satu caranya ialah berburu pakaian bekas. Dengan harga yang terjangkau, masyarkat dapat mendapatkan baju, celana, jaket, topi atau bahkan sepatu dengan kualitas yang masih baik dengan harga murah.
Sebagai negara dengan penduduk terbanyak, Indonesia menjadi sasaran bagus untuk mengembangkan tren ini lebih luas lagi, karena semakin banyak populasi manusia disuatu tempat, tentu tingkat konsumsinya semakin tinggi khususnya kali ini pada budaya konsumsi pakaian.
Tren thrifting ini menjadi salah satu bukti adanya budaya populer yang terjadi di Indonesia, dimana banyak dari masyarakat mengikuti tren ini. Muncul banyak festival yang menjual barang bekas ini dan tentunya diminati banyak dari masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tren thrifting sebagai budaya populer tidak lepas dari pengaruh media sosial sebagai media penyebaran dan informasi mengenai tren thrifting pada platform seperti Instagram dan Tiktok. Hal ini juga mendorong tingkat budaya konsumsi masyarakat akan barang thrifting semakin meningkat dan media sosial berhasil membuat tren ini menjadi budaya yang disukai banyak orang.
Dengan thrifting, seseorang tengah melakukan komunikasi kepada lingkungan sekitarnya dengan mengkomunikasikan caranya berbusana. Thrifting mampu menciptakan identitas bagi pemakainya tentang mereka dalam fashion kepada publik sebagaimana ia ingin dipandang. Melalui pakaian thrifting, seseorang bisa mengekspresikan gaya berbusana mereka. Ada yang ingin tampil mewah dengan pakaian branded, namun ada yang ingin menunjukkan bahwa dia mempunyai ketertarikan pada fashion era 80-an ataupun 90-an, ataupun juga hanya tertarik karena harga pakaian yang ditawarkan bisa lebih murah dari yang aslinya.
ADVERTISEMENT
Thrifting dilakukan bagi mereka yang menginginkan tampil dengan pakaian yang keren, berkualitas, namun dengan harga yang relatif rendah dalam rangka menghemat pengeluaran untuk pakaian. Alasan lain pula thrifting dipilih karena dalam berbusana menggunakan baju thrifting ada keunikan tersendiri, dimana pakaian yang didapat kebanyakan merupakan pakaian-pakaian unik dan sudah jarang ditemui. Sensasi inilah yang membuat thrifting cocok untuk mereka yang memiliki selera unik dalam berpakaian dan tidak ingin terlihat seragam dengan yang lainnya.
Namun, akibat kepopulerannya thrifting kini semakin ramai peminatnya, tidak jarang karena harganya murah, pembeli semakin sering belanja pakaian bekas ini dibanding dengan membeli pakaian baru. Dengan keuntungan yang ditawarkan, muncul budaya konsumtif baru dari yang sebelumnya terhadap pakaian original kini beralih ke thrifting.
ADVERTISEMENT
Seperti itulah gambaran fenomena thrifting yang ada di Indonesia, ada efek positif dan negatifnya. Menanggapi terjadinya fenomena tersebut, apakah kamu salah satu dari sekian banyak masyarakat Indonesia yang mengikuti kegiatan ini?