Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah

Akhmad Khoyrun Najakh
Analis Kepemudaan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kota Pekalongan
Konten dari Pengguna
27 Juli 2021 14:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akhmad Khoyrun Najakh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/indonesia-rupiah-uang-6403805/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/indonesia-rupiah-uang-6403805/
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa hari terakhir, publik dihebohkan dengan pernyataan Jusuf Hamka berkaitan dengan ketidaksesuaian operasional Bank Syariah dengan nilai-nilai Islam. Jusuf Hamka menyampaikan bahwa Bank Syariah memeras masyarakat, namun belakangan beliau mengklarifikasi "Pernyataan tentang perbankan syariah yang dalam pemberitaan disebutkan 'kejam' tersebut adalah respons jawaban spontan saya terhadap pertanyaan wartawan dan pertanyaan host salah satu acara podcast youtube," ujar Jusuf Hamka dalam pernyataan tertulis yang diterima kumparan, Selasa (27/7)
ADVERTISEMENT
Persepsi masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah saat ini memang jauh lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, masih terdapat beberapa hal yang patut diperhatikan oleh Lembaga Keuangan Syariah sehingga masyarakat semakin mempercayakan transaksi keuangannya kepada Lembaga Keuangan Syariah.
Dalam praktiknya, Lembaga Keuangan Syariah ini bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, Lembaga Keuangan Syariah berupa Bank Syariah (baik milik pemerintah maupun swasta) dan yang kedua Lembaga Keuangan Syariah non bank yang biasa kita lihat dalam bentuk Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Bank Syariah memberikan pelayanan kepada masyarakat menengah ke atas, sementara BMT melayani masyarakat menengah ke bawah yang tidak bisa memperoleh akses perbankan. BMT didirikan dengan gagasan yang fleksibel dalam menjangkau masyarakat kalangan bawah, yaitu lembaga ekonomi rakyat kecil. BMT bertujuan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil berdasarkan prinsip syari’ah dan prinsip koperasi.
ADVERTISEMENT
Beberapa peristiwa yang biasa kita temui membentuk persepsi masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah. Misalkan seperti akad mudharabah di Lembaga Keuangan Syariah berkaitan dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil merupakan antitesa dari bunga pada lembaga keuangan konvensional. Dalam Islam, bunga dianggap sebagai riba yang disifatkan sebagai sesuatu yang haram. sehingga muncullah gagasan bagi hasil yang harapannya bisa menghadirkan sebuah keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Adapun prinsip bagi hasil pada lembaga keuangan syariah menggunakan persentase yang penentuan angkanya sudah dilakukan dalam Rapat Tahunan yang diadakan oleh jajaran direksi lembaga keuangan tersebut. Angka persentase (pada BMT umumnya 2,5%) berkaitan dengan proyeksi keuntungan tiap tahun sebuah lembaga keuangan syariah.
Akses informasi yang tidak menjangkau semua kalangan dan minimnya literasi masyarakat juga mempengaruhi persepsi masyarakat. Istilah-istilah yang digunakan dalam akad seperti mudharabah, murabahah, musyarakah. dan ijarah biasanya hanya kita dengar ketika bersinggungan langsung dengan lembaga keuangan syariah, selebihnya hanya pada bangku kuliah atau mimbar-mimbar ilmiah saja.
ADVERTISEMENT
Persepsi masyarakat yang dibentuk opini publik dan informasi yang didapatkan akan mempengaruhi persepsi masyarakat. Sehingga butuh kerja masif dan sistematis dari berbagai pihak supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami konsep Lembaga Keuangan Syariah yang sesuai dengan syariat Islam melalui peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).