Konten dari Pengguna

Botram atau Balakecrakan, Tradisi Kampung yang Ramai di Kota

Dwi Ary Listyani
Pensiunan Guru PNS
30 Agustus 2023 12:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Ary Listyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Menu sederhana botram ala rumahan  (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Menu sederhana botram ala rumahan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Botram atau balakecrakan merupakan salah satu tradisi di kalangan masyarakat Sunda yang maknanya makan bersama. Botram tidak selalu diadakan dalam menyambut momen tertentu.
ADVERTISEMENT
Tapi bisa kapan saja, di mana saja. Siang atau malam. Di rumah, di teras, di halaman, di kantor, atau ketika piknik atau bahkan di jalanan depan rumah di bawah pohon rindang. Di jalan? Ya, jangan heran ini hal yang lazim bagi yang tinggal di rumah tipe S4, sempit sederhana selonjor pun susah. Hahaha.
Botram diadakan bisa dengan janjian sebelumnya atau bisa juga dadakan. Bila janjian sebelumnya selain menentukan waktu dan tempat, juga merinci siapa akan membawa apa sehingga masing-masing akan membawa menu yang berbeda.
Bila dadakan, ini yang sering terjadi di lingkungan rumah saya, tiba-tiba ada panggilan via whatsapp group RT atau ‘diteriaki’ dari luar rumah, “Buuu.. botraaamm...” Maklum kompleks perumahan elite, ekonomi sulit.. eh, gak ding, kompleks yang tipe rumahnya kecil-kecil!
ADVERTISEMENT
Botram bisa menjadi berkah. Berbahagialah bagi yang kebetulan sedang lapar tapi di rumah belum ada makanan. Atau yang merasa dlame-dlame makan sendirian walaupun sajian di meja makan sudah tersedia, merasa kurang nikmat kalau makan sendiri.
Yang seperti ini biasanya lauk pauk di meja akan diangkutnya untuk dipakai botram. Namun demikian, mereka yang datang dengan tangan kosong dan perut keroncongan pun tak perlu surut semangat untuk bergabung. Itu hal yang mereka syukuri dan sangat biasa terjadi, jadi tidak ada sungkan dan ewuh pekewuh ketika mengambil makanan. Santuy.
Ilustrasi: Botram di salah satu rumah, dasteran pun jadi. Gak perlu dandan dan mik-ap-an. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Begitulah, botram menghadirkan suasana kebersamaan yang hangat dan harmoni bersama keluarga besar atau kerabat, antar tetangga, atau antar teman sejawat di kantor. Botram akan lebih seru kalau nasi dan lauk pauk ditumpahkan jadi satu dengan alas daun pisang atau di atas kertas nasi atau di satu piring besar, lalu makanannya dikeroyok oleh tangan-tangan yang maju tak gentar membela lauk yang layak diperjuangkan. Silih parebut dan pahibut. Rebutan, ramai, seru. Suapan beradu dengan obrolan dan candaan dan sesekali ledekan. Maknyuuss.
ADVERTISEMENT
Maknyuuuss, walaupun lauk pauk untuk botram tidak selalu mewah, bukan dengan makanan restoran bahkan bukan juga ala restoran. Botram di rumah biasanya makanan rumahan sederhana ala kadarnya: tumis kangkung, sambel lalap, ikan asin, tempe, tahu, kerupuk, dan tentu saja jengkol sang primadona.
Botram di sekolah pun, karena saya dulunya guru, menunya tidak jauh beda. Bahkan seorang teman yang kebetulan punya kantin, sering membawa persatuan aneka masakan sisa jualan hari kemarin yang dipanaskan kembali dan ditumis hingga kuahnya mengering.
Rasanya.. beuuh..!! Gurih, manis, pedas... mantap!! Orang Sunda menyebutnya balendrang. Yang kategori beruntung adalah mereka yang kebetulan nemu suwiran daging gepuk atau suwiran ayam dalam tangkapan suapannya.
Ilustrasi: Botram di sekolah setelah perayaan HUT RI 2017 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Sebagai seorang perantauan, saya anggap botram ini unik namun positif, mengenyangkan.. eh, menyenangkan. Selain sebagai ajang kebersamaan dan mempererat silaturahmi dan persaudaraan, juga tidak membedakan ‘kasta’, yang berpunya dan kurang berpunya sama saja. Yang berpunya tidak merasa saya urunan lebih banyak, yang tidak berpunya tidak merasa rikuh bila harus mengambil porsi banyak, mumpung euy.
ADVERTISEMENT
Bahkan kadang, anak-anaknya ikut dipanggil untuk ikut makan dan bila ada sisa yang di rumah pun akan dibungkuskan lalu dibawa pulang. Lagi-lagi mumpung, walau begitu tidak ada yang tersinggung lalu pundung ..
Botram di waktu dulu, dan sekarang pun tentunya masih, dilakukan oleh para petani yang pergi meladang ke kebun atau ke sawah. Mereka membawa bekal dari rumah atau orang rumah mengantarkan bekal ketika makan siang tiba, dan lalu bersama-sama dengan petani-petani lain balakecrakan di pinggir sawah. Sederhana tapi nikmat. Berpeluh dan belepotan lumpur tapi nikmat. Begitulah..
Ilustrasi: Botram di rumah teman. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Orang kota mengikuti tradisi balakecrakan ini dengan berbagai cara. Bila di kampung atau di lingkungan kompleks perumahan kecil, mereka biasa ngabotram dengan tetangga kiri kanan dengan menu rumahan sederhana. Botram atau balakecrakan yang lebih ‘mewah’ biasanya diadakan di restoran.
ADVERTISEMENT
Banyak restoran Sunda yang menyediakan menu dan gaya penyajian ala botraman. Nasi dan lauk pauknya dihamparkan di atas alas daun pisang yang dijajarkan di meja panjang. Yang seperti ini biasanya dilakukan ketika mereka sambil mengadakan acara tertentu, seperti reunian, hajatan, syukuran atau acara tertentu lainnya.
Cara tradisional ala botraman atau balakecrakan ini sangat populer di kalangan masyarakat Sunda, diminati oleh orang-orang dewasa maupun anak-anak, di kampung maupun di kota, versi rumahan sederhana maupun lebih mewah ala resto Sunda.