Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Mahasiswa Pertanian dan Paradigma Transisi Masyarakat Agraris Menuju Industri
2 September 2023 12:23 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Bagus Adil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertanyaan setelah lulus kuliah pertanian mau jadi petani atau tidak merupakan pertanyaan umum yang sering kali masyarakat lontarkan kepada para mahasiswa pertanian, baik mereka yang masih berkuliah ataupun mereka yang baru saja lulus menempuh jenjang pendidikannya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, stigma bahwa setiap orang bisa menanam tanaman, lantas untuk apa kuliah di Jurusan Pertanian jika demikian? Pernyataan ini adalah premis umum selain pertanyaan umum di atas. Hal ini telah menjadi sebuah kelaziman di masyarakat kita hari ini.
Bagi mahasiswa pertanian dalam melakukan aktivitas pertanian atau istilah umumnya adalah "bertani" hanyalah sebuah aktivitas praktikum semata. Menempuh kuliah di Fakultas Pertanian menuntut mahasiswanya untuk mengetahui tentang seluk beluk bercocok tanam bahkan sampai hilirnya dan itu tidak mudah. Secara sederhana yang dilakukan petani yaitu menanam kemudian memanen dan menjual hasil panennya.
Di dalam dunia pertanian sendiri banyak terjadi permasalahan-permasalahan yang tidak bisa dijawab oleh para petani yang otodidak. Seperti, bagaimana cara mengolah hasil panen agar nilai jualnya naik, cara memproduksi bibit unggul untuk ditanam oleh petani, pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan petani, cara mengatasi hama dan penyakit yang menyerang, beserta penyelesaiannya.
ADVERTISEMENT
Lalu pertanyaan besarnya adalah siapa yang akan melakukan transfer ilmu kepada petani tersebut? Tentu para mahasiswa lulusan dari fakultas pertanian.
Sedikit gambaran paradigma dalam transisi masyarakat agraris menuju industri dari perspektif ekonomi dan sosial di bidang pertanian, utamanya tentang sinergisitas sederhana antara petani kecil dan petani milenial yang mana dulunya mereka merupakan alumni mahasiswa pertanian.
Mengutip ucapan Bung Karno "Pangan Adalah Soal Hidup Matinya Bangsa" jadi untuk menjaga stabilitas pangan bangsa diperlukan sinergisitas antar beberapa elemen masyarakat, karena masalah pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hal yang kompleks untuk dicari solusi konkretnya.
Sebenarnya ada dua tipe petani yang harus mendapat perhatian lebih pada konteks Indonesia saat ini, yakni yang pertama petani kecil di pedesaan maupun di perkotaan dan yang kedua adalah petani milenial yang melakukan kegiatan budidayanya di pinggiran perkotaan dan petani milenial yang melakukan kegiatan pemasarannya di perkotaan, tetapi kegiatan budidayanya di kawasan pedesaan.
ADVERTISEMENT
Dari keduanya memiliki jalur pengembangannya sendiri-sendiri, petani kecil tidak akan secara serta-merta bertransformasi menjadi petani modern selayaknya para milenial. Demikian juga sebaliknya, dua tipe ini sangat penting perannya dalam pertanian Indonesia.
Petani kecil sangat penting sebagai penghasil pangan karena jumlahnya yang besar sedangkan petani milenial sangat penting karena mereka adalah masa depan dan aktor utama untuk memajukan pembangunan pertanian Indonesia saat ini dan di masa depan.
Perlu kita ingat bahwasanya posisi petani kecil sangatlah penting. Indonesia tak akan mampu mewujudkan ketahanan pangan tanpa kontribusi dari para petani kecil, walaupun sebagus apapun kebijakan pembangunan pertanian yang dicanangkan oleh para pemangku jabatan dan akademisi.
Banyak kebijakan yang telah dicoba dan diubah, tetapi petani kecil tetap mayoritas miskin. Terus apa salah satu dampaknya? Kegiatan bertani menjadi semakin kurang diminati. Hal ini merupakan sebuah masalah lama yang terus mengakar dalam dinamika pertanian di Indonesia, lantas pertanyaan baru akan muncul mengenai nilai sinergisitas antara petani milenial dengan petani kecil.
ADVERTISEMENT
Mengenai pertanyaan itu, sederhana saja dalam menjawab itu semua. Semisal jika yang menjadi persoalan saat ini adalah sulitnya petani untuk memasarkan hasil panennya, maka teknologi yang perlu dikembangkan sebagai solusi atas persoalan itu adalah teknologi pengolahan dan kemasan. Serta sebagai petani milenial juga bisa mendesain aplikasi untuk membantu petani kecil memasarkan hasil panennya.
Tentu tidak semua ragam teknologi pengolahan, distribusi, dan pemasaran ini dapat dilakukan sendiri, tetapi akan sangat baik jika dilakukan bersama petani milenial yang lain. Bisa dalam format kemitraan. Kemitraan yang bersifat mutualisme atau saling menguntungkan antara petani tradisional dan petani milenial dapat diwujudkan dan dikembangkan dalam konteks ini.
Terus bagaimana keuntungannya bagi petani milenial ? Petani milenial saat ini ada yang berperan sebagai penghasil produk pertanian melalui teknik budidaya pertanian modern. Pada skala kecil, kegiatan budidaya ini ada yang sepenuhnya dilakukan sendiri atau bersama, tetapi untuk skala menengah umumnya dilakukan dengan melibatkan petani lokal setempat.
ADVERTISEMENT
Petani milenial sendiri telah diasumsikan mampu memanfaatkan teknologi budidaya tanaman dan teknologi informasi & komunikasi untuk distribusi dan pemasaran hasil pertanian secara lebih efektif dan efisien.
Lalu di mana letak keuntungannya bagi mereka para petani milenial? Jadi di sini petani milenial dapat belajar tentang budidaya pertanian dari pengalaman dan nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh petani tradisional.
Jadi proses pembelajaran dua arah perlu dibangun antara petani milenial dengan petani tradisional. Sebaliknya, petani tradisional dapat mengikuti secara langsung perkembangan teknologi yang lebih maju, terutama dalam kegiatan pemasaran hasil pertanian dari petani milenial.
Jadi syarat utama bertahannya kemitraan antara mereka adalah keterbukaan dan terbangunnya keuntungan yang disepakati bersama antara petani kecil semisal sebagai pemasok dan petani milenial semisal sebagai penyedia aplikasi sistem pemasaran hasil pertanian.
ADVERTISEMENT
Harapannya dengan bantuan petani milenial akan berdampak pada sebuah solusi yang efektif untuk memperpendek rantai pasok sehingga dapat meminimalisasi biaya distribusi dan pemasaran. Kemitraan yang harmonis dan saling menguntungkan antara dua kelompok ini sekiranya akan menjadi salah satu kekuatan dalam pembangunan pertanian Indonesia di masa depan.
Menurut hemat saya, peran petani milenial dalam sektor pertanian yang mulai tumbuh pada saat ini perlu disambut hangat dan difasilitasi oleh pemerintah. Petani milenial masih perlu mendapat dukungan berupa regulasi yang kondusif dari pemerintah dan akses untuk mendapatkan modal dari berbagai instansi penyedia jasa keuangan. Karena sebagus apapun pemberdayaan alternatif pilihan selanjutnya adalah advokasi.