Tanda Seorang Bocah Dianggap 'Penyihir' di Afrika

5 Februari 2017 12:33 WIB
ADVERTISEMENT
Bocah Afrika. (Foto: Wikimedia Commons)
Awal tahun lalu, Januari 2016, dunia dibuat gempar oleh foto anak Afrika kurus kering yang sedang diberi minum oleh seorang perempuan kulit putih.
ADVERTISEMENT
Saat itu seorang bocah laki-laki berusia 3 tahun terlihat luntang-lantung tak terurus di salah satu jalanan di sebuah kota di tenggara Nigeria. Keadaannya amat menyedihkan. Tubuh telanjang, kotor, dan tampak seperti tulang berbalut kulit saja.
Dia kekurangan gizi. Tapi bentuk fisiknya yang dianggap mengerikan malah membuat dia mendapat label “bocah penyihir”.
Foto bocah "penyihir" Afrika yang menggemparkan. (Foto: Anja Ringgren Loven/Facebook)
Kebiasaan yang dianut oleh masyarakat Nigeria ialah, ketika seorang anak tampak seperti bocah “penyihir”, maka dia harus dibuang.
Bocah itu pun dibuang oleh orang tuanya sendiri, juga masyarakat. Dia tinggal di jalanan dengan mengandalkan makanan pemberian orang --yang tak selalu ada-- selama 8 bulan sebelum ditemukan Anja Ringgren Lovén, perempuan berhati malaikat.
Loven ialah sosok dalam foto yang sedang memberi minum dan makan bocah Afrika itu. Ia pula yang kemudian menyembuhkan penyakit malnutrisi yang diderita si bocah dan merawatnya hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Simak:
Anak Afrika (Foto: Pixabay)
Penelitian UNICEF
April 2010, UNICEF pernah mempublikasikan laporan berjudul Children Accused of Witchcraft: An Anthropological Study of Contemporary Practices in Africa. Laporan tersebut mengungkapkan keragaman dan kompleksitas fenomena --yang sering diasosiasikan dengan tradisi Afrika-- terkait kepercayaan terhadap sihir dan dunia mistis.
Kepercayaan terhadap sihir telah begitu kuat dan menyebar di Afrika. Secara tradisional, orang-orang Afrika mengatributkan apapun yang tidak mereka mengerti (ataupun yang tidak mau mereka mengerti), misalnya insiden atau kejadian yang tidak bisa mereka jelaskan, dengan kekuatan sihir.
Orang-orang Afrika juga mengatributkan keyakinan sihir terhadap isu-isu dan "kekuatan" yang tidak memuaskan mereka secara rasional dan common sense.
ADVERTISEMENT
Di Afrika, anak-anak yang dituduh sebagai penyihir menerima kekerasan fisik dan psikologi --pertama-tama oleh anggota keluarga mereka dan lingkaran pertemanan mereka, kemudian oleh para pastor di gereja ataupun para dukun.
Setelah dituduh sebagai penyihir, anak-anak itu kemudian mendapat stigma dan perlakukan diskriminatif dalam kehidupan mereka. Anak-anak ini menjadi lebih rentan terhadap kekerasan fisik dan seksual, serta penyalahgunaan oleh pihak berwenang.
Untuk bertahan hidup dan melarikan diri dari kondisi hidup yang mengerikan, mereka lantas tumbuh dikelilingi obat-obatan dan alkohol. Sementara mereka yang menjadi korban eksploitasi seksual seringkali memiliki tingkat risiko terkena penyakit menular seksual dan infeksi HIV lebih besar.
Berdasarkan laporan UNICEF tersebut, ada tiga kategori anak-anak di Afrika yang rentan dituduh sebagai bocah “penyihir”.
ADVERTISEMENT
Kategori pertama, yang meliputi ribuan anak, merujuk pada berbagai fenomema urban yang berkembang. Ciri anak-anak itu antara lain:
- Anak-anak yang didentifikasi sebagai anak yatim yang kehilangan salah seorang atau kedua orang tuanya.
- Anak-anak penyandang disabilitas fisik (atau memiliki kelainan fisik seperti kepala besar, perut buncit, mata merah, dan lain-lain).
- Anak-anak yang memiliki penyakit fisik (epilepsi, tuberkolosis, dan lain-lain).
- Anak-anak penyandang disabilitias mental (autisme, Down Syndrome, dan lain-lain, bahkan gagap).
- Anak-anak dengan kemampuan indra lebih seperti anak indigo.
- Anak-anak yang menunjukkan perilaku tidak biasa, misalnya keras kepala, agresif, tampak bijaksana, dan malas.
Ekspresi bocah Afrika yang dianggap nakal. (Foto: Pixabay)
Kategori kedua mencakup anak-anak dengan proses kelahiran yang dianggap tidak normal, seperti anak-anak yang “terlahir buruk” di wilayah Teluk Benin, anak-anak yang terlahir prematur (lebih cepat dari 9 bulan), terlahir dengan posisi sungsang, maupun terlahir kembar.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi bayi Afrika yang baru lahir. (Foto: Pixabay)
Kategori ketiga adalah anak-anak yang terlahir dengan kondisi albino. Mereka selama ini banyak dibunuh, terutama di Tanzania, karena masyarakat menganggap ada kekuatan gaib pada bagian-bagian tubuh mereka --rambut dan kulit-- yang terlihat putih.
Bocah Afrika yang Albino (Foto: Pinterest)
Persepsi tentang "bocah penyihir" yang berujung pada nasib buruk para bocah tak berdosa itu, sudah barang tentu jadi persoalan serius di Afrika.