Tragedi Bunuh Diri di Indonesia, Bisakah Dicegah?

24 Januari 2017 17:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi bunuh diri (Foto: Pixabay)
Jumat tengah malam itu, I Gede Anom Budi Parwata terbangun dari tidurnya. Kantuk lelaki 22 tahun itu seketika hilang lantaran mendengar isak tangis seseorang dari arah dapur.
ADVERTISEMENT
Budi keluar dari kamarnya untuk memeriksa sumber suara. Hatinya mencelos ketika menemukan ayahnya, I Ketut Adi Antara, menangis histeris.
Budi turut menangis saat melihat ibunya tergantung di kusen pintu dapur.
Bunuh diri yang dilakukan Ni Putu Suari, seorang ibu rumah tangga asal Banjar Munduk Anggrek Kaja, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Bali, itu terjadi lima hari lalu, 19 Januari 2017.
Ni Putu Suari diduga nekat bunuh diri lantara menderita penyakit diabetes yang tak kunjung sembuh.
Empat hari berselang, 23 Januari 2017, seorang pria berupaya bunuh diri dengan melompat dari jembatan layang di Kiaracondong, Bandung.
Maraknya kejadian bunuh diri di dunia, termasuk di Indonesia, dicatat dengan cermat oleh WHO (World Health Organization), badan di bawah PBB yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum internasional.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan perkiraan data WHO, angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia pada 2012 adalah 10.000. Angka itu meningkat dari jumlah kematian akibat bunuh diri pada 2010 sebesar 5.000.
Namun, menurut laporan kepolisian daerah yang dirangkum oleh BPS pada 2016, kasus bunuh diri di Indonesia berjumlah 970 pada 2011. Namun cenderung mengalami penurunan pada 2015 berjumlah 812 kasus.
Secara global, WHO menyatakan ada lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya, dan ada banyak lagi orang yang mencoba bunuh diri.
Terdapat indikasi, untuk setiap orang dewasa yang meninggal karena bunuh diri, ada lebih dari 20 orang lain yang mencoba untuk bunuh diri.
WHO juga menyebutkan bahwa bunuh diri menyumbang 1,4 persen dari seluruh penyebab kematian di seluruh dunia, dan merupakan penyebab kematian kedua di antara anak-anak usia 15-29 tahun secara global.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menjadikan bunuh diri sebagai 15 penyebab kematian utama pada 2012.
Ilustrasi gantung diri. (Foto: Pixabay)
Ronny T. Wirasto, psikiater lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, dalam makalahnya yang berjudul Suicide Prevention in Indonesia: Providing Public Advocacy menyebutkan bahwa Bali memiliki jumlah kasus bunuh diri tertinggi di Indonesia. Kenaikan jumlah kasus bunuh diri di Bali tercatat meningkat, dari 70 kasus pada 2001 menjadi 158 kasus pada 2006.
Alasan penyebab bunuh diri di Bali lebih banyak disebabkan oleh penyakit fisik ketimbang faktor sosial-ekonomi ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Lebih dari 33,9 persen dari semua kasus di Bali dilaporkan terjadi akibat faktor kesehatan fisik.
Ronny dalam paper-nya yang disertakan untuk Simposium The Role of Physicians in Suicide Prevention di Taiwan pada 2011 lalu itu juga menjelaskan fenomena bunuh diri di daerah-daerah lain di Indonesia seperti di Jakarta dan Gunungkidul DIY.
ADVERTISEMENT
Pada 2006, sebanyak 100.000 orang di Jakarta pernah mencoba untuk bunuh diri. Adapun Gunung Kidul dengan populasi 720.465 orang, memiliki rasio bunuh diri tertinggi di Indonesia dengan angka 4,48 per 100.000 orang.
Peristiwa bunuh diri di Gunung Kidul banyak disebabkan oleh faktor kepercayaan masyarakat setempat, yakni pulung gantung. Pulung gantung adalah mitos yang menjadi kepercayaan masyarakat di sana bahwa ketika seseorang didatangi oleh pulung gantung --bola api berpijar warna merah kekuningan dan mempunyai ekor, maka orang tersebut tidak lama kemudian akan mati bunuh diri.
Secara keseluruhan, Ronny menyatakan bahwa peristiwa bunuh diri di Indonesia banyak terkait dengan gangguan kesehatan mental, permasalahan keluarga, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, sikap tak menghormati agama, serta hubungan sosial yang buruk.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi depresi. (Foto: Pixabay)
Dalam tulisannya, Ronny juga menjelaskan bahwa untuk mencegah terjadinya bunuh diri, Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah membuka hotline atau saluran telepon pelayanan konseling khusus terkait berbagai masalah kejiwaan selama 24 jam.
Siapapun yang merasa ingin bunuh diri diharapkan dapat menceritakan keluhannya terlebih dulu ke hotline bernomor kontak 021-500-454 tersebut.
Menurut Ronny, untuk mencegah peristiwa bunuh diri yang disebabkan faktor sosial-ekonomi, pemerintah juga telah berupaya memberi pelatihan kepada anak-anak muda agar memiliki keterampilan kerja dan kepercayaan diri dalam mengarungi hidup.
Apakah di antara kamu ada yang pernah memanfaatkan layanan hotline dan pelatihan itu?
Apakah menurutmu kedua upaya pencegahan bunuh diri itu efektif?
ADVERTISEMENT
Lebih dalam pada artikel berikutnya:
Infografis Bunuh Diri di Indonesia (Foto: Ridho Robby/kumparan)